Chapter 3 : Pak guru dan Tetangganya

13 1 0
                                    

Setiap tahun Kaiya dan si Kakek selalu rutin mengunjungi kompleks penyimpanan abu jenazah nenek dan kedua orangtuanya. Tapi hari ini pria yang selalu berjalan dengan bantuan tongkat kayu itu nampak datang seorang diri tanpa ditemani cucunya. Ia menghadap bingkai foto mendiang istrinya dan tepat di sampingnya adalah tempat penyimpanan abu sang anak dan menantu yang lebih dulu pergi ke Surga.

"Ini peringatan kematian kamu yang ke 7, tapi sampe detik ini aku masih belum bisa lupain kamu. Kaiya gak pernah rewel lagi kayak pas masih kecil. Sebaliknya, dia udah jadi anak yang berbakti dan mulai bisa menerima keadaan. Setelah dewasa dia juga udah ga pernah nanyain orangtuanya lagi dan fokus sama hobi barunya ngoleksi cowo gepeng."

"Hahaha..padahal sekarang umurnya hampir 30 taun, tapi aku belum pernah ngeliat dia jatuh cinta sama laki - laki. Tapi kamu jangan khawatir, cucu kita itu masih normal, kok. Cuman mungkin belum waktunya aja ketemu jodoh yang tepat."

"Kalian juga doain ya, biar anak kalian satu - satunya itu bisa cepet ketemu pasangannya. Aku juga khawatir ga bisa jagain Kaiya lebih lama lagi." Pria tua itu kini berujar pada foto sang putri.

Sebulir cairan bening menetes begitu saja. Ia tidak munafik. Usianya tidak lagi muda dan kecintaannya pada dunia sudah memudar sehingga semua waktu panjang yang ia lewati perlahan membuatnya tersiksa. Ia ingin segera menyusul ke tempat sang istri, anak dan menantunya berada. Namun kilas bayangan sang Cucu tiba - tiba saja terbesit di kepala pria tua itu dan membuatnya merasa ragu untuk meninggalkannya sendirian.

"Aku lagi berusaha banget sama projek baru aku yang sekarang. Kalo berhasil aku bakal ketemu kamu lagi. Aku bakal jadi orang pertama yang berhasil nyiptain mesin waktu. Sayang, jujur aja aku kangen banget sama kamu.." Pria itu berujar dengan lembut. Tidak sadar jika cucunya berhasil merecoki mesin waktu ciptaannya dan terjebak di masa lalu tanpa tahu caranya untuk kembali.

...

"Pak, asli ini saya ga bohong. Saya dateng dari masa depan. Saya bukannya bermaksud ga sopan sama Pak Pavel. Tapi sumpah pak saya seumuran Pa- Pa- Pak Pavel." ralat Jung Kaiya sambil sesekali melirik ke arah Pavel yang kini tersenyum miring. Si surai gelombang itu langsung dibawa ke ruang kepala sekolah setelah mendapat laporan dari guru yang bersangkutan. Bersikap tidak sopan pada staff pengajar pada jaman itu memang suatu kejahatan yang serius. "Umur saya udah dua puluh tujuh tahun, Pak. Udah legal minum alkohol. Satu karton kalo sanggup juga saya jabanin."

"Nah..ini nih. Kayaknya kamu ngaco begini karena kebanyakan minum alkohol." sambar si guru Bahasa Inggris yang jadi berapi - api mengompori pria berkepala plontos yang menjabat sebagai Kepala Sekolah.

Jung Kaiya melotot. Tentu saja tidak terima karena disangka tukang mabuk oleh si guru Bahasa Inggris. Ah..kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya jika dirinya datang dari masa depan?

"Kaiya..cucuku?"

Si Jung itu langsung menoleh ke arah pintu begitu seorang wanita yang tidak lebih tinggi darinya nampak setengah berlari dan mendekapnya erat. "Nenek?"

'Iya bener..di tahun 2015, Nenek masih hidup.'

Jung Kaiya sempat mematung sambil merasakan sosok yang lebih pendek darinya itu terus mengusap punggungnya dengan lembut. Sentuhan khas seorang ibu yang begitu Kaiya rindukan. Wanita setengah baya itu tidak mengucapkan kata - kata yang menyudutkan Kaiya, sebaliknya ia terus melontarkan kalimat yang menenangkan. Apalagi saat tersadar jika bahu sang Cucu terlihat naik turun karena bersusah payah menahan lonjakan air mata.

Hal pertama yang ia lakukan ketika mendengar cucunya dipanggil ke ruang kepala sekolah adalah berlari dengan terseok - seok karena keadaan lututnya yang sakit. Wanita tua itu masih merengkuh cucu kesayangannya. Kehangatannya menjalar sampai ke dada dan membuat mata si surai gelombang ingin menangis sekeras mungkin. Oke, mau sejauh apa lagi mimpi sialan ini mempermainkannya? "Kamu kenapa nangis, sih? Malu - maluin aja." timpal sang nenek sambil menyeka air mata yang membasahi pipi Kaiya.

My Lovely English TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang