BAB 10

720 84 23
                                    


"Manusia-manusia keparat itu selalu saja membuat asumsi-asumsi aneh." Bumbo dengan lengannya yang putus sempurna berbicara pada buronan lain saat mereka berada di Poraran. Kekuatan dahsyat dari Nyai Roro Salamba dan para petuah di Turangi telah membuat pria itu kehilangan lengannya.

"Mereka mengira kita berada di Nemangkawi," ujar Myu. "Gosip konyol."

Myu sang tukang celoteh masih kesal menerima fakta bahwa Tuan Putih dan Hitam melarang mereka pergi ke Nemangkawi atas perintah Tuan Rembulan. Tugas mereka adalah menghalau para anak terpilih untuk bertemu makhluk mitologi.

"Alakus si manusi bersisik sialan sudah menyamar lagi. Kali ini bukan binatang, tetapi manusia. Semoga dia berhasil."

Poraran masih suram seperti biasanya. Tanah abu-abu dengan langit gelap serta pohon-pohon tanpa daun. Semua orang duduk secara melingkar. Ada Myu, Enola, Miruna, Kirem dan Bumbo.

"Mereka sudah menemui orang Bunian lebih dulu. Itu tujuan utama mereka ke Dawletoo, kan?" tanya Myu.

"Aku belum puas mengacau di Turangi," gerutu Bumbo. Dia benar-benar telah kehilangan lengannya sebab kekuatan dari Nyai Roro Salamba tempo hari saat menyerang kerajaan Turangi. "Enola sialan sebentar lagi akan masuk ke level empat, kau jadi anak kesayangan Tuan Putih sekarang."

Enola menggeleng. "Aku masih belum puas juga. Anak terpilih udara itu terlalu lemah. Bisakah mereka sedikit lebih kuat?"

Enola lanjut menggerutu pada semua orang karena ulah Tahanan 607 yang akhir-akhir ini suka jalan sendirian ke manapun.

"Entah ke mana lagi dia. Kau Myu, tak mau menyusul ke Danau Toba?"

Myu menggeleng. "Alakus berlendir bau sialan membuatku tidak tahan, wajahku bisa keriput kalau terus-menerus bersama peia sialan itu. Untung Mirina mau menemaninya kali ini."

"Jangan naif," tegur Kirem. "Hanya karena sarah orang Bunian sangat segar, jadi Mirina mau ke sana karena dia sangat menyukainya."

"Aku pergi dulu."

Enola segera menghilang, pergi ke tempat dimana Tuan Putih menyuruhnya.

*

Sanja dan Drio kembali darj portal. Dari rumah Irimbe yang gelap, menuju ke teras bangunan di pusat Dawletoo. Di sana berdiri seorang anak laki-laki yang sedari tadi memandang rembulan yang perlahan tertutup awan. Dia sudah menunggu cukup lama sembari menjaga portal.

Sanja dan Drio saling melemparkan pandangan, hendak menjelaskan dari mana mereka.

"Aku tahu," Rabka langsung berucap, saat Sanja masih berpikir apa yang akan ia ucapkan. "Aku akan membalaskan dendam kalian. Aku janji."

Sanja dan Drio saling melemparkan pandangan. Tidak ada di antara mereka yang merespons ucapan Rabka.

"Lebih baik kalian tidur sekarang, sebelum pagi."

Kedua anak itu mengendap masuk. Drio pergi lebih dulu, kepalanya benar-benar pening.

Sanja menoleh, melihat Rabka lamat.

"Terima kasih sudah menjaga portal, Rabka. Tidur lah, juga," desis perempuan itu.

*

"Kau baik-baik saja, Sanja?" tanya Nala, ketika pagi tiba. Dilihatnya kantung mata Sanja yang menghitam.

Sanja tersenyum. "Udara sangat dingin semalam."

"Betul," Rabka membenarkan. "Aku juga susah tidur."

"Drio belum bangun," ujar Tanra yang kerepotan mengangkat buku-bukunya, hingga akhirnya mengucapkan mantra membuat semua bukunya masuk ke dalam tas.

ARCHIPELAGOS 4 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang