Paman Iel

169 30 9
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca
Happy reading

*
*
*

"Hoam ..."

Kit menguap dengan kedua mata yang terpejam. Sambil menumpukan kepala pada lipatan kaki depannya, kucing putih itu memandang balita kurus yang sedang berguling-guling tak jelas di atas kasur. Entah jiwa yang mengisi balita itu punya kelainan atau hobinya memang melakukan sesuatu yang tak jelas lagi tak berguna.

[Sampai kapan kau mau melakukan hal bodoh begitu? Lihatlah! Tubuhmu sudah seperti roti gulung sekarang.] Kit menatap datar pada tubuh kurus Calix yang sudah tergulung selimut dan sprei.

Calix tak menjawab, balita itu justru menggeliat bagaikan ulat dalam kepompong. Mulut kecilnya menggumam tak jelas, akibat tebalnya lapisan selimut dan kain yang menutupi seluruh tubuh.

Pintu terbuka, Robin berjalan masuk dengan langkah ringannya. Ia tersenyum tipis melihat buntalan kain yang berada di tempat tidur sang adik. Setelah meletakkan beberapa barang di atas meja, dirinya lantas membuka buntalan besar itu dengan perlahan. Membutuhkan waktu untuk Robin bisa mengurai lilitan selimut dari tubuh Calix, karena sepertinya balita itu sempat terjebak tadi.

"Huwaaahhh!! Ahilna bebac!" Calix berseru sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Apa kau bersenang-senang, Pangeran kecil?" tanya Robin sambil tersenyum.

Calix meringis, menunjukkan deretan gigi kecilnya yang hampir lengkap. Ia merangkak, kemudian memanjat tubuh sang kakak dengan kedua tangan membingkai wajah rupawan itu.

"Makacih Kaka. Calix tadi nda bica kelual. Untun Kaka datan celamatkan Calix," ucap Calix dengan senyum manisnya.

Robin terkekeh kemudian mencuri sebuah kecupan di pipi tirus si kecil. Ia menatap lamat kedua pipi Calix dan mulai membayangkan lemak bertumpuk yang akan memenuhi bagian itu.

"Kau terlalu kurus, Bungsu. Kakak akan buatkan ramuan penambah nafsu makan nanti, agar tubuhmu jadi lebih berisi," ujar Robin. Tangannya menggenggam telapak kecil yang masih bertengger di pipinya.

Robin meraih sarung tangan putih dengan hiasan sulaman kepala kucing dari atas meja, lalu memakaikannya pada tangan si bungsu.

"Bungsu, kau harus selalu memakai sarung tangan ini jika keluar, ya. Tanganmu masih bisa membekukan benda, meskipun kau sudah memakai liontin ini," ujar Robin sambil mengusap liontin dengan batu magis berwarna serupa manik mata si kecil.

"Beneran jadi kembarannya Elsa, nih?" tanya Calix dalam hati sembari membolak-balikkan kedua tangannya.

Tak sampai di situ, Robin juga memakaikan sebuah jubah kecil dengan tudung berwarna biru. Bulu-bulu putih lembut menghiasi bagian pinggirnya, mengingatkan Calix pada jaket yang sering dipakai saat musim dingin.

"Kaka, napa pake ni? Di lual anas," tanya Calix bingung sambil menunjuk matahari di luar yang bersinar begitu terik.

Robin tersenyum tipis, lalu menaikkan tudung jubah hingga menutupi surai perak Calix. "Justru karena panas kau harus memakai jubah ini. Kau bisa demam seperti kemarin jika bermain di bawah matahari tanpa pelindung."

Calix hanya diam, mencerna ucapan Robin. Ia menumpukan kepalanya, saat pangeran kedua itu membawanya keluar kamar. Robin sempat memberitahu pada kesatria yang berjaga, untuk meminta pelayan khusus merapikan kamar si bungsu.

"Ini bukan Elsa lagi, udah jadi penduduk Eskimo kayaknya aku, nih," batin Calix dengan tatapan ke arah Kit dan seorang pria muda lain yang berjalan di belakang Robin.

Manik mata biru itu mengerjap penuh rasa ingin tau pada sosok pria muda yang baru dilihatnya. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Calix menegakkan kepala kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga sang kakak.

Little Snow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang