23. Pernikahan

686 133 23
                                    

Pernikahan itu harusnya di dasari dengan cinta. Kunci utama terjadinya moment sakral yang tidak bisa di ganggu gugat. Namun, ada beberapa kasus pernikahan hanyalah objek untuk mencapai sesuatu.

Kini, Nahla sudah duduk di balik kursi rias. Mempercayakan seseorang untuk menghias wajahnya agar tampil cantik dalam ikatan janji suci. Gaun putih sudah membungkus tubuhnya. Nahla menatap dirinya di cermin sekali lagi, pernikahan bersama Regan memang impiannya, tapi itu dulu. Sebelum keadaan berubah.

"Nahla," panggil Zara menghampiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nahla," panggil Zara menghampiri. Menatap penuh kasih sayang. "Dari awal tante sudah menduga jika Regan akan menikah sama kamu."

Nahla hanya memberikan senyuman. Tidak tahu harus berkata apa. Begitu tiba di Bali, Tante Zara memjemputnya di bandara. Wanita itu tidak henti-hentinya mengucap syukur saat Regan memberitahu jika calon pengantinya berubah menjadi Nahla. Mungkin ini alasan Regan sangat memohon padanya, karena Zara sebaik itu pada Nahla.

Menunggu waktu menuju altar. Nahla berdiri seorang diri di tengah ruang pengantin dengan cermin yang memantulkan seluruh tubuhnya. Di balik gaun putih lengan panjang. Rambutnya di sanggul setengah dengan mahkota kecil di atasnya. Bucket bunga di tangan kirinya. Nahla menarik dan menghembuskan nafasnya berulang kali.

Pintu ruangan terdorong ke belakang. Seseorang muncul di sana dengan balutan jas putih. Tampan seperti biasa. Nahla menatapnya dari pantulan cermin, pria itu berjalan mendekat dan berdiri di belakangnya.

"Cantik." Regan menyentuh kepala Nahla.

Nahla menyingkirkan tangan Regan. Ia duduk di sofa panjang. "Lo yakin?" tanya Nahla terakhir kali. "Gue nggak masalah kalau Aruna berubah pikiran."

Regan mendekat, ia berjongkok di hadapan Nahla. Memakaikan high heels di kaki Nahla. "Meskipun dia berubah pikiran, pernikahan ini nggak akan bisa di batalkan."

"Kenapa? Lo kan cintanya sama dia?" 

"Dari mana lo lihat cinta dalam diri seseorang?" Regan mengangkat wajahnya. "Kalau iya, gimana dengan rasa gue ke lo?"

"Adik. Lo anggap gue adik."

Regan berdiri menatap Nahla. Memasukkan ke dua tangannya ke saku celana. "Terus? Lo mau gue anggap adik seterusnya? Emang ada kakak adik ciuman?" tanyanya seolah ciuman antara dirinya dan Nahla adalah hal bisa.

Mata Nahla terbuka lebar. "Yang kemarin itu di luar kontrol. Dan lo melanggar perjanjian."

"Perjanjian kita di mulai setelah sah jadi suami istri. Dan juga nggak memungkiri rasa itu ada, kemudian hilang dan tidak bisa diprediksi rasa itu bisa kembali lagi. Lagi pula emang penting rasa dalam pernikahan kita yang di dasari perjanjian?"

Nahla berdiri menatap tajam Regan. Kenapa ia selalu kalah saat beradu argumen.

Regan menarik Nahla kepelukkan. "Maksud gue, kita nikmati aja jalannya, Na. Kalau capek berhenti sebentar."

Regan & NahlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang