II: Gusteau Bersaudara

480 35 0
                                    

{reginnaginna's Note}

HAIIII! Oke, saya tahu kalau ini cerita sudah terlalu lama nggak diupdate. Bukan karena ceritanya belum selesai, tapi karena saya kelupaan. Maaf dan selamat membaca!

Instagram dan Twitter: reginnaginna

*

"Putri Camilla!"

Cami memutar matanya saat mendengar suara yang sangat tak ingin didengarnya saat ini memanggilnya.

"Iya, Ibu?" tanya Cami yang kini telah menghadap ibunya dan merubah air mukanya.

"Camilla Coral Middlemore, tidakkah putriku ini mendengar kalau ibunya memanggil agar putri kesayangan ibu datang ke ruangan ayahnya?" balas Kornelia, ibu Cami, dengan senyum manisnya dan suaranya yang masih terdengar sangat tegas.

"Aku harus me--"

"Oh, apa yang kira-kira putriku lakukan sampai-sampai aku harus mendatanginya sendiri hanya untuk memanggilnya?" potong Heather berpura-pura tak mendengar Cami dan melambaikan jarinya, mengisyaratkan Cami untuk ikut keluar bersamanya sebelum akhirnya ia melangkah keluar dari kamar Cami.

Sekali lagi Cami memutar kedua matanya. Dengan berat hati akhirnya Cami beranjak dari atas kasurnya. Cami selalu benci ruangan ayahnya. Setiap kali ia diminta untuk menemui ayahnya di ruang kerja pasti ada hal menyebalkan yang akan dibahas oleh ayahnya, entah itu masalah tentang pelajaran-pelajarannya atau masalah perjodohan yang tampaknya sedang jadi gosip hangat di Pavellshire.

Tanpa perlu diminta, pengawal yang berjaga di depan ruangan Raja Ferguson langsung membukakan pintu untuk Kornelia dan Cami. Sebelum masuk, Cami menyempatkan diri membalas senyuman Jasper, pengawal baru di istananya. Mereka bilang Jasper adalah satu-satunya pemuda di Pavellshire yang memiliki senyum termanis. Dan oh, benar saja, senyumnya memang manis. Tapi, tentu saja senyum Jasper tidak bisa membuat Cami melupakan kekhawatirannya akan alasan mengapa ayahnya yang terlampau sibuk mengurus negaranya ingin bertemu dengan puterinya.

"Siang ini kita harus pergi ke Alveston dan menemui Keluarga Gusteau," tutur Ferguson tanpa memerdulikan pintu ruangannya yang belum tertutup.

"Selamat pagi juga, Ayah," sapa Cami sarkastis.

Kornelia meneguk teh hangatnya berusaha mengabaikan ketegangan antara suami dan puterinya. Di saat-saat seperti ini apa lagi yang lebih menenangkan dari secangkir teh herba hangat?

"Ada yang keberatan?" tanya Ferguson.

Cami mendengus kesal. Meskipun ada yang keberatan pun ayahnya tidak akan peduli. Ia tidak bertanya seperti itu untuk mempertimbangkan pendapat orang lain, tapi untuk memaksa siapapun yang berbeda pendapatnya menjadi sependapat dengannya. Raja dan sifat pemaksanya.

"Tidakkah ibu keberatan putri bungsu ibu harus dijodohkan di umur yang masih sangat muda?"

"Kau sudah delapan belas tahun." Kornelia menggeleng pelan. "Bahkan dulu ibu dijodohkan dengan ayahmu saat ibu masih tujuh belas tahun."

"Dan ibu ingin hal yang mengerikan itu terulang kembali pada putrimu?"

"Jaga bicaramu, Camilla," tegur Kornelia.

"Tapi, itu bukan alasan untuk menjodohkanku dengan paksa!"

"Ini bukan paksaan semata, Camilla. Ayah dan ibumu melakukan ini untuk kebaikanmu," ujar Ferguson.

Cami berdiri dengan kedua tangannya terkepal di samping. "Kebaikan. Kebaikan apa? Hah?"

"Camilla Coral Middlemore, duduk," perintah Ferguson. "Sekarang."

CROWNED  {formerly Topaz's Valley}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang