CHAPTER O1 : MENGALAH.

12 1 0
                                    

2020

“Ugh, akhirnya selesai juga!” Farsya menghela napas lega, melemparkan pensilnya ke atas meja.  Ujian SBMPTN yang ditakutkannya akhirnya selesai. Matahari sore mulai merangkak naik, menerobos celah jendela kelas. Udara panas dan lembap khas musim kemarau terasa menyesakkan.

Farsya meraih botol minumnya, meneguk air dengan rakus. Rasanya seperti berabad-abad ia menahan haus. “Setahun gap year, dan aku cuma belajar seminggu sebelum ujian,” gumamnya, “Ini semua gara-gara Mama.”

Ingatannya melayang ke masa lalu, saat ia bersemangat menceritakan mimpinya menjadi Psikiater kepada Mama. Mama awalnya mendukung. “Mama percaya kamu bisa, Sayang,”  kata Mama dengan senyum hangat. Namun, seiring berjalannya waktu, Mama berubah pikiran.

Flashback.

“Mama nggak yakin kamu bisa, Sayang. Kamu terlalu santai. Dan Mama juga nggak punya cukup uang untuk biaya kuliah kamu di jurusan Psikiater.” Mama berkata dengan nada sedikit kecewa.

Farsya terdiam. Ia mencoba menjelaskan bahwa ia bisa belajar lebih giat lagi, dan akan mencari beasiswa. Namun, Mama tetap bergeming. “Mama nggak mau kamu kecewa lagi, Sayang. Lebih baik kamu masuk jurusan yang lebih mudah, seperti Akuntansi atau Manajemen. Nanti kamu bisa langsung kerja, dan bantu Mama.”

Farsya berusaha keras untuk meyakinkan Mama.  Ia bahkan rela menurunkan egonya, “Mama, kalau Psikiater nggak bisa, Psikolog aja ya? Aku janji bakalan belajar giat.”

Namun, Mama malah menggeleng. “Nggak, Sayang.  Mama udah ngobrol sama Kakak, dan dia bilang jurusan itu nggak menjanjikan. Lebih baik kamu masuk jurusan yang Mama sarankan.”

Farsya merasa hancur. Mimpi yang selama ini ia raih dengan susah payah, seolah-olah  dihancurkan begitu saja. Ia merasa terjebak dalam kekecewaan dan ketidakberdayaan.

“Mama, aku nggak mau masuk jurusan yang Mama pilih. Aku mau masuk jurusan yang aku suka!” Farsya berteriak, suaranya bergetar.

“Kamu harus nurut sama Mama, Sayang. Mama nggak mau kamu nyesel di kemudian hari.” Mama berkata dengan tegas.

Farsya terdiam, air matanya mengalir deras. Ia merasa  terkekang, terpaksa mengikuti keinginan Mama, padahal hatinya meronta-ronta ingin berjuang untuk mimpinya.

“Ya sudahlah, aku masuk Akuntansi aja,” Farsya berkata dengan suara lirih. Ia mengisi lembar jawaban SBMPTN tahun sebelumnya dengan asal-asalan.

“Aku nggak peduli lagi,” gumamnya dalam hati.

End Of Flashback.

Ketika mengetahui dirinya tidak lolos ke jurusan Akuntansi, Farsya merasa sedikit kecewa. Namun, ia berharap tahun ini, walaupun bukan sesuai keinginannya lagi, setidaknya dirinya masuk kedalam perguruan tinggi yang ia impikan.

“Semoga tahun ini aku bisa masuk, walaupun bukan ke jurusan yang aku inginkan,” Farsya berbisik, matanya menatap langit senja yang mulai meredup.

-SKIP-

Farsya menatap dengan tajam kearah laptopnya, jari-jarinya gemetar. Detak jantungnya berpacu kencang,  menunggu hasil pengumuman SBMPTN yang akan diumumkan pukul 14.00 WIB.

“Semoga aku lolos, aku mohon,”  Farsya berbisik, matanya terpejam erat.

Ia tak henti-hentinya mengecek ponselnya, menunggu notifikasi pengumuman. Seolah-olah waktu berjalan sangat lambat.

Akhirnya, notifikasi yang ditunggu-tunggu pun muncul. Farsya membuka notifikasi tersebut dengan jantung berdebar kencang.

“Selamat! Anda dinyatakan lolos SBMPTN 2020.”

Farsya terbelalak. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia membaca ulang notifikasi tersebut beberapa kali, baru kemudian ia bisa menerima kenyataan.

“Aku lolos! Aku lolos!” Farsya berteriak, suaranya bergetar karena kegembiraan.

Ia langsung menghubungi Mama dan Papa untuk menceritakan kabar gembira tersebut. Mama dan Papa  terkejut, lalu bersukacita.

“Alhamdulillah, Sayang. Mama bangga sama kamu,” kata Mama dengan suara bergetar.

“Kamu hebat, Sayang. Papa bangga sama kamu,” kata Papa dengan senyum lebar.

Farsya merasa bahagia. Ia akhirnya bisa mewujudkan mimpinya untuk kuliah di perguruan tinggi yang ia inginkan.

Namun, kebahagiaan Farsya  terusik ketika ia  mendapat kabar bahwa  ia juga  lolos  ujian  mandiri  di  Universitas  tersebut.

“Kok  bisa  lolos  sih?  Aku  kan  cuma  ngisi  asal-asalan  waktu  ujian  mandiri,”  gumam  Farsya  bingung.

Ternyata,  Farsya  juga  telah  mencoba  ujian  mandiri  sebelumnya.  Ia  menyertakan  jurusan  Teknik  Sipil  sebagai  pilihannya,  karena  niatnya  untuk  berkuliah  sangat  kuat.

“Sial  atau  untung  ya  ini?”  Farsya  bergumam  sambil  menatap  dua  notifikasi  pengumuman  yang  berada pada layar laptopnya.

Farsya  bingung.  Ia  harus  memilih  antara  dua  jurusan  yang  berbeda  dan  keduanya  memiliki  keunggulan  masing-masing.

Setelah  mempertimbangkan  semua  faktor,  termasuk  jumlah  UKT,  Farsya  akhirnya  memutuskan  untuk  memilih  Teknik  Elektro.

“Ya  sudahlah,  aku  pilih  Teknik  Elektro  aja,”  Farsya  berkata  dengan  senyum  tipis.

Namun,  di  balik  senyum  tipisnya,  Farsya  merasa  sedih.  Ia  tahu  bahwa  ia  tidak  memilih  jurusan  yang  benar-benar  ia  inginkan.

“Aku  harus  berjuang  untuk  menyukai  jurusan  ini,”  Farsya  berkata  dalam  hati.

Ia  berharap  bisa  menemukan  kebahagiaan  dan  kepuasan  dalam  menjalani  perkuliahan  di  jurusan  Teknik  Elektro.

Kisahku #1; Alya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang