Bab 3. Awal Perjalanan Niralia

2 1 0
                                    

---

Aku membuka mata saat fajar pertama menyentuh langit Amran. Dingin pagi hari seolah menyusup ke tulang, tetapi tidak mampu menghilangkan ketegangan yang menjalar di seluruh tubuhku. Hari ini adalah ujian. 

Hari ini, aku harus membuktikan bahwa kekuatan yang telah diwariskan oleh leluhur ada dalam diriku, atau aku akan diasingkan selamanya, menjadi bayang-bayang kakakku yang tak pernah tergoyahkan.

Aku tahu Rai Neru sangat menyayangiku. Dia kakakku, saudara satu ibu. Tapi aku juga tahu, dia meragukan keberadaanku di keluarga ini. Ayah, yang selalu dingin dan jauh, tidak pernah menunjukkan kasih sayang selain harapan besar yang memusnahkan setiap kehangatan. 

Aku menghela napas berat, menatap diriku di cermin. Rambut panjangku yang hitam terurai dan kulitku terlihat pucat. Aku merasa seperti kosong, seolah kekuatan yang mereka bicarakan hanyalah mitos yang tidak pernah hadir dalam diriku.

---

Malam sebelumnya, aku duduk di balkon, menatap langit dengan perasaan kosong. Kata-kata Ayah masih bergema di pikiranku. "Esok kau akan diuji." Kalimat itu seolah menjadi mantra yang menghantui, menahan setiap bagian diriku dalam ketakutan. Namun, jauh di dalam hati, aku tahu ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang belum sepenuhnya kusadari.

Niralia melangkah dengan hati yang berat, dari lorong-lorong istana yang terasa seakan hidup di sekitarnya. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela kaca patri berwarna-warni menciptakan bayangan yang bergerak-gerak, seolah menyambut kehadirannya. Dia tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang menentukan. 

Anggota keluarga kerajaan berkumpul di aula besar, wajah-wajah mereka terlihat serius, menunggu saat ujian dimulai.Tatapan Pangeran Neru, dan Pangeran Gema penuh dengan harapan yang diam, tertuju pada Niralia dari sudut aula. Sebagai pangeran kerajaan, mereka telah melewati ujian serupa bertahun-tahun lalu, dan kini harus menyaksikan adiknya menghadapi hal yang sama. 

Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam situasi ini. Kekuatan Niralia, yang selama ini tersembunyi, akan diuji bukan hanya dalam bentuk kekuatan fisik , tetapi dalam bentuk sihir dan jiwa yang jauh lebih mendalam.

Raja Rahitama, yang duduk di singgasana berlapis emas di ujung aula, mengamati putrinya tanpa ekspresi. "Hari ini, kita akan melihat apakah kekuatanmu layak," katanya dengan suara berat. Aula langsung sunyi, hanya terdengar suara deru napas Niralia yang memburu.

"Aku siap," jawab Niralia, meskipun di dalam hatinya ia merasakan ketakutan yang luar biasa.

Mereka membawaku ke sebuah ruangan besar yang terletak di dalam hutan istana. Pepohonan di sekitarnya terlihat berumur ratusan tahun, dengan akar-akar besar yang menonjol dari tanah, membentuk lingkaran alami di sekitar bangunan. Gua Agung itulah namanya. Di sinilah ujian yang sebenarnya akan dimulai.

Aku berjalan perlahan, merasakan getaran di udara saat aku mendekati bangunan itu. Pohon-pohon di sekitar seolah mengawasi setiap langkahku, seolah tahu bahwa aku mungkin tidak akan berhasil keluar dari tempat ini jika gagal. Tangan-tanganku gemetar, tapi aku tetap melangkah maju.

Dari kejauhan, seseorang mengamati pergerakan Niralia dengan perhatian yang intens. Syira, seorang penyihir tua yang telah lama melayani keluarga kerajaan, berdiri diam di salah satu sudut hutan, menyatu dengan bayangan pepohonan. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang spesial dalam diri Niralia, sesuatu yang bahkan gadis itu sendiri belum sepenuhnya sadari.

"Renjanu terakhir," gumam Syira pelan. "Kekuatanmu terikat pada takdir yang lebih besar dari apa yang kau bayangkan."

Sementara Niralia melangkah ke dalam ruangan, pintu besar berukir simbol-simbol kuno terbuka dengan sendirinya. Udara di dalam terasa tebal dan dingin, seolah-olah tempat itu tidak pernah menerima cahaya matahari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NI RIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang