2. Jatuh Cinta

220 38 7
                                    

---Suara sandal Soohyun menggema di sepanjang lorong rumah keluarga yang sepi. Di dalam ruangan utama, ayahnya, seorang tokoh terkemuka di pemerintahan Korea yang kini berada di bawah pendudukan Jepang, duduk dengan wajah keras. Ia menatap Soohyun, seolah sudah tahu kabar buruk yang akan dilaporkan putranya.

"Soohyun," suara ayahnya terdengar rendah namun tegas, "apa hasil pertemuan dengan keluarga Hong?"

Soohyun menarik napas panjang sebelum menjawab. "Hong Gukseon menolak untuk berpihak pada kita. Dia memilih bekerja sama dengan Jepang, Ayah. Dan... dia telah menjodohkan putrinya, Hong Jiwon, dengan seorang pejabat politik Jepang---Yamamoto Akihiro."

Mata ayah Soohyun berkilat marah. Tangannya mengepal di atas meja, namun ia tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Gukseon... benar-benar mengkhianati bangsa ini. Setelah semua yang dia dapatkan dari tanah ini, dia lebih memilih menjual kehormatannya demi janji kosong dari penjajah."

Soohyun diam, membiarkan kata-kata ayahnya menggema di ruangan. Dia tahu betapa pentingnya Hong Gukseon bagi perjuangan kemerdekaan Korea. Hong adalah salah satu orang paling berpengaruh di negeri ini, dan tanpa dukungannya, posisi mereka semakin sulit.

"Dan kau," Ayahnya mendadak menatap Soohyun tajam, "Kau tidak melakukan apa pun untuk mencegah ini?"

"Aku sudah mencoba, Ayah. Aku menawarkan aliansi yang kuat. Aku berjanji bahwa Korea akan bangkit kembali. Tapi Gukseon... dia sudah membuat keputusan. Jepang memberinya kekuatan yang kita tidak bisa tawarkan dalam kondisi kita sekarang."

Orator dan pemimpin politik itu--berdiri tiba-tiba, memukul meja dengan keras hingga beberapa dokumen yang ada di atasnya terlempar ke lantai. "Orang macam dia tidak layak disebut anak bangsa! Pengkhianat! Menjual darah bangsanya untuk keuntungan pribadi! Dan putrinya... wanita itu akan menjadi alat mereka juga!"

Soohyun terdiam. Ketika nama Jiwon disebut, pikirannya mulai memikirkan sesuatu yang jauh lebih pribadi.

"Jiwon tidak bersalah, Ayah," kata Soohyun dengan suara rendah. "Dia hanya korban. Dia tidak pernah setuju dengan rencana ayahnya."

Kim Jeonghyun menatap Soohyun tajam. "Kau bodoh jika berpikir putri dari pengkhianat itu berbeda. Darah pengkhianat mengalir dalam nadi gadis itu. Dia tidak lebih dari alat bagi mereka. Dan kau ingin menyelamatkannya? Kau mencintai seorang pengkhianat?!" Suaranya kini dipenuhi kemarahan yang lebih besar.

"Ayah, Jiwon tidak seperti ayahnya. Dia tidak tahu tentang pengkhianatan ini. Dia tidak terlibat."

"Tidak ada pengkhianat yang tidak terlibat!" bentak ayahnya. "Jiwon adalah bagian dari keluarga yang sama. Darahnya adalah darah pengkhianat. Kau tak bisa menyelamatkannya tanpa menghancurkan kehormatan keluargamu sendiri!"

Soohyun merasa hatinya berat. Dia tahu, jika dia mengambil langkah lebih jauh untuk menyelamatkan Jiwon, dia harus melawan lebih dari sekadar musuh luar. Dia harus melawan darah dagingnya sendiri.

Namun, meski hatinya dipenuhi keraguan, ada satu hal yang ia tahu pasti.

"Ayah," Soohyun akhirnya berbicara, suaranya mantap meskipun lembut, "Aku tidak bisa membiarkan Jiwon hancur. Aku akan menyelamatkannya, apapun risikonya."

Ayahnya menatapnya sejenak dengan tatapan yang penuh amarah dan kekecewaan. "Kalau begitu, kau bukan lagi putraku," kata ayahnya dingin. "Jika kau memilih dia, kau memilih kematian."

Soohyun menundukkan kepalanya, menahan rasa sakit yang menyeruak dalam dadanya. "Aku paham, Ayah."

Tanpa kata lain, dia berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan ayahnya yang berdiri sendirian di tengah ruangan, dipenuhi kemarahan dan kehancuran.

✅Love Amidst the Occupation | Soohyun JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang