Chapter 2 : Si Penembus Waktu

24 1 0
                                    

Mungkin saja Kaiya hanya lupa mengucapkan terimakasih untuk dirinya sendiri. Ucapan terimakasih untuk tetap bertahan dan ucapan terimakasih karena seberapa banyak badai menghantamnya, ia tetap kembali dan mengumpulkan keberanian untuk tetap hidup. Jika tidak dimulai dari dirinya sendiri, memang siapa lagi yang akan mencintai dirinya tanpa syarat?

Ia ingin berhenti mengecek sosial medianya dan membandingkan kehidupan orang lain dan mulai menetapkan sebuah standar. Hanya dengan begitu kehidupannya kembali tenang tanpa berambisi memiliki kehidupan orang yang belum tentu membuatnya bahagia.

Sekarang jam menunjukkan jam sebelas lewat lima menit dan Kaiya masih terlentang di atas kasurnya sambil sesekali berguling kesana - kemari dengan perasaan gelisah. Ia menatap ke suluruh kamarnya yang dipenuhi dengan pernak - pernik Jujutsu Kaisen—anime favorit Jung Kaiya yang membuat gadis itu bermarga Jung itu menyerah pada lelaki sungguhan dan memberikan sejuta minat pada karakter anime dengan rambut putih dan sepasang manik mata berwarna biru itu.

Seluruh dinding kamarnya penuh dengan poster Gojo Satoru, sosok guru teladan yang sangat mencintai murid - muridnya. Tak berhenti disana, Kaiya pun juga mengoleksi berbagai macam official figurine dan doll yang ia beli dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Jadi jangan tanya alasan kenapa gadis bermarga Jung itu masih miskin sampai sekarang.

Kaiya pun memiliki sumber kebahagiannya sendiri. Sebuah alasan yang mungkin tidak selalu sama dengan orang lain. Ia sendiri yang mencari dan menciptakan sumber kebahagiaannya. Sama seperti orang lain yang bangga karena memiliki satu jabatan penting di perusahaan atau berhasil membuat sebuah keluarga kecil. Jung Kaiya pun menciptakan kebahagiannya sendiri tanpa terpengaruh pada omongan orang lain. Setidaknya, sekalipun kehidupannya tidak sesempurna orang hebat di luaran sana. Jung Kaiya tidak mencerca bagaimana cara orang lain untuk bahagia dan fokus pada hobinya sendiri.

Ada orang yang hancur dan kemudian menemukan semangat hidup lewat sebuah lagu. Dan ada orang yang akhirnya menemukan alasan untuk bertahan hanya karena menemukan sepotong roti yang sangat enak. Setiap orang mempunyai kisahnya sendiri dan terdengar sangat jahat jika mengomentari kesukaan orang lain tanpa melihat keseluruhan kisah hidupnya. Cacat atau tidaknya biarlah diri kita sendiri yang tahu dan memperbaikinya. Jangan menambah cacian untuk bertahan hidup itu jadi terdengar tidak punya sebuah nilai.

Jung Kaiya akhirnya menyerah pada gagasan untuk tidur lebih awal. Kali ini otak sialannya membom - bardir Kaiya dengan wajah pria tinggi yang ia temui di minimarket beberapa jam yang lalu. Ia langung mengubah posisi yang tadinya berbaring menjadi duduk bersila di atas kasurnya. "Om - om barusan siapa sih? Kenapa coba gue tiba - tiba nangis kayak gitu? Ah..elah."

Lagi - lagi si Jung itu tidak habis pikir kenapa ia harus menciptakan kesan pertama yang menyedihkan di hadapan orang asing yang entah mengapa tidak terlalu asing itu. Tubuhnya memberikan respon yang Kaiya sendiri tidak tahu harus menafsirkan emosi itu dalam bentuk kebahagiaan atau kesedihan. Namun kedua netra Kaiya seolah memberikan sebuah petunjuk samar jika ada sebuah ikatan yang terjalin di antara keduanya. Dan semakin Kaiya memikirkan lelaki berusia empat puluh tahunan itu, semakin nyeri pula kepalanya sekarang.

"Terus ngapain coba dia nanyain masalah time travel. Emang gue Hanagaki Takemichi?"

...

Beruntungnya Jung Kaiya bisa tiba di rumah sebelum larut malam. Jadi ia bisa memasak kudapan makan malam yang tidak terlalu rumit. Kakeknya adalah seorang pemilih—membuat si Jung itu sering merasa kerepotan menyesuaikan menu makanan supaya kakeknya tidak gampang bosan. Dan bagian yang paling menyebalkan, lelaki keriput itu seringkali bersikap seperti Do Ji An yang rajin menyingkirkan sayuran di tepi piring. Jung Kaiya juga pernah melakukannya, tapi dua puluh tahun yang lalu. Saat ia masih duduk di sekolah dasar dan senang sekali membuat kakek - neneknya sakit kepala.

My Lovely English TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang