Ameron bangun tidur. Rancangan nuansa ngeri atas pikirannya kemarin masih terngiang mengganggu tidur. Untung fajar sudah mengintip. Ia segera menitah diri menuju kamar mandi. Sagal duduk, bersandar di sofa, menyalakan televisi. Sengaja membisukan spiker, pastinya agar menjaga teman serumah tetap nyenyak. "Hey, Ams, apa aku membuatmu terbangun?" tanya Sagal selepas Ameron keluar dari kamar mandi. Yang ditanya bergerak layaknya zombie, mata setengah terbuka ketika menuang susu dan sereal, lalu mendudukkan badan lemasnya ke kursi. Ia setengah tertidur saat mengaduk sereal.
Televisi menampilkan berita-berita politik, bencana alam, olahraga, perampokan dan lain-lain. Yang pasti bukan lagi soal kematian Oliver Campbell. Mukanya terlipat. "Aneh," ucapnya. Biasanya setiap pagi selalu ada saja update-an tentang kasus tersebut. Kali ini tak ada satupun saluran yang menyiarkan.
Angin segar Manhattan kembali menghilir, orang-orang nampak beraktivitas normal. Mereka seolah lupa kejadian mengerikan yang sudah menggemparkan kota minggu ini. Burung berkicau, mentari menunjukkan kemegahan sinar. Sagal seperti biasa akan menggenggam remahan roti ketika merpati-merpati mematuk kaca. Ia menaikkan jendela, menaburkan remahan, maka burung lain pun ikut mengerubungi. Dia tersenyum.
Ameron sudah rapi memakai baju, dirinya memanggil Sagal dan mengatakan akan pulang sore. Ia menyarankan agar temannya itu bersih-bersih rumah dari pada diam saja. Karena dia sendiri akan bosan jikalau tak melakukan apapun. Sagal mengangguk, setelahnya kembali memandangi keramaian Manhattan dari jendela.
Ameron memilih berjalan dahulu beberapa blok. Ia berhenti di depan sebuah gedung ketika seorang pedagang bagel mangkal di depannya. "Bisa berikan saya satu, Pak?" Lelaki kurus, berparas judes itu diam saja. Beberapa detik kemudian memberikan apa yang dimintanya. Saat hendak melangkah pergi, ia mengurungkan niat ketika mendapati wanita memakai mantel kulit hitam, rambut terurai menggenggam botol bir, tangan lain memegang rokok, duduk di pinggir trotoar. "Mia Tucker?" sapanya.
Wanita itu menyipit ketika mendongak untuk melihat pemanggil. "Oh, hai..." balasnya ragu.
"Kau yang pernah menggantikan anchor yang biasanya di CNN waktu itu, kan?"
"Oh, ya. Hanya satu kali." Wanita itu menghisap rokoknya. Ia menatap jalan.
"Jangan di sana, bahaya!" Bukannya peduli, Ia bersikap seolah Ameron sudah hilang. "Aku tidak bermaksud mengatur, tapi apa yang aku katakan benar."
Mia berdiri walau mendengus kesal. "Kalau kau tak keberatan, aku akan pergi."
"Tunggu!" Ameron menarik lengannya. "Bukankah kau juga editor koran juga? Aku sering menemukan namamu di berbagai artikel."
"Siapa namamu?"
"Ameron Diego, aku tinggal beberapa blok dari sini."
"Oh."
"Apa boleh jika aku meminta nomormu?"
Mia mengoper bir ke tangan satunya, dia merogoh saku, lalu mengeluarkan kartu nama yang sudah lusuh dan kusut. "Jangan menelepon kalau tidak penting." Ia memanggil taksi yang baru saja lewat. Setelah taksi Mia melesat, Ameron pun segera memanggil taksi yang ada.
Hari masih cukup pagi, jam 7 kurang. Ameron berleha-leha karena ini hari sabtu. Toko juga mestinya masih sepi. Lagian, Chloe baru menelepon dan mengatakan kalau dia sebaiknya santai saja.
08.45, dia baru sampai di tempatnya bekerja di sekitar 374 5th Ave, Brooklyn. Ameron tetap saja terlihat lesu, padahal sudah mandi dan diterpa angin pagi. Ia juga mampir sebentar ke dunkin untuk segelas kopi. Chloe bisa melihatnya dari gelas yang bertuliskan merk dunkin. "Ayy, Man, you still snoozy after a cup of coffee," ejeknya.
"Tidurku tak terlalu nyenyak, Chloe."
"Mimpi buruk?"
Ameron menaruh tas dan kopinya di belakang, lalu kembali ke depan untuk membantu Chloe mengatur bunga-bunga. "Kau takut akan kematian, Chloe?"
![](https://img.wattpad.com/cover/377026037-288-k47233.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Junkyard Dog
Misteri / ThrillerPs : Meski prolognya demikian, ini bukan cerita religius, ya. Ikuti saja alurnya, kalian akan tahu. "Dunia adalah tempat persinggahan yang dikelilingi lingkaran setan, yang buruk bukan dunia tapi sifat-sifat manusia." -Ameron- "Sampai masanya, sese...