🕊️- 01 (JK)

402 43 6
                                    


Malam ini Karina ada di kediaman kedua orangtuanya. Hari ini dia bertekad untuk melakukan sebuah pengakuan dosa, hanya mengakui, tapi tidak akan memperdulikan konsekuensinya. Toh jika dia sampai tidak diakui sebagai anak pun dia sudah mampu untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa harta dari kedua orangtuanya.

“Menginap lah malam ini, Rin, masa kamu tidur di rumah bisa dihitung dengan jari dalam sebulan.” Ujar nyonya Kim sembari menatap putrinya.

“Appa setuju dengan eomma. Walaupun kamu sudah berusia 25 tahun, bertingkah sedikit kekanakan sesekali, jangan terlalu dewasa. Rumah semakin sepi semenjak kamu pergi ke Jepang 5 tahun yang lalu, pulang ke Korea malah memilih tinggal sendiri.”

Karina melirik ayahnya sesaat, ekspresi teduh itu sebentar lagi pasti akan mengeras seperti monster mengerikan yang sering datang dalam mimpinya sewaktu kanak-kanak. “Aku mau mengakui sesuatu dulu, dan reaksi kalian akan menentukan aku bisa bersikap seperti yang kalian inginkan apa tidak.”

“Apa itu?” Nyonya Kim menatap putrinya penasaran. Dari ekspresi Karina sepertinya ini serius.

“Aku mengakui kalau sebenarnya kalian sudah memiliki cucu, dan usianya sekarang sudah menginjak 5 tahun.” Ucap Karina cepat.

“Bagaimana?” Nyonya Kim merasa ada yang salah dari pendengarannya.

“Kalian sudah memiliki cucu, umurnya sudah 5 tahun.” Ulang Karina.

“Benarkah? Mana anaknya?”

“Appa tidak marah?” Karina bingung dengan reaksi sang ayah yang terlihat santai.

“Appa butuh bukti nyata. Bawa anaknya ke sini dengan hasil tes DNA, dan ayah kandungnya. Baru Appa akan percaya. Kamu tidak lupa kan kamu pernah bilang tidak ingin memiliki anak kandung karena takut, Appa juga sudah setuju bahkan sudah mencari panti asuhan, kita sudah dikusi soal ini.”

Karina melongok mendengar itu. Dia tidak mengingat apa pun soal ini, sama sekali.

“Kamu memang lupa apa pura-pura lupa karena kebobolan? Appa memang membebaskan mu, tapi bukan begini hasil yang Appa inginkan.”

Karina menggeleng panik, “ini kecelakaan, Pa. Mana mungkin aku seteledor itu.”

“Terus, cucu Eomma mana?” Gantian ibunya yang bertanya.

“Aku tidak tinggal bersamanya, karena dia di culik di rumah sakit beberapa jam setelah lahir.”

“Apa?!” Tuan Kim memejamkan matanya merasa pening. “Masalah seserius ini kamu tidak memberitahu orang tua mu, Karina Kim, yang benar saja. Kamu gila?”

“Aku takut kalau kalian langsung mengusir kami. Keuanganku belum sesetabil ini untuk menghidupi 2 orang, apalagi kebutuhan bayi mahal-mahal.” Karina membalas ucapan ayahnya tak kalah sengit.

“Kalau begitu kenapa tidak langsung bicara ketika cucu Appa diculik? Masih besar kemungkinannya untuk ditemukan. Kalau sekarang, apa yang kamu harapkan?”

“Aku tahu dia di mana, Appa. Dia tinggal dengan ayah kandungnya dan istri ayah kandungnya.”

“Astaga, lihat anak kamu.” Tuan Kim melihat istrinya dengan tampang frustasi.

Nyonya Kim tidak menghiraukan suaminya, dia lebih fokus kepada anaknya dan bersikap santai, walaupun dalam hati dia ikut panik, tapi itu bukan solusi yang tepat, sudah cukup suami dan anaknya saja yang suka panikan. Cuma dia kok di rumah ini yang agak waras, ayah sama anak itu sama saja kelakuannya.

“Mereka tinggal di Korea?”

Karina ngangguk, “iya.”

“Dari keluarga mana?”

“Dia pewaris dari keluarga pengusaha juga, anak tunggal. Marganya Jung.”

“Coba jelaskan kronologi kasus penculikan katamu tadi.”

“Intinya perempuan itu hanya pura-pura menjadi korban dan memalsukan semua bukti agar dia yang dinikahi pewaris Jung itu. Entah takdir atau dia sebenarnya tahu tentang aku, dari beberapa bayi yang lahir di jam berdekatan denganku waktu itu, bayiku yang dia ambil. Aku diam karena posisiku belum kuat waktu itu, aku ingin berhadapan dengannya jika dia sudah berada dibawah ku.” Jelas Karina menggebu-gebu.

“Tapi cucu Eomma diperlakukan dengan baik, kan?”

“Aku santai karena ayahnya sangat menyayanginya, Eomma. Tenang saja, mata-mata yang kukirim bekerja dengan baik selama ini. Yang masih aku bingungkan, kenapa perempuan itu tidak punya keinginan punya anak kandung, atau dia merasa selamanya dia akan baik-baik saja.”

“Keluarga Jung tidak ada kepikiran untuk tes DNA, kah?”

“Mungkin Jung terlalu percaya karena mereka sudah mengenal keluarga perempuan itu cukup lama. Ya, begitulah. Appa terbayang kan alurnya seperti apa?”

“Kalau menurut Appa sih mereka bodoh. Kamu bilang kecelakaan, berarti kalian sama-sama tidak sadarkan diri sampai pria itu ikut dibohongi juga? Sekelas orang seperti mereka bisa-bisanya mudah percaya.”

“Ya, mereka memang bodoh sekali.” Karina setuju dengan perkataan ayahnya.

“Jadi kamu punya rencana kapan mengambil cucu Eomma?”

“Aku tidak ingin buru-buru, sampai aku puas melihat dia ketakutan apa yang dia punya sekarang akan direnggut darinya. Enak saja mengambil hak orang, itu hak ku.”

“Eomma setuju, tapi jangan terlalu lama, takut nanti cucu Eomma sudah terlanjur sayang dengan perempuan itu. Ngomong-ngomong, siapa nama cucu Eomma?”

“Sunghoon, Jung Sunghoon.”

~•~

Guys, mohon doanya semoga aku selalu punya mood baik buat cerita ini.

Kemungkinan hanya sampai 20-30 bab saja.

Aku punya alasan sendiri kenapa Sunghoon jadi anak mereka di sini. Semua yang membuat aku semangat menulis bakal aku tarik.

Your Husband is The Father Of My Child.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang