HAPPY READING
Keesokan harinya, suasana sekolah terasa lebih tegang dari biasanya. Bisikan-bisikan menyebar cepat di antara para siswa, menyebarkan gosip tentang pertemuan darurat dewan guru yang diadakan pagi itu. Adara, Gibran, dan Irsyad menunggu dengan gelisah di luar ruangan, berharap dan berdoa agar bukti yang mereka serahkan cukup kuat untuk membuka mata semua orang.
Tak lama kemudian, pintu ruang rapat terbuka, dan Pak Surya keluar bersama kepala sekolah serta beberapa guru lainnya. Di belakang mereka, Kirana dan Rahsya tampak berdiri kaku, wajah mereka terlihat tegang. Kepala sekolah melangkah maju, menatap para siswa dengan tatapan serius.
"Setelah meninjau bukti-bukti yang telah diserahkan, dewan sekolah memutuskan untuk melakukan investigasi penuh terhadap Kirana dan Rahsya atas tuduhan manipulasi data dan pelanggaran etika," katanya dengan suara keras yang menggema di aula. "Sementara investigasi berlangsung, kedua siswa tersebut akan diskors dari semua kegiatan sekolah."
Bisikan-bisikan langsung meledak di antara para siswa yang berkumpul. Kirana terlihat tercengang, wajahnya pucat pasi. Rahsya mencoba mengatakan sesuatu, tapi suara kepala sekolah menenggelamkan protesnya.
"Keputusan ini bersifat sementara sampai ada hasil investigasi lebih lanjut," lanjut kepala sekolah. "Dan jika tuduhan ini terbukti benar, sanksi yang lebih berat akan dijatuhkan."
Gibran merasa napasnya hampir berhenti. Semua terjadi begitu cepat, dan untuk pertama kalinya, Kirana tidak tampak seperti sosok yang tak terkalahkan. Ia berbalik dengan gerakan cepat, matanya menatap tajam ke arah Gibran dan Irsyad.
"Kalian pikir kalian bisa menang?" desisnya pelan, hampir tak terdengar di antara keramaian. "Ini belum selesai. Gua enggak akan jatuh semudah itu."
"Kita lihat aja, Kirana," jawab Irsyad tenang, menatap balik tanpa gentar. "Semua yang lo lakukan akhirnya akan kembali ke lo sendiri."
Kirana menatap mereka sekali lagi dengan tatapan penuh kebencian, lalu berbalik pergi bersama Rahsya, meninggalkan aula yang kini dipenuhi bisikan-bisikan heboh.
Adara, Gibran, dan Irsyad saling bertatapan, merasakan kelegaan yang mengalir di antara mereka. Meskipun ini baru awal, setidaknya mereka telah mengambil langkah pertama yang besar.
"Terima kasih," bisik Gibran, menatap Adara dengan tatapan penuh syukur. "Gua enggak akan bisa lakuin ini tanpa lo."
Adara tersenyum tipis, matanya melembut. "Ini belum selesai, Bran. Tapi... gua senang lo enggak bohong lagi."
Gibran mengangguk pelan. "Gua janji, gua enggak akan pernah ngulangin kesalahan yang sama."
⚝⚝⚝
Kirana berlari ke arah teman. Ia menangis sejadi-jadinya. Perasaan menyesal sekaligus kecewa semakin menjadi-jadi. Gibran, Adara, dan Irsyad-berdiri tegak di taman tepat di hadapan Kirana. Mata Kirana memancarkan kelelahan yang tak dapat ia sembunyikan lagi. Segala kekuatan dan keyakinan yang ia tunjukkan sebelumnya kini mulai retak, perlahan runtuh di bawah beban kenyataan yang tak bisa ia pungkiri.
"Kenapa kalian tidak menyerah?" suaranya pecah, penuh keputusasaan. "Kenapa kalian selalu ada di sana, seolah-olah kalian tidak takut? Apa yang membuat kalian begitu berani menghadapi aku?"
Gibran menghela napas, suaranya tenang tapi tegas. "Ini bukan tentang keberanian, Kirana. Ini tentang bertahan demi kebenaran. Kamu mungkin berpikir kami melakukannya untuk menjatuhkanmu, tapi yang kami inginkan hanyalah membuka mata semua orang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara [END]
Dla nastolatkówAdara Bianca & Gibran Narendra adalah kisah tentang pertemuan dua jiwa yang terjalin dalam konflik. Adara, sosok gadis yang sulit percaya dengan orang yang sudah mengecewainya dan Gibran, sosok pemuda yang berjuang untuk mendapatkan hati Adara meski...