Bonten's Princess (3)

24 1 0
                                    

Aku tak mau berlebihan menganggap diriku sebagai perempuan paling sial di muka bumi. Tinggal lama di klub membuatku sadar ada banyak wanita lain yang senasib, atau bahkan bernasib lebih buruk dariku. Nyatanya, setiap orang berjuang bertahan menghadapi nasib masing-masing. Oleh karena itu aku tak mau banyak menangis dan mengasihani diri.

Orangtuaku menjualku. Nasib itu yang membuatku bertemu dengan laki-laki berambut pendek dua warna berparas tampan. Pakaiannya terlihat mahal dan berkelas. Meski penampilannya jauh dari kata menyeramkan, para staf memperlakukannya dengan sangat baik seolah-olah ketakutan.

"Yn, ini Ran-sama, perlakukan beliau dengan hormat," Mami, pemilik klub, memperkenalkannya sambil menyentuh lengan kanan atasku memberi kode.

'Ah, klien VIP' pikirku.

Aku tersenyum ramah padanya. Lelaki itu bilang ia ingin aku menemaninya minum malam ini. Tentu saja, semua laki-laki datang ke klub hanya untuk dua hal: minuman keras dan wanita. Kadang mereka mendapatkan salah satunya, kadang keduanya.

Meski tak begitu suka dengan klien VIP, mau tak mau aku harus memberikan service terbaik. Sejauh ini pengalamanku dengan klien VIP tak pernah menyenangkan. Mereka orang kaya yang tahu betapa powerfulnya uang di hadapan orang-orang seperti kami. Mereka bertindak kasar dan semaunya. Juga tak peduli pada tanggapan orang lain.

"Bukakan meja di rooftop," perintah lelaki itu. Para staf terlihat bingung karena rooftop bukan bagian komersil dari klub. Mami menyuruh menurut.

Ran meraih bahuku, mendekatkan tubuhnya. Aroma cologne yang belum pernah kuhirup menyapa indra penciumanku. Ia tak ragu menuntunku menuju lift, menuju rooftop.

Meja yang dipenuhi makanan dan wine telah lebih dulu ditata rapi di rooftop sebelum kami sampai. Para staf pamit meninggalkan kami berdua di sana karena perintah Ran. Aku menelan ludah. Berharap laki-laki ini tidak sedang merencanakan hal buruk seperti mendorongku dari rooftop.

"Kenapa kau bekerja disini?" tanya Ran menggeserkan kursi untukku.

Aku duduk, dia duduk di kursi seberang. Cahaya lilin membuat kami bisa melihat satu sama lain walaupun temaram.

"Aku suka uang," jawabku sekenanya. Dari pengalamanku, klien VIP suka jawaban seperti ini. Mereka merasa memiliki hal yang kuinginkan.

Aku memutar wine di gelas, mendekatkan ke bibir dan menyeruput aromanya tanpa benar-benar meneguk minuman keras itu. Toleransi alkoholku rendah. Aku hanya perlu pura-pura minum di depan klienku sampai mereka mabuk atau memutuskan ingin masuk ke kamar.

"Kau tak terlihat seperti perempuan lain yang suka uang," bantahnya.

Ran meneguk habis wine di gelasnya dengan cepat. Sial. Dia pasti punya toleransi alkohol yang tinggi. Malam ini akan panjang.

"Semua orang suka uang, Ran-sama. Beberapa menyukainya karena ingin hidup mewah, beberapa menyukainya karena sebatas ingin hidup," jawabku menatap warna merah wine dalam gelas.

Ran tersenyum ke arahku. Dia meraih gelasku dan meminum isinya dalam satu kali teguk.

"Ah, aku paham. Kau tidak suka uang, kau butuh uang." tawanya.

Aku ingin membantah, namun memang itulah kebenarannya.

"Berapa utangmu di klub ini?" tanya laki-laki itu. Tangannya menopang dagu, menatapku dalam.

"Cukup banyak untuk membuatku bekerja disini seumur hidup," jawabku.

"Berikan seumur hidupmu padaku, biar aku yang membayarkan utangmu."

Aku tertawa apatis. Sudah beberapa laki-laki mengatakan ini padaku. Nyatanya mereka hanya mencoba mendapatkan perasaanku agar aku jinak di tempat tidur. Beberapa tulus, namun kantong mereka tidak setebal yang mereka kira.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hot Lemonade [Anime]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang