𝄞⨾𓍢ִ໋happy Reading𝄞⨾𓍢ִ໋
"Ekhem." Seorang pria paruh baya, yang sedang fokus pada pekerjaannya di laptop, berdehem panjang ketika pintu rumahnya terbuka. Matanya yang tajam tidak beranjak dari layar, namun telinganya dengan sigap menangkap suara langkah kaki yang perlahan memasuki rumah.
Cornelius, yang sejak tadi duduk di ruang tamu dengan secangkir kopi di sampingnya, tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja datang. Sejenak, ia membiarkan suasana hening mengisi ruangan, memberi waktu bagi anaknya untuk menyadari keberadaannya.
"Olineus Manuel" Cornelius mengangkat pandanganya dari layar laptop, ia menatap anak nya itu dengan tatapan tajam. Tatapan tajam itu membuat Oline menelan ludahnya dengan susah payah. "kok jam segini udah pulang?"
"ehh papah, kok belum tidur sih pah?" Oline tersenyum, ia berjalan menghampiri Cornelius lalu duduk di pinggiran sofa kecil yang sedang Cornelius duduki. "Lagi ngerjain apasih pah, kok sampe jam 1 malem gini belum tidur"
Cornelius terdiam sejenak, lalu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langsung kedalam mata Oline. Tatapan mereka beradu dalam keheningan yang mencekam. Tidak ada sedikit pun ketakutan yang terpancar dari mata Oline.
"Kamu sendiri?" Cornelius terbatuk pelan, ia menegakkan tubuhnya dan kembali fokus ke layar laptop "Kamu tau kalau sekarang udah jam 1 malem dan kamu malah baru pulang jam segini. Abis darimana kamu?"
"Ya biasa lah, Pah, namanya juga anak muda. Ya pasti pergi main sama temen-temennya dong," jawab Oline dengan santai sambil memutar-mutar kunci mobil di jari telunjuk nya. Ia tampak begitu tenang, seolah pulang selarut ini bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Cornelius menatap layar laptopnya sejenak, jemarinya dengan lincah mengetikkan beberapa kalimat. Senyum miring muncul di wajahnya, namun ada sesuatu yang mengintai di balik senyum itu. "Main apa sih sampai pulang selarut ini?" tanyanya dengan nada tenang.
Oline tertawa kecil, "Brumm brumm," jawabnya sambil memperagakan gerakan mengendarai mobil, lengkap dengan suara knalpot yang ia buat sendiri.
Cornelius langsung terdiam. Amarah yang sudah di tahannya mulai membara. Dengan gerakan perlahan, ia menaikkan kacamata berbentuk persegi panjang nya itu ke atas kepala. Tatapan matanya yang tajam kini tertuju langsung pada Oline, memotong tawa riang dari anaknya.
"Olineus," suara Cornelius terdengar rendah namun penuh dengan ketegasan yang tak bisa diabaikan. "Kapan sih kamu mau berubah?" Ada kelelahan dalam suaranya, bercampur dengan kekecewaan yang sudah terlalu lama dipendam.
Cornelius berdiri dari duduknya, meninggalkan laptop yang masih menyala. Langkahnya mantap menuju lemari kaca di sudut ruangan.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Cornelius membuka pintu lemari itu dan mengeluarkan sebuah piala-piala pertama yang Oline menangkan dari balap liar. Ia memandang piala itu sejenak, seolah mengingat semua peringatan yang telah ia berikan selama ini.