Hilangnya Langit Malam Dibawah Cahaya lampu kota

20 4 0
                                    

.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.

Di malam hari saat bulan begitu menyilaukan

Mengapa aku merasa sangat kesepian malam ini?

Apakah angin fajar itu ajaib?
Malam berbintang tergantung di jendela,
Aku membolak-balikkan cahaya terang itu dan matahari terbit.

Dalam kesendirian tanpa klarifikasi
Anda, yang tidak duduk mengangkang saya.
Dalam pengembaraan yang mekar melimpah
Aku pusing, seseorang tolong peluk aku.

Saya tidak tahu
Apa yang harus saya lakukan?
Meski aku memaksakan diri untuk tersenyum...

Di malam hari saat bulan begitu menyilaukan,
saya berteriak meminta seseorang untuk menutupi cahaya itu.
Pada siang hari ketika malam berakhir sebelum Anda menyadari
Cahaya hangat menyinari,
Mohon diterima...

Jarum di tumpukan jerami, temukan aku
Aku tidak kesepian, tapi semuanya begitu dingin.
Jika kamu memeluk tangan cahaya itu ke arahku,
Tolong lelehkan selimut yang membeku.

Ya, aku mencoba menyembunyikan dari semua kesedihan dan rasa sakit,
tapi sedikit yang saya tahu bahwa saya menjadi gila.
Matahari akan selalu ada menunggu setelah hujan.

Saya ingin memejamkan mata dan melihat sinar matahari dan tersenyum...

Bang Chan selalu terbiasa dengan gemerlap cahaya lampu perkotaan, terbiasa dengan kemacetan lalu lintas pada pagi dan sore hari, terbiasa dengan kualitas udara tidak sehat sebab kurangnya pepohonan hijau yang dapat mengikat gas polutan seperti karbondioksida.

setelah serangkaian episode berat yang ia alami beberapa bulan terakhir. Sebagai upaya penyembuhan, dokter spesialis kedokteran jiwanya menyarankan untuk melupakan sejenak rutinitas sehari-harinya yang monoton.
Lalu disinilah dia pada akhirnya, di sebuah perdesaan ujung barat daya Semenanjung Korea.
Desa yang memiliki keindahan tersembunyi dalam setiap sudut kota yang tak terjamah.
Butuh kejelian untuk melihat seperti sebuah kafe roti di ujung gang, yang tersembunyi dalam pepohonan rindang pohon kersen.

Sebelum Chan dapat menyadarinya, kedua kakinya telah lebih dulu menuntun ia memasuki sebuah kafe roti yang menarik minatnya beberapa waktu lalu.

Begitu ia masuk, wangi lemon segar yang tersebar di penjuru ruangan, tersapu oleh sapuan angin lembut dari jendela yang dibiarkan terbuka.
Menciptakan terapi rileks bagi saraf-saraf kelabu otaknya yang menegang hingga nyaris putus dalam bulan-bulan terakhir.

"Hai, apa yang saya bisa bantu?" Samar suara seorang pemuda keluar dari arah dapur dengan kue di nampannya.

"Uhm.. Apa yang cocok dipadukan dengan segelas latte macchiato?"

"Croissant renyah dan gurih yang disajikan dengan mentega? Itu selalu menjadi pilihan populer diantara penggemar latte."

Apa yang lebih baik? Chan mengangguk, tersenyum menyetujui.
Ia mengeluarkan kartu debit nya dari pembaca kartu "Terimakasih.." matanya melirik tanda pengenal dengan ketebalan logam 1,22 mm yang tersampir pada dada kiri pemuda itu. "Kim Seungmin ssi?"
Chan begitu terpukau oleh kecantikan pria itu—dan betapa cocoknya kain Apron Bistro yang melekat di tubuhnya yang tinggi semampai. Kulit putih pemuda itu, kontras dengan hoodie merah maroon yang ia kenakan. Chan tidak bisa melupakan seperti apa rupa pria itu, Kim Seungmin menonjol dari orang-orang pada umumnya.

Cover MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang