02 : Percaya Diri Membuka Jalan

8 2 0
                                    


"Kayak kenal deh," Lino membalas status WhatsApp Anna dengan percaya diri.

"Siapa hayoo?" balas Anna, merasa senang sekaligus penasaran karena Lino berani menghubunginya.

"Aku?" Lino menjawab dengan nada percaya diri, seolah-olah yakin bahwa Anna pasti merujuk padanya.

"Bukan. Itu anak SMK. Mantan aku," ujar Anna sambil tertawa, mengingat kembali kenangan yang mungkin menyakitkan.

Lino langsung merasa malu ketika menyadari bahwa kepercayaannya itu salah besar. Ia sudah berani menggoda Anna, tetapi ternyata status tersebut berkaitan dengan mantan Anna. Rasa malu itu seakan membuatnya ingin segera mengubur kepala di dalam bantal.

Meski begitu, Anna merasa senang Lino mengechatnya, meskipun sebenarnya itu terjadi karena kesalahpahaman. Ia dengan sengaja terlihat gamon di depan Lino, berharap tidak ketahuan bahwa hatinya sebenarnya sangat menyukai Lino.

Anna pun berbagi perasaannya dengan Shasa, sahabat terdekatnya. Ia menceritakan semua isi hatinya: bagaimana awal mula ia bisa jatuh cinta pada Lino, betapa dia terpikat oleh senyumnya, serta bagaimana ia sangat ingin mendapatkan lelaki yang berbeda agama itu.

Setiap hari berlalu, Anna mulai meragukan perasaannya. Dalam pikirannya, ia berpikir bahwa Lino mungkin tidak menyukainya kembali. Mungkin Lino merasa risih, apalagi setiap kali dia melintas di depan kelas, teman-teman Anna selalu mengejek mereka berdua. Kadang, Anna merasa malu saat teman-temannya bercanda, menyinggung tentang Lino. Namun, di sisi lain, dalam hatinya yang terdalam, ia berharap Lino tidak benar-benar merasa risih.

Sementara itu, di dalam benak Lino, sebenarnya ada rasa yang sama terhadap Anna. Ia sering kali merasa bingung, apakah harus mengungkapkan perasaannya atau tetap diam.

Di tengah keraguannya, Lino pun akhirnya memberanikan diri untuk memulai perbincangan dengan Anna melalui aplikasi WhatsApp. Ia berpikir bahwa mungkin ini adalah kesempatan untuk mengenalnya lebih baik.

"Halo, Anna," sapa Lino, berusaha tampil santai meski hatinya berdebar-debar.

"Halo, kak. Iya, ada apa?" balas Anna dengan nada ceria.

"Aku mau tanya boleh?" tanya Lino, berusaha untuk tidak menunjukkan rasa gugupnya.

"Boleh. Mau nanya apa?" tanya balik Anna, rasa penasarannya semakin membara.

"Kamu main game apa aja?" tanya Lino, ingin mencari topik yang bisa membuat mereka semakin dekat.

"Aku main Mobile Legends, cuman nggak terlalu bisa sih, hehe," jawab Anna sambil merendah, padahal ia tahu dirinya cukup handal.

"Mabar yuk! Nih ID ML aku *******," balas Lino dengan semangat, merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama.

"Ok! Sabar, aku add ya," jawab Anna dengan bahagia, merasakan getaran positif dari percakapan tersebut.

Setelah itu, mereka pun bermain game bersama, dan momen itu membuat mereka semakin dekat. Lino mulai melihat sisi manis dari Anna yang selama ini ia abaikan. Ternyata, Anna sangat baik hati dan selalu bisa membuatnya tersenyum. Di sisi lain, Anna juga melihat betapa lucunya Lino, dan rasa suka itu semakin menguat. Meskipun mereka saling menyukai, gengsi masih menghalangi untuk saling mengungkapkan perasaan.

"Huh, gimana ya cara biar Lino suka aku?" pikir Anna.

"Beruntung banget pasti, cewek yang disukai sama dia."

Anna terus menerus merenungkan hal itu, padahal dialah wanita beruntung yang dimaksud. Di sisi lain, Lino juga berpikir sama. Ia merasa pasrah karena yakin tidak akan bisa mendapatkan Anna, dan berpikir bahwa Anna tidak akan pernah menyukainya. Mereka berdua terjebak dalam kebingungan yang sama, seolah terikat dalam lingkaran yang tidak pernah berujung.

Mereka pun melanjutkan chatting. Salah satu dari mereka harus membuka topik. Tanpa adanya inisiatif, percakapan mereka akan terhenti. Terkadang Lino yang memulai topik, terkadang juga Anna. Namun, karena terhalang oleh gengsi, sering kali mereka hanya diam dan tidak chatting sama sekali. Rasa bingung dan canggung menyelimuti mereka, membuat suasana terasa kaku.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dekat. Mereka belajar untuk menurunkan gengsi masing-masing, menemukan kenyamanan dalam kebersamaan. Rasa saling menghormati itu ternyata membawa banyak manfaat, dan kedekatan mereka mulai terasa lebih berarti.

Karena usia mereka yang masih muda, mereka tidak memilih untuk berpacaran. Meskipun Lino sudah berani menembak Anna, ia menghormati keputusan Anna yang menolak dan memilih untuk berteman saja. Anna merasa, di usia segini, ia belum dibolehkan pacaran oleh orang tuanya. Lino pun merasakan hal yang sama, tetapi... mereka berdua sama-sama berharap bahwa suatu saat nanti, perasaan itu bisa terungkap.

To Be Continue ... (03)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

344 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang