𝐁𝐚𝐛 𝟐 ( 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐤𝐞𝐡𝐚𝐧𝐜𝐮𝐫𝐚𝐧 )

31 14 4
                                    

__𝐋𝐀𝐔𝐑𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐋𝐔𝐊𝐀 𝐍𝐘𝐀 __❤️‍🩹

__ 𝐇𝐚𝐢𝐢 𝐤𝐚𝐰𝐚𝐧" 𝐲𝐠 𝐦𝐚𝐧𝐢𝐞𝐳𝐳 😄 𝐀𝐥𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐡 𝐛𝐚𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐊𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 😁

_𝐀𝐤𝐮𝐧 𝐬𝐨𝐬𝐦𝐞𝐝 ( 𝐈𝐧𝐬𝐭𝐚𝐠𝐫𝐚𝐦, 𝐭𝐢𝐤𝐭𝐨𝐤, 𝐭𝐰𝐢𝐭𝐞𝐫)_
>> 𝐚𝐤𝐮𝐧𝐬𝐩𝐚𝐦𝐚𝐣𝐚_𝟐𝟕
>> 𝐢𝐦𝐚𝐠𝐢𝐧𝐚𝐬𝐢𝐩𝐞𝐧𝐚_𝐳𝐡𝐫𝐚𝟐𝟕

__𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐠𝐮𝐲𝐬𝐬, 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐚𝐫 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧__🤍👍🏻



---

Hari itu, langit tampak gelap meskipun matahari masih berada di ufuk barat. Angin berhembus pelan, membawa aroma asin dari laut yang menggulung ombak, seolah-olah lautan pun ikut merasakan kesedihan yang sedang melanda rumah mereka. Laura, Nita, dan sang abang Farel , berdiri dalam diam di teras rumah mereka, memandang sekeliling. Rumah itu sepi. Tidak ada tawa, tidak ada canda, hanya hening yang mengikat mereka dalam kesedihan yang dalam. Sebuah kehilangan yang terlalu besar untuk dipahami, bahkan untuk mereka yang merasakannya langsung.

Nita menatap ke arah laut, matanya kosong, kehilangan arah. Ia baru saja kehilangan ibu mereka. Semua hal yang ia ketahui, yang ia anggap pasti, telah berubah dalam sekejap. Ibunya yang dulu selalu ada untuk memberi pelukan hangat, kini telah pergi meninggalkan mereka. Semua kenangan tentang ibu yang penuh kasih kini menjadi bayang-bayang yang tak bisa digapai lagi. Ibu yang selalu mengajarkan mereka tentang hidup, tentang bagaimana menghadapi badai, tentang bagaimana lautan tidak selalu ramah, kini telah pergi, meninggalkan kekosongan yang dalam.

Di sisi lain, Laura berdiri lebih dekat dengan Farel. Laura menangis dengan lirih, terisak tanpa suara. Wajahnya pucat, matanya merah, dan rambutnya yang panjang acak-acakan menambah kesan rapuhnya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Semua kata-kata yang pernah dia dengar tentang kekuatan, tentang bagaimana mengatasi kehilangan, kini terasa sia-sia. Seolah-olah semua itu hanyalah cerita kosong tanpa makna.

Farel menatap adik-adiknya dengan mata yang jauh, jauh lebih kosong dari yang mereka bisa bayangkan. Ia tidak menangis. Tidak seperti Laura, Tidak seperti Nita yang menahan kesedihan dengan rapat di dalam hatinya. Farel , yang dulunya selalu menjadi pelindung, kini tampak seperti seseorang yang kehilangan arah. Setelah kepergian ibu mereka, ia merasa seperti memikul beban yang tak sanggup ia bawa.

" Abng... apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Nita, suara berat dan penuh emosi, memecah kesunyian yang hampir menenggelamkan mereka.

Farel menoleh, wajahnya keras, penuh dengan ketegangan. "Abng tidak tahu, Nita... Abng benar-benar tidak tahu." Suaranya serak. "Ayah... Ayah kita... Dia tidak seperti dulu. Ia bahkan tidak... peduli."

