Deru langkah Angga yang begitu cekatan berhasil menyiksa langkah Dimas yang harus dipaksa sama, teriakan Dimas bahkan tak dihiraukan.
"Ini event yang gua tunggu-tunggu gila, nyesel banget gue kalo sampe ga ikut" Angga terus-terus menjelaskan kepada Dimas padahal temannya yang satu itu hampir terjungkal karena dipaksa berlari.
"Ya lo aja, gua ga minat" elak Dimas
"Ngga, Lo harus ikut" Dimas memutar bola matanya malas mau menghentikan langkah Angga pun tenaga Dimas tidak setara.Dengan ketangkasan yang tidak perlu diragukan Angga masuk kedalam kerumunan mahasiswa, hanya butuh 5 detik baginya untuk mendaftarkan dirinya dan Dimas diatas kertas formulir.
"Anjir, udah rame aja. Lo mau divisi apa? Sini gue tulisin" tanya Angga, tanpa menunggu jawaban Dimas ia turut mendaftarkan Dimas.
Dimas berdecak kesal padahal dirinya ingin menikmati semester pertama dengan menganalisis kehidupan barunya."Permisi, formulirnya masih ada kuota ngga ya?" Seseorang menarik lengan baju Dimas pelan sontak membuatnya menoleh ke asal suara.
Dimas terdiam cukup lama, sadarnya hilang seketika."Per-misi?" Tanya Nindi -si penanya-
"E..masih kayanya" jawab Dimas gugup,
"Oke, terimakasih" ucap Nindi sebelum akhirnya masuk kedalam kerumunan yang kini sedikit mereda daripada sebelumnya. Dimas menghela nafas, entah mengapa ritme detak jantungnya berpacu dua kali lebih cepat."Nindi" ujar Dimas dalam hati.
~•~ ~•~ ~•~
Seisi kelas terdengar ricuh dengan banyak keluh kesah dan kesal karena kelas yang dibatalkan setelah menunggu satu jam, satu-persatu mulai meninggalkan kelas. Dimas melirik kearah Angga yang tengah memakai tas ranselnya,
"Gue ikut ke kantin ya" ucapan Dimas berhasil membuat Angga menatapnya penuh ketidak percayaan.
"Anjir, kesambet apa lo tiba-tiba mau ikut gue ke kantin?. Biasanya langsung ke perpus"
"Gue mau cari makan, kita makan ditempat aja" Angga menutup mulutnya dengan kedua tangannya
"Dimas, setan mana yang memasukimu?" Tanya Angga penuh drama.
"Gue laper" jawab Dimas singkat lalu berjalan keluar kelas meninggalkan Angga dengan keterkejutannya.
Angga meletakkan mangkuk baksonya kasar dengan melirik sinis kearah Dimas yang tengah menyeruput es teh nya.
"Laper tuh makan, bukan malah minum es teh doang" tukas Angga kesal, yang diajak bicara hanya melirik sekilas.
"Lo pasti ada maksud lain kan?" Sambung Angga,"Laper tuh makan bukan ngoceh mulu gak kelar-kelar" timpal Dimas
"Yeuu malah dibalikkin omongannya, kocak. Lagian apasih sebenernya tujuan lo ngikutin gue ke kantin"
"Ga terima banget kayanya gue kekantin, lo kata ini kantin punya bapak lo?" Tanya Dimas.
"Ah bodo ah" Angga menghentikan percakapan tak berarah dengan mulai memasukkan sebuah bakso kedalam mulutnya sedangkan Dimas meraih ponselnya yang berjarak tak jauh darinya.
Dimas menggulir layar ponselnya tanpa minat, beranda sosial medianya benar-benar tidak menarik perhatiannya. Ia memerhatikan keadaan kantin yang cukup ramai, bahkan kenyataan ia dan Angga yang berhasil mendapatkan kursi adalah sebuah keberuntungan. Dimas tersenyum, kala seseorang yang ia tunggu kedatangannya tertangkap lensanya, dengan cepat ia membuka kamera pada ponselnya.
'cekrek'
"Anj*r, Dimas goblok, kenapa sih harus gede banget suaranya" Dimas berteriak kencang dalam hati, merutuki kebodohannya. Ia menyadari Angga yang menatapnya bingung,"Lo motoin sapa jir? Gede amat suaranya" Tanya Angga,
"Gue foto es teh, ngabarin ibu" jawab Dimas berusaha santai
"Sejak kapan ibu lo pake hp? Katanya semenjak bokap lo ga ada udah ga pernah dipegangin"
DAMN, Dimas mati kutu. Otaknya harus segera berputar, harga dirinya tidak boleh jatuh begitu saja.
"Dipinjemin mas Cakra" jawab Dimas kesekian kalinya sebelum akhirnya kembali menyedot es tehnya yang tinggal setengah
"Ooo kirain lagi moto mba crush diem-diem" celetuk Angga
"Uhuk-uhuk"
"Eh lo ngapa keselek jir?" Tanya Angga bingung,"Angga go***k" umpat Dimas dalam hati
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung Swastamita
RomancePenghujung Swastamita tidak selalu memanjakan mata bagi Dimas, sebab penghujung kali ini kan menjadi penentu bagaimana ia akan berlanjut.