"Gak ada kok, lo gak ada salah apapun, gue aja yang berlebihan."Celian menyuap kembali dessertnya. Rasanya manis, namun karena ia sedang berhadapan dengan Jerald, dessert pada kunyahannya terasa lebih hambar.
"Boleh dijelasin? Gue ngerasa ada yang salah disini, tapi gue juga pengen tau langsung dari lo."
Celian diam, menimang dengan seksama, haruskah ia berkata jujur atau pura-pura kebelet sakit perut? Tapi sepertinya lebih baik opsi pertama.
Jerald sudah hampir semester akhir, dan Celian tidak bisa terus bergerak dengan bayang-bayang Jerald. Semuanya harus selesai, minimal untuknya.
"Sebenernya gue suka sama lo, kak."
Jantung Jerald terasa berhenti berdetak beberapa saat, waktu disekitarnya seakan membeku dan dia merasa menjadi kecil, menyusut.
"Ya, tapi yaudah, sih, toh dilihat dari sisi manapun gak ada urgensi yang bikin hal ini penting, jadi yaudah. Terus ya alasan gue ilang... gak ada, sih, gue cuma ngerasa kita gak perlu ketemu, atau berhubungan, atau kenal. Kayak yaudah, emang kenapa kalau kita jadi stranger lagi? Bukan masalah besar juga." Celian meringis dalam hati, bohong! Semuanya bohong!
"Bohong." Celetuk Jerald tanpa bisa ia tahan. Ia ingin berbicara di dalam hati namun tanpa sadar mulutnya bersuara.
Dan detik itu juga Celian merasa tercekik. Mukanya memerah. Peluhnya turun tanpa sadar.
Ucapan Jerald hanya pernyataan. Mungkin, tidak terkesan menuduh, namun Celian merasa ditusuk dengan tepat.
"Haha.." Celian tertawa hambar. "Emang kalau bohong, kenapa? Terus kalau lo tau gue bohong, kenapa masih nanya? lo bahkan tau gue gak akan jujur."
"Lo beneran gak akan jujur?" Tanya Jerald memastikan.
"Gak penting juga kalau gue jujur."
"Penting!"
Jerald, memandang Celian dengan tegas. Matanya menyorot langsung, sorotan mata yang hilang, yang selalu Celian rindukan.
"Gue beneran mau tau, kenapa lo jauhin gue, Cel?! Dan ini penting! Gue harus tau.."
"Lo bilang lo tau ada yang salah tapi kok masih tanya, sih? Kalau lo tau ada yang salah harusnya lo tau penyebabnya dan gak perlu validasi ini ke gue kan? Gue muak tau gak!"
Jerald tidak pernah melihat Celian sekeras ini. Dulu Celian selalu menampilkan peran terbaiknya di depan Jerald.
"Gue tau ada yang salah sama gue bukan berarti gue tau penyebabnya. Bahkan dengan kita yang tiba-tiba kayak asing, orang awam pun pasti notice." Jerald berusaha menjelaskan maksudnya.
"Segitu pentingnya pandangan orang-orang buat lo?" Tanya Celian tak habis pikir.
"Bukan gitu... Arghhh!" Jerald tanpa sadar meninggikan suaranya, maksudnya bukan ituu... Namun ketika matanya menatap raut terkejut Celian, ia dengan sadar ikut terkejut.
"Sorry, maksud gue-"
"Jadi maksud lo, ini semua salah gue? Salah gue gitu, kalau gue suka sama lo? terus lo gak suka sama gue, dan gue tau lo gak suka sama gue, dan gue memutuskan buat hilang dari lo biar lo gak pura-pura baik sama gue, atau gak pura-pura enjoy jalan sama gue, atau gak pura-pura seneng kenal sama gue, atau gak pura-pura care atau kemungkinan pura-pura lainnya. Salah gue gitu? Bukannya gue udah baik hati, ya? dengan hilangnya gue, lo gak perlu akting jadi cowok baik-baik, sempurna dan humble, dan care dan semua persetanan itu?!"
Celian berdiri, berniat meninggalkan Jerald yang sedang terpaku.
"Obrolan kita udahan aja deh kak, lo lagi gak dalam keadaan baik untuk ngobrol ini sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
✎ᝰ໋᳝݊┊ Festival Kampus - Jaemle / Minle (End)
Fanfictionclassic love story of two college students ! bxb © kilavyall