Musuh mengintai

0 0 0
                                    

Setelah kekacauan di Balai Kota, Tujuh Bayangan semakin tak terbendung. Serangan mereka berhasil menciptakan kekosongan kekuasaan, dan pemerintah terpecah belah, saling curiga dan bersiap berperang di antara mereka sendiri. Namun, bagi Tujuh Bayangan, ini hanyalah permulaan. Mereka tahu bahwa untuk mengendalikan kota sepenuhnya, mereka harus menguasai dua hal penting lainnya: ekonomi dan keamanan.

Malam itu, mereka berkumpul lagi, kali ini di sebuah gedung pencakar langit yang mereka miliki secara rahasia. Kota di bawah mereka tampak kecil dan tidak berdaya. Ki, sang pemimpin, berdiri dengan kedua tangannya di balik punggung, menatap jendela besar yang menghadap kota yang sebentar lagi akan mereka kuasai sepenuhnya.

“Langkah selanjutnya adalah kontrol ekonomi,” kata Ki tanpa menoleh. “Kita buat mereka merangkak untuk bertahan hidup.”

Camelia memutar laptopnya menghadap ke semua orang, layar penuh dengan data keuangan dan diagram pergerakan pasar.
“Saya sudah melacak aliran dana dari bank-bank utama di kota ini. Banyak dari mereka memiliki hutang yang tak tertanggungkan. Kita bisa mulai menarik tali mereka kapan saja.”

“Bagaimana caranya?” tanya Shiya.
Yang meskipun lebih suka menggunakan kekerasan, tahu betul pentingnya strategi halus dalam situasi ini.

Camelia tersenyum tipis.
“Sederhana. Kita akan memulai serangan cyber yang besar ke beberapa perusahaan utama. Tidak akan lama sebelum bank mulai kehilangan miliaran dalam satu malam. Ketika krisis terjadi, mereka akan memohon bantuan. Dan kita akan menawarkan solusi.”

Angel, si manipulator ulung, mengangguk sambil mengusap dagunya.
“Saat mereka panik, kita akan menyodorkan nama-nama boneka kita untuk menjadi penyelamat ekonomi. Orang-orang yang kita kontrol dari balik layar.”

Namun, Ki mengangkat tangannya, mengisyaratkan bahwa itu belum cukup.
“Itu hanya separuh rencana. Kita harus memastikan mereka tidak punya pilihan lain. Untuk itu, kita harus mengontrol keamanan. Bukan hanya polisi, tapi juga militer yang sedang bersiaga setelah serangan di Balai Kota.”

Yasa, si bayangan tak terlihat, tersenyum dari balik topengnya.
“Aku sudah punya akses ke markas militer. Ada celah keamanan di jaringan mereka, dan kita bisa masuk kapan saja. Jika dibutuhkan, kita bisa melumpuhkan mereka seperti kita melumpuhkan Balai Kota.”

Ki berpikir sejenak, lalu menoleh ke Gama, yang duduk tenang di sudut ruangan.
: Gama , apa yang kau siapkan untuk langkah selanjutnya?

Gama, si ahli kimia yang berubah menjadi alkemis modern, menatap dingin ke arah peta kota.
“Aku sedang mengembangkan sesuatu yang lebih dari sekadar gas. Ini akan menjadi alat kontrol yang tidak terdeteksi. Sesuatu yang bisa kita tanam di air minum mereka, atau melalui produk sehari-hari. Dalam dosis kecil, akan membuat mereka patuh, mengurangi pemberontakan atau resistensi tanpa mereka sadari.”

Semua anggota yang lain terdiam mendengar rencana Gama. Mereka tahu bahwa racunnya selalu bekerja dengan cara yang sangat halus dan mematikan. Tak ada yang berani meragukan kemampuannya.

Ku tersenyum kecil, kemudian melangkah maju ke tengah ruangan.
“Jadi, kita mulai dari sini. Camelia, pastikan serangan cyber terhadap perusahaan-perusahaan besar berlangsung lancar. Kita akan menjerat mereka dalam krisis yang akan memaksa mereka datang kepada kita.”

“ Yasa, kau jaga keamanan. Pastikan militer tidak punya waktu untuk bereaksi. Dan jika mereka mencoba, lumpuhkan mereka sebelum mereka bisa bergerak.”

“ Gama, siapkan apa yang kau butuhkan. Aku ingin kita memiliki kendali penuh atas kota ini, baik fisik maupun mental.”

Dan akhirnya, Ki menoleh ke Bima.
: Bima, kau tetap bersiap. Jika ada yang berani melawan atau mencoba menghalangi kita habisi mereka. Kita tidak memberi ruang untuk kesalahan.”

Bima menyeringai ganas.
“Kau tahu aku tak akan mengecewakan.”

Malam itu, rencana gila mereka mulai dijalankan. Camelia memulai serangan digital besar-besaran, menghancurkan infrastruktur perbankan dan ekonomi kota. Perusahaan-perusahaan utama mulai kehilangan uang, dan sistem mereka lumpuh satu per satu. Saham-saham anjlok, para investor panik, dan dalam hitungan jam, telepon di kantor Tujuh Bayangan mulai berdering dengan permohonan bantuan.

Di saat yang sama, Yasa bergerak cepat menyusup ke markas militer, mematikan sistem komunikasi internal mereka, membuat mereka tak bisa merespon apapun yang terjadi di luar. Jika militer mencoba bergerak, mereka tak akan mampu.

Dan di laboratoriumnya, Gama bekerja tanpa henti, mengembangkan senjata terbarunya sesuatu yang tak bisa dilihat atau dirasakan, namun mampu mengubah seluruh populasi kota menjadi pasukan yang patuh tanpa perlawanan.

Saat fajar mulai merekah di ufuk timur, kota itu sudah di ambang kehancuran total. Tak ada yang tahu bahwa mereka semua hanya pion di atas papan catur yang dimainkan oleh Tujuh Bayangan. Kekuasaan, ekonomi, dan keamanan, semuanya perlahan-lahan jatuh ke tangan mereka. Tak ada lagi yang bisa melawan.

Kecuali mungkin, satu pihak yang tak mereka duga…

TUJUH BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang