Clara Ayu Pramita Santoso, gadis berusia tujuh belas tahun yang menempuh pendidikan di SMA Citra Bakti, adalah seorang pelajar kelas dua belas yang dikenal ramah, ceria, pintar, aktif, dan pemberani. Sosoknya begitu memikat; dengan kulitnya yang hitam manis, tinggi 159 cm, dan berat badan 48 kg. Clara memiliki hidung yang mancung, mata sipit, serta rambut tebal dan sedikit bergelombang yang panjangnya sebahu. Kecantikan Clara terasa segar dan unik, seakan tidak pernah membosankan untuk dipandang. Bukan hanya wajahnya yang menarik, Clara juga adalah seorang atlet karate yang aktif. Latihan karate diperolehnya dari ekstrakurikuler sekolah dan perguruan karate "Cakra Sakti."
Bakat Clara tidak datang begitu saja; ia mewarisi kemampuan bela diri dari ayahnya, Budi Santoso, seorang polisi berusia lima puluh dua tahun yang menjabat sebagai Kepala Satuan Pengendalian Massa di Polda. Budi adalah atlet karate dengan sabuk hitam tingkat lima, dan hanya tinggal tiga tahun lagi menuju masa pensiunnya. Selain pelatihan dari ayahnya, Clara juga menerima pelatihan intensif dari kakaknya, Dira Fadli Prasetyo Santoso. Saat itu, Dira baru berusia dua puluh dua tahun dan sedang menempuh semester lima di perguruan tinggi.
Clara adalah sosok yang disegani di sekolahnya. Banyak yang takut padanya karena ketegasannya, namun di sisi lain, banyak pula yang menyukainya. Clara adalah bendahara di kelasnya, dan perannya itu membuat teman-teman sekelasnya tidak pernah berani menunggak uang kas. Jika ada yang terlambat membayar, Clara tidak akan segan-segan untuk menagih sampai tuntas. Meski terlihat tegas, Clara juga memiliki sisi baik hati. Ia tidak ragu untuk membantu teman-teman yang kesulitan, membuat namanya harum di sekolah.
Sementara itu, di kelas yang sama, ada Arista Damar Prasetya. Seperti Clara, Arista juga berusia tujuh belas tahun. Ia memiliki kulit putih, hidung mancung, mata belo, bibir tipis, dan tubuh yang proporsional dengan tinggi 161 cm dan berat 50 kg. Kecantikan Arista sempurna, namun kepribadiannya sangat berbeda dari Clara. Arista adalah gadis yang pendiam, dingin, dan jarang bicara. Interaksinya dengan Clara hanya sebatas pembayaran uang kas. Arista tinggal bersama kakaknya, Arka Damar Prasetya, yang juga berusia dua puluh dua tahun. Sejak kedua orang tua mereka meninggal ketika Arka berusia lima belas tahun dan Arista sepuluh tahun, mereka hidup hanya berdua.
Arista sebenarnya juga menguasai bela diri. Ia mendapatkan pelatihan tinju khusus dari Arka, serta latihan dari tempatnya berlatih, “Galang Boxing Club.” Untuk usianya, Arista sudah mencapai tingkatan "Amateur Gold" dalam dunia tinju. Namun, ia memilih untuk tidak menonjolkan diri. Semenjak kematian orang tuanya, Arista lebih banyak menutup diri dan hidup dalam ketenangan. Kecantikan dan sifat misteriusnya membuat banyak siswi lain iri padanya. Namun, Arista tidak pernah ambil pusing dengan itu semua.
Hari itu adalah awal segalanya berubah. Sore menjelang jam pulang sekolah, Arista berdiri di gerbang sekolah menunggu Arka yang terlambat menjemputnya. Ketika sedang asyik menatap layar ponsel, tiba-tiba seseorang menariknya ke dalam gang kecil di belakang sekolah. Arista terperanjat. Sekelompok geng wanita yang sering mengganggunya kini berdiri di hadapannya. Mereka juga membawa beberapa kakak kelas pria yang dikenal berandalan.
“Apa masalah kalian?” tanya Arista dengan suara datar.
“Kamu pikir kamu siapa menolak ketua OSIS pagi tadi? Sok kecantikan!” salah satu dari mereka berteriak sambil menuding wajah Arista. Arista hanya menatapnya dingin tanpa berkata apa-apa. Saat salah satu dari mereka hendak menampar Arista, tiba-tiba, gadis itu terjatuh ke tanah setelah menerima tendangan keras dari belakang.
“Cih! Mainnya keroyokan, ya? Mana bawa-bawa cecunguk ini lagi!” Clara muncul dengan senyum tengil. Tatapannya tajam menantang kelompok geng tersebut. Para wanita di depan Arista segera mundur dengan wajah ketakutan. Mereka tahu reputasi Clara sebagai atlet karate di sekolah. Namun, kakak-kakak kelas pria yang mereka bawa tidak terima dengan hinaan Clara.
“Berani juga, ya! Apa cewek barbar ini bisa melawan kami?” salah satu pria mendengus marah sambil merenggangkan otot-otot lengannya.
Clara mengangkat alis, lalu mendengus sambil tersenyum tengil. “Ayo, maju satu-satu. Aku cukup butuh lima menit buat beresin kalian,” ujarnya sambil melipat lengan ke depan dada.
Tanpa basa-basi, salah satu pria maju menyerang. Clara dengan sigap menangkis dan melancarkan tendangan mae geri (tendangan depan) ke perut pria itu, membuatnya terhuyung mundur. Pria lain datang melancarkan pukulan, namun Clara dengan gesit memutar tubuh dan melakukan uraken (pukulan balik) tepat ke wajahnya. Satu per satu pria itu maju, namun Clara tidak kewalahan. Ia menggunakan berbagai teknik karate, seperti kizami tsuki (pukulan depan), ushiro geri (tendangan belakang), dan mawashi geri (tendangan melingkar) untuk melumpuhkan lawan-lawannya.
Saat pertarungan semakin sengit, salah satu pria mencoba menyerang Clara dari belakang. Arista, yang melihat itu, segera bergerak cepat. Ia melayangkan jab cross (pukulan cepat beruntun) ke wajah pria itu, membuatnya jatuh tersungkur.
“Wah, keren juga kamu!” seru Clara terkejut namun senang melihat Arista turun tangan.
Clara dan Arista kini berdiri bersebelahan, siap melawan sisa-sisa geng yang mencoba mengeroyok mereka. Clara melancarkan berbagai teknik karate seperti zuki waza (teknik pukulan) dan geri waza (teknik tendangan), sementara Arista dengan tenang melayangkan uppercut dan hook yang menghantam lawannya dengan telak. Dalam waktu singkat, para pria itu sudah babak belur dan tidak berdaya. Para wanita dan pria tersebut akhirnya berlari ketakutan meninggalkan Clara dan Arista di gang sempit itu.
Clara menghela napas panjang sambil tersenyum puas. “Hmm, ternyata kamu jago juga, ya. Padahal selama ini diam-diam saja,” ujarnya sambil menatap Arista yang berdiri dengan tenang.
Arista menatap Clara sejenak, lalu tersenyum tipis. Itu pertama kalinya Clara melihat Arista tersenyum, dan sejak saat itu, mereka menjadi sahabat. Clara sering menarik Arista untuk ikut bergabung dengan teman-temannya di kantin, dan meskipun Arista tidak banyak bicara, ia mulai sering tersenyum mendengar ocehan teman-temannya.
Hari-hari selanjutnya berubah bagi keduanya. Clara kini memiliki sahabat yang diam-diam mendukungnya, dan Arista mulai membuka diri sedikit demi sedikit. Mereka sering berlatih bersama di ruang olahraga, saling bertukar teknik bela diri antara karate dan tinju. Clara yang dulu hanya kenal Arista sebatas urusan uang kas, kini merasa bersyukur memiliki sahabat baru yang bisa diandalkan.
Hubungan mereka semakin erat. Bagi Clara, Arista adalah sosok yang tenang namun kuat. Sedangkan bagi Arista, Clara adalah cahaya baru yang membantunya keluar dari bayang-bayang kesepian. Mereka menemukan kesamaan dalam perbedaan, dan sejak saat itu, persahabatan mereka terus terjalin kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace of Love
RomanceClara Ayu Pramita Santoso, gadis yang ceria dan pemberani, dikenal sebagai "Sunny" di tempat kerjanya karena sifatnya yang seperti matahari. Dalam perjalanan hidupnya, Clara menemukan cinta sejatinya pada Arka Damar Prasetya, pria yang sudah mencint...