---
Setelah pelukan singkat dengan Pangeran Gema, sekarang Niralia melangkah perlahan menyusuri lorong istana yang megah, setiap langkahnya terasa berat, seolah tanah yang dipijaknya menolak keberadaannya. Di sepanjang dinding, lukisan para leluhur menatapnya dengan ekspresi yang tak terjelaskan. Ada kebanggaan, harapan, namun juga sedikit keraguan yang samar. Setiap lukisan seperti berbisik, menuntut sesuatu yang belum pernah ia miliki.
Dia merasakan beban berat di pundaknya, tak hanya harapan keluarganya, tetapi juga harapan leluhur yang menginginkan generasi mereka melanjutkan tradisi dan kekuatan yang diwariskan selama berabad-abad.
Ketika Niralia mendekati pintu besar yang memisahkan dirinya dari kakaknya, Pangeran Neru, perasaan cemas semakin meresap ke dalam jiwa.
Kakaknya adalah sosok yang tak tertandingi di mata rakyat dan keluarga. Di istana ini, Pangeran Neru bukan sekadar pewaris takhta, tetapi juga simbol kekuatan, keberanian, dan keberhasilan. Niralia selalu merasa seolah terjebak dalam bayang-bayangnya yang tinggi dan megah.
Setiap gerakan kakaknya dipenuhi wibawa yang menegaskan kehadiran tak terbantahkan, sementara dirinya masih meraba-raba kekuatan yang selalu diragukan oleh semua orang, termasuk dirinya sendiri.
Ketika pintu ruangan terbuka, Pangeran Neru sudah berdiri di sana. Postur tegapnya, tatapan tajam yang seolah bisa melihat jauh ke dalam jiwa, membuat Niralia merasa semakin kecil. Tatapan itu bukanlah tatapan yang kasar, tetapi lebih pada tuntutan-tuntutan agar dirinya bisa menjadi lebih.
"Kau sudah kembali," kata Pangeran Neru dengan suara datar, tanpa emosi yang terlihat. "Bagaimana kabarmu?"
Niralia mengangguk, berusaha menampilkan keyakinan yang sebenarnya tak ia miliki.
"Kayuhuran Rai Neru, Aku dalam keadaan baik-baik saja," jawabnya dengan nada tenang yang dipaksakan. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kakaknya bisa merasakan keraguannya. Di istana ini, tak ada tempat bagi keraguan.
"Kita harus melaporkan ini kepada kepala keluarga," lanjut Pangeran Neru, melangkah maju tanpa menunggu balasan. Niralia, dengan langkah yang terasa semakin berat, mengikuti di belakangnya. Setiap langkah yang ia ambil menuju ruang pertemuan membuat jantungnya berdegup semakin kencang, seolah waktu berputar lebih cepat dari biasanya.
Saat mereka mendekati ruangan, Pangeran Neru semakin mempercepat langkahnya, meninggalkan Niralia yang kini merasa semakin tertekan. Setiap kali ia melihat punggung kakaknya, sosok itu seperti sebuah bayangan raksasa yang mengancam menelannya.
Kakaknya selalu sempurna, selalu kuat. Niralia tak bisa mengingat satu pun momen di mana kakaknya menunjukkan kelemahan. Tetapi di balik langkah-langkahnya yang mantap, Neru tahu bahwa adiknya sedang bertarung dengan dirinya sendiri. Bukan hanya untuk membuktikan kekuatan, tetapi untuk menemukan tempatnya dalam keluarga ini yang dipenuhi ekspektasi.
Begitu mereka memasuki ruang pertemuan, suasana langsung berubah menjadi kaku dan formal. Kepala keluarga, Raja sekaligus ayah mereka, duduk di singgasana kebesarannya, dengan tatapan tajam yang seperti menembus seluruh ruangan.
Di sekeliling ruangan itu, beberapa anggota keluarga lain sudah duduk di tempat masing-masing, menunggu laporan dari Pangeran Neru. Mereka adalah sosok-sosok penting dalam kerajaan, yang selama ini menilai Niralia dengan tatapan yang sama, penuh harapan namun juga penuh keraguan.
"Swasram Paduka Raja, Renjanu telah kembali," kata Pangeran Neru dengan menundukkan kepala, suaranya terdengar formal dan tanpa emosi. "Pelatihan kekuatan untuknya telah selesai." Ucapannya diikuti dengan Niralia yang menunduk hormat mengiyakan apa yang Pangeran Neru katakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
NI RIA
Adventure"Aku Niralia Renjanu. Amran sedang menungguku," bisikku. Ini cerita pertamaku, tolong bimbingannya ya.......