Dilanda kebingungan

416 60 17
                                    

Happy  reading....

Enjoy with this story

*****

Hagi mulai membuka matanya kala alarm pada gawainya berbunyi. Waktu sudah menunjukkan pukul enam. Tangan kanannya bergerak mengusap wajahnya guna menormalkan pandangannya. Kepalanya menoleh kesamping. Wajah damai Jeha terpampang nyata di hadapannya. Matanya terfokus pada bibir Jeha. Hagi sedikit meringis saat melihat lipstick Jeha yang berantakan karena ulahnya.

"Sorry, Je," gumamnya.

Pelan-pelan Hagi melepas pelukannya namun sedikit sulit sebab Jeha memegang bajunya cukup erat. Sedikit memutar otak, dengan penuh hati-hati genggaman tangan Jeha terlepas. Ia pun segera bangkit dan meregangkan otot-otot tubuhnya.

Matanya melirik kearah kaki Jeha yang masih memakai Heels. Nampak kaki perempuan itu kemerahan dan lecet karena memaksakan memakai benda itu.

Felix

Eh, gue yang pesen tuh perempuan ya

Malah lo yang perawanin.

Mana mahal

Gue ganti duit lo

Hagi menyimpan kembali ponselnya sembarangan lalu keluar dari kamar. Langkahnya perlahan masuk kedalam dapur, berniat membuat sarapan untuk ia dan Jeha. Mungkin cukup Sandwich telur dengan smoke beef ditambah dengan selada saja. Jika belum berubah, seingatnya Jeha tidak bisa makan banyak di pagi hari. Dari 1 sandwich ini mungkin gadis itu hanya memakan separuhnya saja.

Selesai membuat sarapan, Hagi kembali masuk ke kamar. Jeha masih tertidur pulas dengan posisi yang sama saat Hagi tinggal tadi. Ia pun mengambil posisi kosong di sebelah Jeha lalu menatap wajah damai itu dalam.

"Muka lo gak banyak berubah ternyata," bisik Hagi. Tangannya bergerak merapikan rambut Jeha yang berantakan. Fokusnya teralihkan pada gawai Jeha yang berbunyi. Di ambilnya ponsel itu dari dalam tas. Dan ada beberapa notifikasi pesan yang masuk.

Hagi hanya meringis melihat kondisi benda pipih yang sudah tak bisa dikatakan bagus. Layarnya sudah mulai retak di beberapa sisi, soft case warna beige itu juga sudah mulai memudar kusam. Juga, seingatnya seri ponsel itu juga seri yang cukup lama jika dilihat dari modelnya.

"Hhngg..."

Lenguhan Jeha membuat Hagi langsung menoleh ke arah gadis itu. Perlahan mata Jeha mulai membiasakan dengan cahaya sekitar sampai terbuka sepenuhnya. Kesadarannya masih belum terkumpul saat memperhatikan ruangan yang terasa asing baginya.

"Pagi," sapa Hagi.

Kepala Jeha langsung menengok ke sumber suara. Dia langsung bangkit begitu saja disertai rasa terkejut. Kesadarannya sudah sepenuhnya kembali dan dengan cepat tangannya mengambil bantal untuk menutupi dadanya yang cukup terbuka.

"Hagi?" cicitnya. Jantungnya berdegup begitu kencang saat melihat Hagi berada di sebelahnya.

"Kenapa muka lo kaya takut gitu, Je?" tanya Hagi santai lalu ikut duduk di depan Jeha.

"Hah? Nggak... gue cuma..."

"Nih minum dulu," tawar Hagi sembari menyodorkan segelas air putih ke Jeha. Jeha menurut lalu meneguknya.

"Pake ini." Tiba-tiba saja Hagi menyodorkan salah satu kaos lengan panjang miliknya.

"Gue tau lo gak nyaman sama baju lo. Pake ini," suruhnya.

We just friends, right?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang