Takdir Menyapa

0 0 0
                                    

Lima tahun telah berlalu. Kini, Arka Damar Prasetya dan Dira Fadli Prasetyo Santoso sudah menginjak usia dua puluh tujuh tahun. Begitu pula dengan adik-adik mereka; Arista dan Clara yang kini berusia dua puluh dua tahun. Waktu berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam hidup mereka.

Dira kini telah menjadi seorang polisi dengan jabatan yang cukup tinggi untuk usianya. Setelah lulus dari Akademi Kepolisian, ia diangkat sebagai Kepala Satuan Reserse di kepolisian daerah, sebuah posisi bergengsi yang menunjukkan dedikasinya selama bertahun-tahun. Ayah Dira, Budi Santoso, sudah pensiun dari kepolisian dua tahun yang lalu, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Budi menikmati masa pensiunnya dengan tenang, sering berkebun di rumah dan menghabiskan waktu bersama cucunya.

Ya, Dira kini telah menikah dengan Fira Nabila Indah selama tiga tahun. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Alfan yang berusia dua tahun. Fira, yang masih lembut dan tenang seperti dulu, memilih menjadi seorang freelancer sebagai ilustrator dan desainer grafis. Kesibukan Dira sebagai polisi tidak mengurangi keharmonian keluarganya. Justru, Fira sering mengajak Alfan untuk menemani Dira di kantornya, membawa sedikit keceriaan di tengah hiruk-pikuk tugas kepolisian.

Arka juga mengalami banyak perubahan. Dengan latar belakang dan kecerdasannya di bidang Teknik Informatika, ia kini bekerja di sebuah perusahaan teknologi besar. Ia menjabat sebagai Wakil Direktur di divisinya, posisi tertinggi kedua yang menuntut kecermatan dan tanggung jawab besar. Arka dikenal di perusahaan sebagai sosok yang dingin, berwibawa, tegas, dan tidak banyak bicara. Namun, kecerdasannya tidak perlu diragukan. Ia mampu menyelesaikan masalah-masalah rumit dengan tenang dan tepat. Sejak pertemuan dengan Clara lima tahun lalu, Arka jarang terlibat interaksi langsung dengan gadis itu. Kesibukan dan keseriusan pekerjaan membuatnya sulit untuk menjalin komunikasi, meski suara ceria Clara masih sering terdengar di pikirannya.

Adiknya, Arista, juga telah menemukan jalan hidupnya. Setelah lulus dari jurusan Seni Rupa di universitas yang sama dengan Clara, ia kini menjadi seorang guru melukis di salah satu galeri seni terkenal di Indonesia. Pekerjaan ini cocok dengan kepribadiannya yang tenang dan introvert, memberi ruang untuk berkarya dalam sunyi. Kehidupan Arista pun tidak lagi sepi. Ia telah memiliki seorang kekasih bernama Raka Aditya, pria yang berusia sama dengan Arka dan Dira. Raka bekerja sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan multinasional. Sifatnya yang ceria dan penuh semangat sangat mirip dengan Clara, membuat Arista merasa nyaman dan diterima apa adanya.

Pertemuan mereka bermula di sebuah acara pameran seni yang diadakan oleh galeri tempat Arista bekerja. Raka, yang kebetulan menjadi salah satu tamu undangan, tertarik pada salah satu lukisan karya Arista. Saat mereka berbincang tentang lukisan itu, Arista merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Raka. Ketertarikannya pada seni dan kepribadiannya yang hangat perlahan mencuri hati Arista. Hubungan mereka berkembang dari percakapan sederhana hingga akhirnya berpacaran. Raka bahkan telah melamar Arista beberapa bulan yang lalu, dan mereka berencana untuk menikah pada akhir tahun ini.

Sebelum melamar, Raka dengan sopan mendatangi Arka untuk meminta izin berpacaran dengan adiknya. Arka, yang awalnya dikenal dingin, menatap Raka dengan tajam namun penuh pertimbangan. Setelah mendengar keseriusan Raka dan melihat niat tulusnya, Arka akhirnya memberikan restunya. Sekarang, Raka dan Arista telah bertunangan dan tengah mempersiapkan pernikahan mereka dengan penuh suka cita.

Di sisi lain, Clara kini mengikuti jejak kakaknya, Dira. Clara sempat menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di kampusnya, melanjutkan jejak Dira. Keberanian dan sifat cerianya membuatnya populer di kampus. Tidak hanya itu, Clara juga mulai mendalami bermain biola, sebuah hobi baru yang ia pelajari dari Fira, istri Dira. Clara bahkan sering tampil di berbagai acara kampus, menampilkan bakatnya yang semakin berkembang.

Kegiatan beladiri mereka juga tidak berhenti. Dira dan Clara masih aktif berlatih karate di perguruan "Cakra Sakti." Kini, Clara telah mencapai sabuk hitam tingkat tiga, sementara Dira dengan bangga memiliki sabuk hitam tingkat lima. Di sisi lain, Arka dan Arista tetap aktif di dunia boxing. Arka telah meraih sertifikasi pelatih tingkat nasional, sementara Arista juga telah mencapai tingkat "Amateur Platinum" yang membuatnya semakin percaya diri dalam berlaga.

Meskipun kehidupan mereka terpisah oleh kesibukan masing-masing, takdir tetap menyimpan kejutan untuk mereka. Hingga suatu hari, dalam sebuah rapat penting di perusahaan tempat Arka bekerja, takdir membawa Clara kembali ke hadapan Arka.

Hari itu, Arka sedang memimpin rapat divisi teknologi yang dipimpinnya. Sebagai Wakil Direktur, ia mengawasi berbagai proyek dan pengembangan teknologi perusahaan. Di ruang rapat, suasana serius dan tegang, seperti biasa. Arka duduk di ujung meja dengan kemeja putih yang lengan bajunya digulung rapi, menonjolkan tubuhnya yang semakin atletis. Ia mengenakan kacamata yang membuatnya terlihat lebih berwibawa dan dewasa.

"Sesuai dengan agenda, kita akan membahas restrukturisasi divisi dan perekrutan karyawan baru yang akan menggantikan posisi yang kosong," ucap Arka tegas. Para karyawan di ruangan mengangguk serius, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Saat itu, salah satu karyawan dari bagian HRD berbicara, "Baik, Pak Arka. Kami telah menyelesaikan proses seleksi, dan hari ini, karyawan baru tersebut akan diperkenalkan."

Arka mengangguk tanpa banyak bicara. Bagian HRD memang menangani seluruh proses perekrutan, sehingga ia tidak terlalu tahu siapa yang akan masuk ke divisinya. Pikirannya masih terfokus pada agenda rapat ketika pintu ruang rapat terbuka.

"Selamat pagi, semuanya!" Suara ceria itu menggema di dalam ruangan. Arka tersentak. Suara itu tidak asing. Ia memutar kepalanya dengan cepat dan terkejut saat mendapati siapa yang baru saja masuk.

Di depan pintu, berdiri Clara, kini tampak lebih dewasa namun tetap menunjukkan keceriaan yang khas. Rambut hitamnya kini lebih panjang dan diikat rapi, sementara ia mengenakan blus putih yang dipadukan dengan rok hitam. Senyumnya masih lebar seperti dulu, membuat suasana di ruang rapat yang awalnya tegang menjadi sedikit lebih santai.

Arka terdiam, tubuhnya terasa kaku. Matanya terpaku pada Clara yang dengan santai melambaikan tangan ke arahnya. "Hai, Kak Arka!" sapa Clara tanpa ragu, seolah-olah mereka sudah lama tidak bertemu. Semua karyawan di ruangan menatap mereka bergantian, terkejut dengan sikap ceria Clara yang berani menyapa langsung atasannya.

Arka hanya bisa mengangguk perlahan, mencoba menenangkan dirinya yang entah kenapa merasa berdebar tak karuan. "Selamat datang... Clara," jawabnya singkat, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Namun, hatinya tidak bisa bohong. Ada perasaan hangat dan nostalgia yang tiba-tiba menyeruak dari lubuk hatinya.

Clara yang tak kenal malu, malah tertawa kecil. "Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik, Kak," katanya sambil mengambil tempat duduk yang telah disediakan.

Rapat berjalan seperti biasa, namun fokus Arka tampaknya terganggu. Kehadiran Clara membuatnya harus menahan diri untuk tidak terus-menerus melirik ke arahnya. Hatinya yang dulu tertutup, mulai bergetar pelan, teringat kembali pada pertemuan mereka lima tahun lalu.

Dira yang mengenal Arka dengan baik mungkin akan menyadari perubahan ini, namun saat ini hanya Clara yang tampak begitu tenang dan percaya diri. Bagaimanapun, takdir sepertinya telah mengatur pertemuan ini dengan cara yang unik. Pertemuan yang mungkin menjadi awal dari perjalanan baru dalam hidup mereka.

Embrace of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang