Rafa menelisik seisi kantin yang ramai. Ia bingung harus duduk di mana, sebab sebagian besar meja dan kursi sudah terisi.
Hingga secara tiba-tiba seseorang mengambil piring berisi roti bakar yang tengah Rafa pegang. Ia lekas menoleh ke arah pelaku. Senyumnya seketika mengembangkan saat melihat Ezra yang ada di sampingnya. Pemuda itu balik tersenyum lembut, meraih lengan Rafa lalu mulai membawanya berjalan.
"Kita gabung sama yang lain ya. Mereka udah nunggu," ucap Ezra yang langsung diangguki sang empu.
Keduanya sampai di salah satu meja pojok yang ada di kantin. Di sana juga ada Raka, Noah, dan Sandi yang sedang asyik memakan makan siangnya.
Rafa dan Ezra mendudukkan diri mereka di kursi panjang itu dan bergabung dengan teman-temannya.
Ketika sedang memandang para pemuda itu, secara tak sengaja netra Rafa bertemu dengan manik tajam Noah. Ia menyadari ada kilatan tak suka yang pemuda itu pancarkan lewat mata elangnya.
Rafa meyakini Noah tak beranjak pergi saat ia bergabung karena ada Raka di sini, jadi tak mungkin pemuda itu sanggup berjauhan dari Raka.
"Keknya enak tuh roti," celetuk Raka dengan mata yang berbinar menatap sepiring roti bakar dengan selai cokelat di dalamnya.
Rafa beralih melihat makanannya, ia menggeser piring itu ke arah Raka. "Nih, buat kamu."
"Eh, gak usah bjir. Nanti gue beli sendiri aja," tolak Raka, "udah lu makan aja, Raf," sambungnya
"Gapapa nanti aku bisa pesen makanan yang lain kok."
"Gak, gak. Udah makan, nanti gue beli sendiri." Raka meletakkan pirinh itu di depan Rafa.
"Daripada gak dimakan mending buat gue aja dah," usul Sandi. Ia hendak mengambil makanan itu tetapi tangannya lebih dulu ditepis oleh Raka.
"Itu makanan lu udah banyak banget, San. Yang bener aja masih mau makanan orang!" Raka menatap Sandi tajam, sedangkan yang ditatap hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Apa yang diucapkan Raka memang benar, sebab Sandi memesan banyak makanan seperti cilok, kentang goreng, dan beberapa gorengan lain yang entah akan habis atau tidak.
Mereka kembali fokus pada makanan masing-masing. Namun, tidak dengan Raka, entah mengapa ia menjadi tak selera makan sekarang. Dirinya menyesal karena tidak memesan roti bakar saja tadi. Melihat Rafa yang makan makanan itu dengan lahap membuatnya ingin juga.
Ingin beranjak ke penjualnya tetapi ketika melihat antrean di sana sangat ramai berhasil membuat Raka mengurungkan niatnya.
Tanpa sadar tingkah Raka sedari tadi tak luput dari pengelihatan Noah. Ia segera bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke stand makanan yang Raka inginkan, meninggalkan pandangan aneh dari teman-temannya, sebab Noah tak bilang ingin ke mana dan langsung pergi begitu saja.
Noah menerobos antrean yang lumayan panjang hingga mendapat tatapan tak suka dari para siswa di sana.
"Bu, roti bakarnya satu ya. Sekarang," ujar Noah, menekankan nada bicaranya di kata terakhir.
"Ngantrilah, main nyerobot aja," protes salah satu pemuda yang terlihat kesal karena sudah lumayan lama menunggu tetapi malah disalip oleh Noah dengan mudahnya
"Gak suka?" tanya Noah menantang.
"Iyalah, lagian mentang-mentang cucu pemilik sekolah jadi seenak jidat gunain kuasa buat hal kayak gini."
"Mangkanya punya kuasa juga, biar antrian lo gak diserobot sama orang yang punya kuasa kek gue," sarkas Noah lalu beranjak pergi begitu pesanannya sudah selesai dibuat.
"Anying, anying. Mau gue lawan tapi nanti malah panjang urusannya."
Noah kembali ke mejanya, ia tertegun sesaat begitu melihat ada Niel dan Anara yang bergabung dengan teman-temannya.
Noah melirik Niel yang juga balik melihatnya. Kali ini tatapan yang dilayangkan gadis itu tidak seperti sebelumnya. Tidak ada lagi tatapan sinis dan tak suka, tetapi digantikan dengan tatapan yang terkesan biasa saja dan begitu pun dengan Anara.
Noah duduk di samping Raka lalu menyodorkan piring berisi roti bakar, yang mana hal tersebut langsung disambut hangat oleh Raka. Ia terlihat sangat senang dan langsung menyantapnya detik itu juga.
"Kamsahamnida," seru Raka dengan mulut yang masih sibuk mengunyah. Ia sudah tidak heran lagi jika Noah mengerti apa yang ia inginkan, pemuda itu sangat peka terhadapnya.
Noah terkekeh, ia mengulurkan tangannya untuk mengusak surai Raka gemas.
Niel yang menyaksikan hal itu merasa ada yang aneh dalam dirinya. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa bersalah ketika melihat Noah. Niel sedikit menyesal karena sudah memaki-maki Noah beberapa waktu lalu.
Ia sadar jika perbuatan dan perkataannya keluar secara spontan. Ada rasa marah dan sedih yang menguasainya saat melihat seorang murid dirisak, karena hal itu mengingatkannya pada masa lalu Anara yang dulu juga menjadi korban perisakan di sekolah lamanya.
Dan mungkin karena tak ingin orang lain diperlakukan seperti Anara saat itu, akhirnya Niel angkat tangan dan mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya.
Suasana di meja mereka menjadi sangat hening, semuanya memilih fokus pada makanannya masing-masing, kecuali Niel dan Anara.
"Um ... guys, gapapa gue sama Niel makan di sini? Soalnya meja lain udah pada penuh," tutur Anara yang merasa tak enak karena harus bergabung dengan kelima pemuda itu akibat meja kantin yang sudah banyak terisi.
Sebenarnya yang meminta dirinya dan Niel untuk duduk di sana tak lain adalah Rafa, sebab pemuda itu melihat ia dan Niel yang kebingungan mencari tempat.
"Iya, gapapa kok. Kalian bisa gabung sama kami kapan aja," balas Rafa yang diangguki semuanya kecuali Noah, pemuda itu memilih untuk abai.
Setelah mendapat balasan seperti itu senyum Anara langsung mengembang. Ia segera melahap nasi gorengnya dan disusul dengan Niel yang melakukan hal yang sama.
TBC
_
_
_

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Kembar Buta [BxB] ✔
Ficción General⚠️BxB Rafael Melviano, seorang pemuda biasa yang selalu mendapat perundungan dari teman sekelasnya. Entah dosa apa yang telah ia perbuat hingga pantas mendapat luka berupa umpatan yang menyayat jiwa dan kekerasan fisik yang menghunus raga. Meski bat...