Part 15 - Pohon yang Bernyanyi

36 6 0
                                    

Sore itu Thalia bergegas menuju kelas Profesor Lupin, untuk pertama kalinya ia akan belajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam di Hogwarts. Ia mendengar banyak desas-desus soal mata pelajaran yang satu ini. Mereka bilang ada kutukan bagi para pengajarnya, mereka tidak akan bertahan mengajar lebih dari 1 tahun.

Thalia sendiri skeptis soal ini, tapi kalau mendengar cerita soal pertualangan Harry dan kebanyakan melibatkan ilmu hitam, yah mungkin saja kutukan itu benar ada. Semoga saja kali ini guru mereka benar-benar bisa mengajar.

Ketika sampai di ruang kelas, ternyata murid-murid akan melakukan praktek di luar kelas. Semua murid Gryffindor dan Slytherin berjalan mengikuti Profesor Lupin dengan pandangan bertanya-tanya. Profesor Lupin membawa mereka menyusuri koridor yang kosong dan membelok di sudut.

Yang pertama mereka lihat adalah penampakan Peeves si hantu jail, yang entah sedang apa, Thalia tidak bisa melihat dengan jelas karena berada di barisan belakang. Tapi yang pasti ia mendengar Peeves bernyanyi.

"Loony, loopy Lupin," Peeves bernyanyi. "Loony, loopy Lupin, loony, loopy, Lupin."

Ini sudah keterlaluan, karena pada intinya Peeves mengatai Profesor Lupin sinting. Semua anak cepat-cepat memandang Profesor Lupin, ingin tahu bagaimana reaksinya mendengar ejekan ini. Betapa herannya mereka, Lupin masih tetap tersenyum. 

Lalu tiba-tiba, "Waddiwasi!" Profesor Lupin menggunakan mantra kecil membuat gumpalan permen karet yang dimasukan Peeves ke lubang kunci meluncur seperti peluru masuk ke lubang hidung kiri Peeves. Peeves langsung berjungkir-balik tegak lagi dan meluncur pergi, memaki-maki.

Semua anak memandang takjub dan hormat. Thalia sendiri hanya tersenyum, ia sering menggunakan mantra itu dulu untuk mengerjai temannya, Louis. Mereka kembali berjalan lagi, menyusuri koridor kedua dan berhenti, tepat di depan pintu ruang guru. 

"Silakan masuk," kata Profesor Lupin, membuka pintu lalu minggir.

Terdapat Profesor Snape di dalam sana, sedang duduk di kursi rendah berlengan, dan dia menoleh ketika anak-anak masuk. Matanya berkilat-kilat dan ada senyum sinis dibibirnya. Profesor Snape berdiri saat Profesor Lupin masuk dan akan menutup pintu, "Biarkan saja, Lupin. Aku lebih suka tidak menyaksikan ini." 

Dia berdiri dan berjalan melewati anak-anak. Di depan pintu dia berputar dan berkata, "Mungkin sudah ada yang memperingatkanmu, Lupin tetapi di kelas ini ada Neville Longbottom. Kusarankan kau jangan memberinya tugas yang sulit. Kecuali kalau Miss Granger mendesiskan petunjuk di telinganya."

Muka Neville merah padam dan dapat Thalia lihat Harry mengerling Snape. Snape memang keterlaluan, Thalia akui itu. Melecehkan Neville di depan teman-temannya saja sudah jahat, apalagi di depan guru lain.

Lalu dengan tenang Profesor Lupin membalas, "aku malah berharap Neville membantuku pada langkah awal praktek ini," katanya, "dan aku yakin dia akan bisa melakukannya dengan menganggumkan."

Muka Neville semakin memerah, Thalia sendiri tersenyum ia sangat respek terhadap kebijaksanaan Profesor Lupin. Inilah seorang guru yang ia cari. Profesor Snape mencibir dan pergi dari ruangan itu dengan membanting pintu. 

Setelah itu, Profesor Lupin mulai menjelaskan soal materi pembelajaran kali ini, yaitu Boggart. Ia menjelaskan soal apa itu Boggart dan bagaimana semua orang bisa mengatasinya. Thalia sendiri jadi penasaran apa ketakutan terbesar di dalam hatinya.

Thalia memperhatikan bagaimana Neville mengatasi Boggartnya, Profesor Snape. Thalia terbahak ketika Profesor berhidung bengkok dan berambut klimis itu berubah. Ia menggunakan pakaian nenek Neville, dan demi apapun Thalia rasanya ingin berguling-guling sekarang.

Selanjutnya giliran Parvati, wajahnya penuh dengan tekad. Snape berbalik mendekatinya, dan terdengar bunyi lecutan. Profesor Snape telah berubah menjadi mumi dengan bebatan yang berdarah-darah, wajahnya yang terbebat menatap Parvati, lalu dia berjalan dengan pelan, menyeret kakinya dengan tangan teracung ke depan..

"Riddikulus!" teriak Parvati.

Selanjutnya giliran Seamus, lalu di belakang Seamus terdapat Dean, Ron, dan setelah Ron, Thalia, Harry, dan Hermione mereka berbaris menunggu giliran masing-masing. Melihat antusiasme dari semua temannya, Thalia jadi ikut bersemangat.

Ia mulai mengingat-ingat apa saja hal-hal yang ia takuti. Pertama, kecoak terbang, kedua lebah, ia takut dengan sengatan lebah. Oh ia takut kalau kepalanya botak. Lamunan Thalia seketika berantakan ketika mendengar suara Ron yang heboh menangani laba-labanya. Tak terasa setelah Ron tiba gilirannya untuk mencoba menghadapi si Boggart.

Thalia melangkah maju dan bersiaga dengan posisi agak condong ke depan memegang tongkatnya erat-erat. Profesor Lupin membuka pintu lemari itu, entah karena terlalu bergairah atau gugup rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat. Pintu lemari itu terbuka perlahan, dan tiba-tiba....

"Pfffttt Pohon? Kau takut dengan Pohon kecil ini Thalia?" Tepat setelah Pansy mengejek, sebuah suara mendesis keluar dari bawah pohon itu, rasanya akar-akar pohon itu mengeluarkan desis yang sangat aneh.

"Kau salah Pansy itu bukan hanya pohon, tapi pohon yang bisa menyanyi." Draco Malfoy ikut meledek.

Tapi wajah Thalia malah terlihat memucat, dan Harry terlihat heran menatap Malfoy dan teman-temannya. 

"Riddikulus!" Ucap Thalia pelan, dan pohon tadi berubah menjadi potongan kayu bakar. 

Selanjutnya giliran Harry, tapi Profesor Lupin malah maju dan menangani Boggart Harry, dan terakhir Neville kembali merapalkan mantra favoritnya. "Riddikulus!"

Setelah pelajaran berakhir, semua murid berjalan ke kelas untuk mengambil kembali tas mereka. Tapi tak ada seorangpun yang memperhatikan tingkah Thalia dan Harry yang sejak tadi sedikit lebih diam dari biasanya. 

Mereka asik sendiri dengan topik mengalahkan Boggart, rasanya bak pahlawan, mereka berhasil mengalahkan ketakutan mereka sendiri. Thalia yang sibuk dengan pikirannya mulai teralihkan ketika Lavender Brown berkata, "aku heran kenapa Profesor Lupin takut pada bola kristal?"

Tapi tidak ada satupun anak yang menjawab, kebanyakan dari mereka yang mendengar celotehan Lavender hanya mengangkat bahu. Kecuali Hermione yang sedikit mengernyit, dan Thalia yang melotot. "Jangan—jangan.." bisiknya pelan.

"Tadi itu pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam paling asyik yang pernah kita terima, ya?" kata Ron bergairah, lagi-lagi mengagetkan Thalia.

"Kelihatannya dia guru yang baik sekali," kata Hermione memuji. "Tapi sayang sekali aku tidak mendapat kesempatan menangani si Boggart.."

"Apa kira-kira yang membuatmu takut?" ledek Ron. "PR yang cuma dapat nilai sembilan, dan bukannya sepuluh?" 

Hermione kesal sekali mendengar ucapan Ron. "Percayalah Hermione, kadang lebih baik kita tidak tahu apa ketakutan kita." Balas Thalia, dan Ron menatap bingung.

"Maksudmu pohon yang bisa bernyanyi?" Setelah berkata seperti itu Ron tertawa keras sekali, dan Hermione yang sudah sangat kesal mulai memukul Ron. Ron berusaha kabur, dan akhirnya terjadilah adegan kejar-kejaran seperti maling yang dikejar warga. Karena ketika Ron lari, ia menabrak Fred dan George yang membuat mereka kesal dan ikut mengejar Ron.

"Aku sangat yakin sekali kalau Pohon yang tadi tidak bernyanyi, iya kan Lia?" Harry sepertinya penasaran sekali, kenapa semua orang bilang Pohon Boggart Thalia bernyanyi, padahal jelas sekali Pohon itu hanya memanggil nama Sayre. 

"Entahlah Harry, sepertinya mereka hanya senang saja meledek Boggart ku, pohon kecil yang hanya bisa mendesis." Sebagai balasan Harry hanya mengangguk pelan, dan mereka masuk ke Common Room Gryffindor. Di depan perapian Ron sudah terkapar dengan rambut berantakan di kelilingi banyak bantal dan bulu ayam. 

Thalia Sayre | Draco Malfoy FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang