Terlihat sebuah palet cat sudah terisi oleh banyaknya warna yang ada di sana. Seorang pria dengan memakai kemeja berwarna biru muda dengan bagian kedua lengannya yang dilipat ke atas, tengah duduk tepat di depan sebuah kanvas yang sedang ia geluti. Kemeja yang ia kenakan itu tertutup oleh sebuah celemek berwarna coklat muda, yang sudah dipenuhi oleh warna-warna cat yang kian mengering.
Kedua tangannya yang sibuk kesana dan kemari, meninggalkan jejak warna pada kanvas putih itu. Seorang gadis kecil mengenakan sebuah baju pendek berwarna putih, yang dibalut oleh baju overall jeans yang menjadi pemanis dalam tampilan gadis kecil itu. Rambutnya yang panjang itu terlihat terbelah dua menjadi sebuah ikatan kepang kanan dan kiri. Gadis kecil itu tengah memegang sebuah kincir angin kecil, yang menjadi mainannya kala itu.
Terlihat, senyuman manis tercetak pada wajah tampan pria yang sudah menyelesaikan lukisannya itu. Lesung pipinya yang semakin membuatnya terlihat manis, membuat siapapun akan tersipu oleh senyumannya. Matanya yang kian mengecil karena tersenyum itu pun, tetap setia menatap hasil dari lukisannya kali ini. "Sempurna." Itu lah kata yang keluar dari bibir manisnya.
Senyuman itu kian meredup, kala ia mengingat kembali apa yang tengah ia rasakan kini. "Apa semua itu benar adanya?" Dylan bergumam, bersamaan dengan pikirannya yang terus mengganggu di setiap aktivitasnya.
"Dylan?" Seorang pria yang terlihat sudah berumur menghampiri Dylan. Dirinya melangkahkan kaki, kala melihat sosok yang ia cari tengah duduk melamun tak mendengar sahutan nya itu.
"Dylan?" Kini, pria itu memegang bahu kiri Dylan yang berhasil membuat sang empunya terkejut, dan menatap sosok yang menariknya kembali pada dunia nyata.
"Ayah? Ada apa, Yah?" Dylan tersenyum, dengan menanyakan maksud dan tujuan Ayahnya itu menghampirinya.
"Apa melukisnya sudah selesai?" Bukannya menjawab pertanyaan Dylan, Ayah justru balik bertanya dengan matanya yang melirik pada hasil lukisan anaknya itu.
"Sudah, Yah. Apa Ayah perlu bantuan?" Dylan berdiri dan melepaskan celemek nya.
"Tolong bantu Ayah pergi ke Panti Asuhan Lunar Purnima yang ada di desa sebelah itu, untuk mengirimkan ikan-ikan yang tadi pagi Ayah tangkap. Ayah tidak bisa mengirimkannya, karena kaki Ayah tadi sempat keram."
"Iya, Yah. Dylan antar ikan-ikan itu sekarang." Dylan pun segera pergi meninggalkan Ayahnya itu, menuju halaman depan rumahnya untuk mengambil ikan-ikan yang hendak ia antar.
Dylan segera mengangkat beberapa box berisi ikan, ke dalam sebuah mobil pick up yang akan ia gunakan untuk mengirim ikan-ikan tersebut.
"Nak Dylan, sore-sore begini mau ke mana? Sebentar lagi hujan bakal turun, loh! Langitnya aja sudah gelap gini." Salah satu ibu-ibu yang sedang berjalan melewati rumah Dylan itu menyapanya.
Dylan lantas menatap ke arah langit, yang benar saja bahwa langit sudah kian menggelap. Dylan tersenyum pada kedua ibu-ibu yang menyapanya itu, "Dylan mau antar ikan ini Bu, ke Panti yang ada di desa sebelah. Kasihan kalo Dylan gak antar hari ini, nanti mereka semua makan apa nanti malam," jawab Dylan.
"Ooh begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan, ya, Nak Dylan." Ibu-ibu itu pun lantas pergi dari hadapan Dylan, setelah Dylan tersenyum kepada mereka.
Dylan segera menyelesaikan pekerjaannya, dan mulai mengemudikan mobil tersebut untuk pergi menuju Panti Asuhan.
"Siapa sebenarnya gadis kecil itu? Mengapa aku terus mengingatnya hingga kini? Apakah aku pernah bertemu dengannya?" Dylan terus mengemudikan mobil dengan pikirannya yang melayang-layang entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story Rain In The Night Sea
FantasíaMerdunya suara melodi rintik hujan, serta harumnya aroma tanah saat hujan itu turun, memberikan suatu ketenangan tersendiri bagi Lavanya Varsha. Dia adalah seorang gadis cantik yang tinggal di sebuah desa kecil bernama Desa Shitalam Vanam, yang jauh...