Bab 2

1.2K 131 44
                                    

Rafa memandang sebuah rumah mewah di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mengingat semua kenangan yang telah terjadi di dalam rumah itu membuka kembali luka lamanya yang mati-matian ia coba tutupi.

Ketika sudah berada di dalam rumah tersebut, dirinya langsung disambut dengan seorang pria yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Arlingga Melviano, pria itu tersenyum hangat ke arah putranya sembari menyuruhnya untuk duduk.

"Kenapa Ayah minta aku datang ke sini?" tanya Rafa seraya mendudukan dirinya di sofa.

"Bagaimana kabarmu?" Tak menjawab, Arlingga balik bertanya untuk mengalihkan topik.

"Aku baik," jawab Rafa seadanya.

Arlingga hanya mengangguk saja. Jujur ia menyesali perbuatannya yang terlalu sibuk bekerja, sehingga membuat dirinya mengabaikan tumbuh kembang putra semata wayangnya itu. Tak mengherankan jika pertemuan ayah dan anak ini terasa canggung baginya.

Perhatian Rafa teralihkan ketika melihat seorang wanita yang sedang menuruni tangga dan berjalan mendekat. Wanita dengan dress hitam selutut itu berjalan dengan percaya diri sembari mengangkat dagunya tinggi.

"Oh lihat siapa yang datang ... Rafael Melviano, atau harus saya panggil anak tiri?" ujar wanita itu dengan senyum merendahkan. Ia bahkan tak takut saat mengeluarkan kalimat tersebut di dekat Arlingga.

Rafa sedikit menundukkan kepala untuk memberi salam. "Siang tante."

Wanita itu membuang pandangan ke samping lalu berdecih.

'Bahkan dia masih memanggilku dengan sebutan tante,' batinnya.

"Sudah, sudah. Theyya, kemari dan duduklah," titah Arlingga.

Rafa mengamati tingkah ibu tirinya yang terkesan tidak menyukai kehadirannya. Walaupun begitu, ia tidak mempermasalahkan, toh tujuannya kemari hanya untuk bertemu dengan ayahnya.

"Jadi, kenapa Ayah minta aku datang ke sini?" tanya Rafa untuk yang kedua kalinya.

Arlingga diam sejenak sebelum akhirnya berdehem singkat. "Ayah mau kamu tinggal lagi di sini, kamu mau, 'kan?"

Dari ekspresi wajahnya dapat dilihat jika Arlingga mengharapkan jawaban 'ya'. Namun, harapannya seketika sirna saat Rafa langsung menolak tawaran itu.

"Rafa gak mau, Yah. Rafa mau tinggal sendiri aja, lagi pula udah ada tante Theyya juga, jadi Ayah gak akan ngerasa kesepian lagi."

Bukan tanpa alasan Rafa menolak keinginan Arlingga, karena memang ia tidak ingin mengganggu kebahagiaan keluarga baru ayahnya. Lebih baik ia tinggal sendiri daripada harus menjadi perusak di kehidupan baru ayah dan ibu tirinya, terlebih lagi sedari awal Theyya memang tidak menyukainya.

Jika kalian bertanya ke mana ibu kandung Rafa? Maka dia akan menjawab dengan jujur bahwa ia tidak mengetahui di mana ibu kandungnya berada.

Kedua orang tuanya bercerai saat Rafa masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Alasan perceraian itu karena ketidakcocokan antara keduanya. Ayah dan ibunya tidak benar-benar saling mencintai, kerena memang dulunya mereka dijodohkan, jadi sulit bagi keduanya untuk saling menumbuhkan rasa cinta satu sama lain.

Semenjak perceraian itu, Rafa hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Sedangkan ibunya telah pergi entah ke mana, tak ada kabar dan tidak pernah membalas satu pun pesan yang selalu Rafa kirimkan untuknya.

Setelah perpisahan orang tuanya juga, rasa senang dan sedih memenuhi hatinya. Di satu sisi Rafa merasa bebas karena sudah tidak lagi mendengar pertengkaran yang sudah ia saksikan sedari kecil, tetapi di sisi lain rasa sedih dan kecewa juga bersarang di hati dan pikirannya. Merasa bahwa dunia tidak adil untuknya.

Hingga di suatu waktu Rafa memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah rumah sederhana yang memang diberikan Arlingga untuknya. Pada awalnya ayah satu anak itu tidak mengizinkan, tetapi Rafa terus membujuk sang ayah hingga membuat pria itu dengan berat hati pun memperbolehkan.

"Bagus deh kamu nolak, saya gak bisa bayangin kalau kamu tinggal di sini. Pasti merepotkan," tutur Theyya, menyatakan secara terang-terangan ketidaksukaanya terhadap Rafa.

"Theyya—"

"Udah gapapa, Yah." Sebelum Arlingga menegur istrinya, Rafa lebih dulu menginterupsi agar tidak terjadi pertengkaran yang tidak diinginkan.

Seharusnya ia sadar, jika kedatangannya ke sini hanya akan mendatangkan pertengkaran.

Seharusnya ia sadar, jika sedari awal di rumah yang menyimpan kenangan penuh luka ini tidak pernah menerimanya.

Dan seharusnya Rafa sadar akan semua hal itu sedari awal.

Tak terasa, setelah perbincangan yang menguras energi, Rafa memutuskan untuk pulang. Dengan langkah gontai ia menelusuri jalan di sore itu, hingga langkah kakinya membawanya sampai di persimpangan jalan.

Ekspresi wajahnya seketika berubah menjadi lebih bersemangat ketika netranya mendapati sosok laki-laki tampan yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.

Rafa mempercepat langkahnya dengan berlari kecil menuju laki-laki itu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum manis, dan begitu pula dengan orang di hadapannya saat ini.

Rafa memejamkan mata ketika merasakan usapan lembut di kepalanya. El, laki-laki itu mengacak gemas surai Rafa.

Dengan masih menggunakan seragam sekolah dan ransel yang terdapat gantungan boneka beruang berukuran kecil, serta tingginya yang hanya sedagu El, membuat Rafa terlihat seperti seorang anak kecil.

"Kenapa baru pulang?" tanya El dengan lembut.

"Tadi aku ke rumah ayah dulu. Kamu nunggu lama, ya?"

El menggelengkan kepala. "Nggak, udah ayo kita pulang."

Rafa mengangguk semangat, kemudian meraih tangan El untuk ia gandeng.

Sebenarnya Rafa tidak benar-benar tinggal sendiri, karena beberapa tahun setelah perceraian kedua orang tuanya, pemuda itu memutuskan untuk tinggal berdua bersama dengan El yang merupakan teman masa kecilnya.

Dirinya dan El sudah sangat dekat, keduanya juga sudah seperti saudara. Namun, jauh di lubuk hati Rafa, dirinya sudah sejak lama memendam rasa pada laki-laki yang ia kagumi itu.

Gemerisik dedaunan yang terkena hembusan angin di sore itu menemani perjalanan keduanya, membawa rasa kedamaian sebelum badai menerjang.

Sebuah badai yang akan mengubah semua yang dirinya rasakan.





TBC





_
_
_

Mata Kembar Buta [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang