Pagi itu, Jingga bangun sedikit kesiangan. Alarm pada ponselnya sudah berbunyi beberapa kali sampai akhirnya gadis berusia delapan belas tahun itu bangun untuk mematikannya.
"Sial, udah jam setengah delapan. Gue telat," gerutunya panik dan bergegas untuk membersihkan diri.
Setelah semua selesai, Jingga pun lalu berangkat ke kampus dengan menaiki motor matic miliknya yang terkadang suka ribet pas dibutuhkan.
Seperti hari ini, saat Jingga hampir memasuki area kampus, tiba-tiba saja motornya mogok di tengah jalan hingga membuat gadis itu kembali kesal.
"Astagaaaa ... ini motor kenapa lagi sih? Heran deh gue, setiap kali keadaan darurat selalu aja mogok!" gerutu gadis itu sembari menendang motornya pelan. Kedua tangannya berkacak pinggang, sementara mulutnya tidak berhenti mengumpat.
Saat sedang sibuk mencari solusi untuk memperbaiki motornya yang mogok, tiba-tiba saja seorang pemuda berlari-lari kecil melewati Jingga.
Penampilan pemuda itu sangat sederhana, memakai kaos training dengan topi di kepala, kacamata menghiasi bola matanya, dan sepasang headset terpasang rapi di telinganya.
"Hei ...!" seru Jingga memanggil.
Namun panggilan itu sama sekali tidak digubris oleh sang pemuda.
"Heiiiii ... Elo dengar nggak sih????" Jingga mulai berteriak lantang hingga akhirnya pemuda itu pun berhenti berlari-lari kecil, membuka sepasang headset yang masih melekat di telinganya.
Pemuda itu berbalik badan dan membuka kacamata hitam yang menutupi bola matanya. "Elo manggil gue?" tanya sang pemuda dari tempatnya berdiri.
Jingga pun berdiri tegak, dengan langkah sedikit ragu namun tetap terlihat sombong, gadis itu mendekat. "Menurut elo, ada orang lain nggak di sini selain gue sama elo? Gimana sih," sahutnya ketus.
Sang pemuda pun terdiam, ia mengamati apa yang sebenarnya sedang terjadi pada gadis sombong dan cerewet itu sekarang.
"Mau ngapain elo manggil gue?" tanya sang pemuda.
Jingga pun menatap kembali motornya yang mogok, lalu berusaha meminta bantuan kepada sang pemuda. "Motor gue mogok, elo bisa bantuin nggak?" tanya Jingga tak enak hati dan penuh harap.
Sekilas, sang pemuda terlihat sedikit enggan untuk membantu, ia membalikkan tubuhnya hendak pergi meninggalkan Jingga, hal itu membuat Jingga sedikit merasa kecewa karena berpikiran pasti sang pemuda tidak mau membantunya.
Namun, tiba-tiba saja, pemuda itu kembali membalikkan tubuhnya untuk mulai membantu Jingga. Hal itu membuat Jingga tersenyum. Ia merasa senang dan terselamatkan karena adanya pemuda itu.
Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama, untuk pemuda itu melakukan pekerjaannya. "Udah selesai, coba elo hidupin," ucapnya kepada Jingga.
Jingga pun segera melakukan apa yang diperintahkan oleh pemuda itu dengan segera. Dan berhasil, motornya kembali menyala sesuai dengan harapan.
Gadis itu senang, ia tersenyum gembira. "Akhirnya nyala juga," ucapnya gembira. Ia pun menghampiri sang pemuda untuk berterima kasih. "Bye the way, makasih ya atas bantuannya. Gue Jingga," ujar gadis itu seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Pemuda itu tersenyum tipis menanggapi ucapan Jingga. "Sama-sama, gue Nathan," sahut pemuda itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Jingga.
Sekilas, Jingga tampak terpesona melihat ketampanan dan sikap pemuda itu pada dirinya. Matanya tak berhenti berbinar menatap kepergian pemuda itu yang melanjutkan joggingnya di pagi hari.
"Astaga ... Gue butuh oksigen, gue sesak napas," ucapnya gemetar dengan senyum yang masih mengembang. Tiba-tiba saja dari arah belakang seseorang mengagetkannya.
"Woy, kenapa elo?"
Suara Salsa berhasil membuyarkan kegirangan Jingga dalam sekejap, membuat gadis itu kembali cemberut.
"Ihhhh ... Salsa ngapain sih elo, gangguin gue aja," sahut Jingga sembari membuang muka dan masih menatap kepergian sang pemuda.
Mendengar ucapan Jingga membuat Salsa heran. "Idiihhhh elo gila ya, ngapain sih senyum-senyum sendiri begitu?" tanya Salsa sembari mengerutkan keningnya.
"Siapa yang gila, orang gue lagi ngelihatin cowok yang baru aja bantuin benerin motor gue yang mogok," sahut Jingga.
"Cowok? Mana?" tanya Salsa sembari mendongakkan kepalanya mencari seseorang yang Jingga maksud.
"Itu di sana, dia lagi jogging," sahut Jingga.
Namun sayangnya, Salsa sama sekali tidak tahu mana pemuda yang dimaksud oleh Jingga karena kebetulan ada beberapa pengguna jalan yang melakukan jogging di pagi itu.
"Mana? Halu elo. Orang gak ada," sahut Salsa.
"Ihhhh mata elo picek kali ya, orang seganteng itu elo nggak lihat. Makanya periksa itu mata," sahut Jingga kesal. "Aahhhh udah ah, gue mau berangkat ke kampus, lima belas menit lagi jam nya Pak Herman, mampus gue kalau sampai telat," ucap Jingga lalu kemudian menstater motornya dan pergi ke kampus bersama Salsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA
Teen Fiction"Loe tahu nggak sih, sesuatu yang terlihat nyata tapi, sebenarnya nggak ada itu disebut dengan apa?" Seorang teman pernah bertanya padaku tentang hal itu. Sebenarnya, aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu sebelumnya, hanya saja, tiba-tiba saja...