"Sejauh apapun kalian mencoba menutupi kebohongan, akan tiba waktunya kebohongan itu terbongkar"
HAPPY READING
Keesokan paginya, Gibran dan Irsyad bertemu di sebuah kedai kopi kecil yang sepi, jauh dari keramaian. Gibran masih belum sepenuhnya yakin dengan apa yang ditemukan oleh Irsyad, tapi tatapan serius sahabatnya itu membuatnya percaya bahwa hari ini mungkin akan menjadi hari penentu. Di tengah rasa gugupnya, ia merasa semangatnya membara. Adara sudah setuju memberinya kesempatan, dan ini adalah waktunya untuk membuktikan bahwa ia tidak berbohong.
"Gua udah siap," kata Gibran begitu Irsyad duduk di depannya, meletakkan laptopnya di meja dengan hati-hati. "Apa yang lo temuin?"
Irsyad tak langsung menjawab. Ia membuka laptopnya dan menarik napas panjang. "Gua udah cek semua data yang kita dapat. Ternyata Kirana dan Rahsya enggak cuma berusaha menjatuhkan lo, tapi mereka juga terlibat dalam kecurangan besar-besaran di sekolah kita. Dan lebih parahnya lagi, mereka nyimpen catatan palsu buat beberapa siswa... termasuk lo."
Gibran mengernyit. "Catatan palsu? Maksud lo... nilai atau absensi gua?"
"Enggak hanya itu," Irsyad mengetuk layar laptopnya, memperlihatkan beberapa file yang dipenuhi data siswa. "Mereka memanipulasi banyak data. Dari nilai, rekam jejak kegiatan, bahkan surat peringatan yang enggak pernah ada. Mereka punya kontrol penuh buat ngatur catatan sekolah lo, seolah-olah lo pernah punya masalah besar di masa lalu."
Gibran menatap layar itu dengan ngeri. "Jadi, mereka mau bikin gua kelihatan... buruk?"
"Lebih dari itu, Bran." Irsyad menatapnya lekat-lekat. "Kalau mereka mau, mereka bisa bikin lo dikeluarin dari sekolah. Kirana tahu kalau satu-satunya cara buat ngancurin hubungan lo sama Adara adalah bikin lo kelihatan seperti seseorang yang enggak bisa dipercaya. Dan kalau semua ini keluar tanpa kita siapin bukti tandingan, lo bakal kena sanksi berat."
Hati Gibran mencelos. Ia sudah menduga Kirana punya niat jahat, tapi tidak pernah menyangka niatnya sekompleks ini. "Gila... gua enggak nyangka mereka bakal sejauh ini."
"Makanya, kita enggak bisa maju tanpa strategi," lanjut Irsyad. "Ini bukan cuma soal Adara lagi. Lo harus bersiap buat ngebongkar semua ini di depan sekolah."
Gibran terdiam lama, menatap data di layar sambil menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadanya. Ini lebih dari sekadar reputasinya atau hubungannya dengan Adara-ini soal kehormatan dirinya. Ia tidak bisa membiarkan Kirana dan Rahsya menang.
"Oke, kita maju," gumamnya mantap. "Tapi bagaimana caranya kita bisa buktiin ini semua? Gua enggak mau kalau cuma jadi tuduhan kosong."
Irsyad tersenyum tipis, sorot matanya penuh keyakinan. "Itu kenapa gua nyuruh lo datang ke sini." Ia menunjuk seseorang yang duduk di pojok kedai, seseorang yang Gibran kenal.
"Pak Rian?" Gibran berbisik, tak percaya. Pak Rian adalah kepala bagian IT di sekolah mereka-orang yang biasanya paling tidak suka terlibat dalam drama apa pun.
Pak Rian berdiri dan mendekati mereka, lalu duduk di sebelah Irsyad. "Bapak denger dari Irsyad tentang masalah kamu," katanya tenang. "Dan bapak juga udah cek sendiri catatan yang Irsyad kasih ke bapak."
Gibran menelan ludah, sedikit gugup. "Jadi... bapak percaya sama kita?"
"Bukan soal percaya atau enggak," Pak Rian menggeleng. "Ini soal apa yang benar. Kirana dan Rahsya memang punya akses ilegal ke sistem sekolah. Mereka berhasil menanamkan semacam program mata-mata yang bisa mereka pakai buat mengubah data siapa pun. Dan bapak punya bukti kalau mereka masuk ke sistem buat ngatur data kamu, Bran."

KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara [END]
Ficção AdolescenteAdara Bianca & Gibran Narendra adalah kisah tentang pertemuan dua jiwa yang terjalin dalam konflik. Adara, sosok gadis yang sulit percaya dengan orang yang sudah mengecewainya dan Gibran, sosok pemuda yang berjuang untuk mendapatkan hati Adara meski...