Mereka semua tahu apa yang dimaksud oleh Farel. Setelah ibu mereka meninggal, ayah mereka menjadi sosok yang jauh. Dia tidak berbicara, tidak menangis, tidak melakukan apa pun yang biasanya ia lakukan untuk keluarga mereka. Ayah mereka, yang dulu adalah pilar kekuatan mereka, kini malah seperti bayangan dari pria yang mereka kenal.

Nita menyeka air matanya dengan cepat. "Apa kita harus diam saja? Apa kita harus menerima semuanya begitu saja?" Suaranya hampir terputus-putus.

Laura menarik napas panjang, menatap Nita dengan tatapan yang sulit dimengerti. Ia merasa kehilangan lebih dari sekadar ibu. Ia kehilangan cara untuk mengerti dunia ini. Setelah kematian ibu mereka, sesuatu dalam dirinya seperti retak. Ia merasa seakan-akan hidup ini hanyalah rangkaian dari peristiwa-peristiwa yang tak ada ujungnya.

"Mungkin... ini memang jalan hidup kita sekarang," kata Laura pelan, suaranya hampir tak terdengar, namun penuh makna. "Mungkin kita harus belajar hidup tanpa ibu, tanpa ayah yang peduli."

Farel menatap Laura dengan wajah penuh beban. "Tidak! Kita tidak bisa hanya menyerah begitu saja. Kita masih punya satu sama lain. Abng akan melindungi kalian, apapun yang terjadi."

Namun, meskipun kata-kata itu terdengar penuh semangat, Laura tahu betul bahwa ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Farel Ada kekosongan yang tak bisa diisi hanya dengan kata-kata. Ayah mereka yang dulu tegas dan bijak kini menjadi sosok yang jauh, dan itu merobek hati mereka lebih dalam dari apapun.

Nita memandang ke arah rumah mereka yang kini terasa asing, tidak seperti rumah yang dulu selalu penuh dengan tawa. "Kenapa semuanya berubah begitu cepat?" tanyanya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Laura menggigit bibirnya, menahan air mata yang ingin meluncur. "Kadang-kadang hidup memang begitu, Nita . Kita tidak bisa menghindari perubahan, tidak peduli seberapa keras kita berusaha."

Farel meremas tangan adiknya, Laura, seolah-olah mencoba memberikan kekuatan yang tidak ia miliki. "Kita harus kuat, Laura. Kita harus melawan ini semua. Ibu kita pasti ingin kita tetap hidup dengan cara yang kuat."

Laura memandang kakaknya dengan tatapan kosong, namun ia hanya mengangguk pelan. Meskipun ia ingin mempercayai kata-kata abangnya itu , ia merasa kekuatan itu hilang darinya. Ia merasa dunia ini begitu gelap tanpa ibu mereka. Dan ayah mereka, yang seharusnya menjadi pelindung mereka, malah menjadi sosok yang sulit dipahami, jauh dari mereka.

Hari demi hari berlalu, namun kesedihan yang mereka rasakan tetap sama. Setiap kali mereka melewati ruang ibu mereka, yang dulu dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan, kini hanya ada ruang kosong yang mencekam. Tidak ada lagi tawa, tidak ada lagi suara ibu yang lembut memanggil mereka. Hanya ada kesunyian dan kekosongan yang tak terkatakan.

Namun, meskipun mereka berusaha saling mendukung, satu per satu dari mereka mulai tenggelam dalam perasaan masing-masing.

Farel merasa seperti beban itu terlalu berat untuk dipikul sendirian. Ia ingin melindungi adik-adiknya, namun ia juga merasa rapuh, seakan-akan ia tidak sanggup lagi menghadapi kenyataan ini. Laura yang selalu tampak kuat, kini hanya tampak seperti bayangan yang hilang arah. Dan Nita , dengan tangisannya yang terus tersisa, merasa bahwa ia telah kehilangan segala-galanya.

Kehancuran yang mereka rasakan, dimulai dengan perpisahan yang tak terduga. Kehilangan ibu, kehilangan ayah, dan kini mereka hanya memiliki satu sama lain. Namun, di antara mereka, sesuatu yang tak terucapkan mulai menggerogoti. Meskipun mereka berusaha bertahan, mereka tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan kehancuran yang lebih besar mungkin saja sedang menanti di depan.

𝑳𝒂𝒖𝒓𝒂 𝑫𝒂𝒏 𝑳𝒖𝒌𝒂 𝒏𝒚𝒂Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang