Aussie Farm

34 3 0
                                    

Ini pertama kalinya Anne ke luar negeri. Selama 28 tahun ia hidup, paling jauh hanya liburan ke Bali. Tawaran yang diberikan kepadanya untuk meliput kehidupan seorang peternak di Australia tak bisa dilewatkan begitu saja. Mumpung tiket dan ongkos kehidupan di sana dibayar oleh kantornya, toh kenapa tidak? sekalian menyelam sambil minum air. yahh sekalian refreshing dari hiruk-pikuk kota Jakarta.

Sesampainya di Melbourne,  Anne harus melanjutkan perjalanannya lagi kurang lebih selama 10 jam untuk sampai ke Kununurra dengan menggunakan pesawat. Karena ini pertama kalinya ia melakukan perjalanan jauh, Anne cukup jet lag. Namun, setelah tiba di home valley station rasa lelahnya mulai membaik. Ia pun bergegas memasuki ruangan yang telah di pesan oleh pihak kantor. Tak menyangka kantornya sebaik itu memberikan penginapan terbaik.

Keesokan harinya, Anne membereskan barang-barangnya lalu menuju restoran yang ada di penginapan untuk sarapan. Setelah sarapan, ia pun kembali ke kamarnya. Gawainya berbunyi menampilkan seseorang yang akan diwawancarai olehnya. Anne mengangkat telepon tersebut.

"halo, selamat pagi tuan Johnson. ada apa ya? apakah ingin melakukan wawancaranya hari ini?"

"iya, tapi sebelumnya kemaslah barang-barangmu. " terdengar maskulin dengan aksen Aussienya

Anne terdiam sejenak. Mengapa harus mengemas barang lagi sih? Apa dia disuruh pindah pemginapan? pikirnya. "kenapa ya saya harus berkemas barang-barang saya? kalau boleh tau memangnya mau kemana?"

"mulai hari ini kamu tinggal di peternakan. Agar mempermudah melakukan wawancara sekaligus memberikan pengalaman berharga. Bukannya selain wawancara kamu juga harus ikut serta membantu di peternakan? sebagai riset artikelmu."

Sial. Anne tak menyangka akan terjadi seperti ini. Siapa sangka kantornya tidak akan sebaik itu memberikan fasilitas bagus berhari-hari. Kalau diingat-ingat memang kantornya tidak akan semampu itu. Gaji para editor dan wartawan saja tidak banyak apalagi memberikan fasilitas bagus. yah setidaknya mereka masih mau memberikan tiket dan sedikit ongkos untuk hidup di sini.

"Baiklah saya akan bersiap-siap dahulu" ketus wanita berumur 28 tahun itu.

"Saya akan jemput satu jam lagi. Nanti saya tunggu di lobi" ucap lelaki itu.

"Oke tuan Jonathan"

"Panggil saja Joe, biar tidak terlalu formal. Untuk internet di sini ada, namun jaringannya tidak secepat di kota. Dan keperluan lainnya sudah saya siapkan"

"Oke, Joe" Anne pun menutup telepon tersebut lalu dengan cepat membereskan barang-barangnya. Setelah selesai mengemasnya, ia beristirahat sejenak sambil menikmati penginapan ini. Tidak lupa sambil berfoto-foto untuk arsip galerinya. Lalu ia pun menuju lobi sambil menunggu jemputan datang.

Beberapa menit kemudian, Joe masuk ke lobi dan memperhatikan sekitar untuk mencari seseorang yang akan ditugaskan di peternakannya. Setelah melihat orang tersebut, Joe melangkahkan kakinya menuju wanita itu.

"Anne? ayo segera menuju ke mobilku" ujar lelaki berusia 34 tahun dengan perawakan kekar mengkagetkan Anne yang sedang melamun.

"ahh iya, maaf saya sedang melamun tadi" Anne terperangah dengan fisik lelaki itu. Kulit yang berwarna cokelat dan rambut berantakan membuatnya seperti preman. Terutama tato yang ada di tubuhnya membuat Anne sedikit bergedik. Lalu wanita itu mengikuti pria yang ada di depannya menuju mobil yang terparkir di halaman samping penginapan.

Selama di perjalanan, Anne menatap jauh ke luar jendela mobil, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan hamparan padang rumput hijau yang tak berujung. Mobil berhenti di depan sebuah rumah kayu sederhana dengan pagar putih di sekitarnya. Udara segar pedesaan menyeruak begitu ia keluar dari mobil. Kesan pertamanya seperti melihat secara langsung film yang ditontonya dahulu.

JOY With Boys (oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang