"Kemalangan adalah sebuah kenajisan yang paling buruk. Aku yakin akan hal itu. Segala hal yang menyangkut kemalangan harus dihindari dan tidak bisa dibiarkan menimpa badan ini. Harga diri lebih penting!"
"Kenapa bersuara begitu lantang? pelan-pelan saja. Aku tidak tuli. Aku tahu kau kaya, aku tahu kau berada. Tapi jangan kau buat hartaku yang minimal ini semakin tipis. Jangan sampai tuli kupingku!"
Wajahnya memerah. Sebuah ketidaksetujuan terpancar dari mulutku, dan dia tak suka itu. Giovanni sukar berlemas hati. Dia selalu bertegak dengan kepalan keras, bak . Dia pikir dirinya terlihat berkuasa jika seperti itu? Tidak sama sekali, sayangnya.
"Lalu, apa saranmu?" Dia menyentak.
"Saran buat apa? Aku tidak mencela idemu, pemikiranmu baik-baik saja. Aku hanya mengkritik intonasi bicaramu. Terlalu keras!"
***
Debat kusir memang selalu tak guna. Apalagi jika berdebat dengan Giovanni, secercah penolakan pun agaknya sukar mencolek telinganya. Kali ini, dia berkisah baru saja membeli sebuah lukisan karya Martino di Bartolomeo. Ia membeli lukisan Martino yang terinspirasi dari ikonografi suci di Santa Maria Maggiore, Salus Populi Romani, seharga 15 keping koin Florin. Ia turut bercerita kalau perjalanannya ke Florentiā memakan 10 sampai 12 hari dengan menunggang kuda. Melintas bukit dan gunung, membelah semenanjung Appeninus beserta kerajaan-kerajaan yang dilintasinya. Lukisan itu dibelinya bukan tanpa alasan. Ia yang ketakutan akan kemalangan yang najis, berpikir bahwa lukisan-lukisan magis yang dipunyainya akan membawa keberuntungan beruntun dan menghindarkan raganya dari kemalangan. Pemikiran yang cenderung bodoh untuk seorang pengacara yang terdidik. Bukan bermaksud mengata-ngatai lukisan suci tersebut, aku juga mengadorasi lukisan agung nan tua itu. Tapi maksudku, apakah sebegitu besar rasa takutnya akan kemalangan dan kemiskinan, sehingga-hingga dirinya mengumpulkan ratusan lukisan di rumahnya hanya untuk media tolak bala? Tidak masuk akal!
Aku tidak berkesempatan banyak untuk mendebatkan hal-hal begini dengannya. Giovanni itu pembangkang, penuh keras kepala dan bertangan besi. Aku tak suka berlama-lama jatuh dalam perangkap nyawa bersifat itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/377232177-288-k501878.jpg)
YOU ARE READING
PSEUDO-IUSTITIĀ: TRADITOR LEX
Historical FictionHukum yang menjadi dasar peradilan seharusnya termaktub dalam setiap jiwa yang menyangga keadilannya. Jiwa hukum yang mengembara patut menjadi penegak yang bersifat adil dan subjektif. Tapi, jika jiwa-jiwa pengadil dan pembela mengelabui rakyat jela...