"Mas ... tabungan baru, nih."
Gita meletakkan buku tabungan beserta formulir pembukaan rekening ke meja teller.
Irfan, teller tunggal di unit tersebut mengambil apa yang ditaruh Gita. Lekas, dia menginput nomor rekening dan nomor seri buku untuk penerbitan buku tabungan baru. "Setoran awalnya berapa?" tanyanya dengan tangan kiri memasukkan sampul buku ke passbook printer.
"2 M."
Sama seperti sang kepala unit, si teller pun cukup terkejut. Pria berkaca mata itu menoleh ke samping di mana Gita berdiri. "Tunai?"
Gita menggeleng. "Di transfer lewat IB dari dua rekening."
Limit transfer ke sesama Bank Kita Semua via internet banking adalah satu milyar rupiah per hari. Hal tersebut sudah Gita pelajari sewaktu menjalani pendidikan di asrama BKS.
"Baguslah," kata Irfan sewaktu menyerahkan buku tabungan ke tangan Gita. "Soalnya duit di brankas lagi banyak. Udah ngelebihin batas maksimal."
"Nggak disetor?" Gita juga mengambil formulir pembukaan rekening di meja.
"Setor." Sambil menekan tombol antrian, Irfan menyahuti perkataan Gita. "Nanti sorean paling dateng petugasnya."
Gita keluar dari ruang teller, lanjut menuju meja kerjanya. Dia berjaga sendirian saat ini, sebab satu customer service yang lain, sejak pagi sedang berada di ruang berkas, mencari dokumen debitur yang hendak kembali mengajukan pinjaman.
Sebelum memanggil si pemilik rekening baru, Gita terlebih dahulu menginput nomor rekening beserta nomor seri kartu ATM pada sistem, untuk penerbitan kartu. Kemudian dia yang pagi itu memakai seragam biru, meminta persetujuan kepala unit sekaligus mengambil kartu ATM di ruang bosnya. Selanjutnya, dia kembali ke meja depan.
"Atas nama Mba Sari," panggil Gita usai duduk di kursi kebesarannya.
Si nasabah yang dipanggil beserta seorang laki-laki yang mengantarnya, menghampiri meja Gita.
Gita tersenyum kecil, lantas berkata, "Nomor rekening Mba Sari sudah aktif." Dia melirik ke arah Wira. "Silakan sudah bisa ditransfer sekarang dananya, Bapak Wira."
"Oke." Wira lekas merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebuah smartphone, lalu tampak sibuk dengan benda pipih tersebut selama sekitar tiga menit. "Done," ucapnya sebelum menatap Gita.
"Baik, saya cek dulu." Tangan Gita bergerak lincah di atas keyboard. Di detik berikutnya, dia mencetak saldo rekening pada passbook printer.
Gita menarik senyum kecil untuk Sari. "Sudah masuk dananya, dua milyar, ya ...." Diperhatikannya baik-baik gadis di depannya. Cantik, masih muda, dan penampilannya seperti gadis baik-baik. Agaknya kurang meyakinkan kalau gadis itu pelaku kawin kontrak. "Sekarang kita aktifkan dulu kartu ATM-nya, ya, Mba Sari ...."
Sari terlihat mengangguk.
"Disiapkan dulu enam digit angka untuk pin-nya," ucap Gita sambil mengambil kartu ATM milik petugas di laci. Dia kemudian menggesek kartu tersebut ke mesin EDC, memilih salah satu menu, memasukkan enam digit password lalu menggeser mesin EDC ke hadapan Sari. "Silakan Mba Sari, bisa ditekan enam angka untuk pin-nya."
Dengan gerakan pelan, Sari menekan angka demi angka. Setelah enam angka berhasil dimasukkan, Gita menekan tombol enter pada mesin, terus meminta Sari untuk mengulanginya sekali lagi, dengan kombinasi angka yang sama.
Gita tarik mesin EDC ketika si nasabah sudah selesai. Sembari menunggu aktivasi berhasil dan kertas keluar dari mesin, Gita mengajukan sebuah pertanyaan. "Mohon maaf sebelumnya, Bapak Wira dan Mba Sari, perpindahan dana ini termasuk untuk kepentingan pribadi atau bisnis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIgita (Tamat)
RomanceIni adalah kisah dua insan manusia yang berstatus mantan kekasih yang tak sengaja dipertemukan dalam sempitnya lingkup pekerjaan. Akankah benih-benih cinta yang pada dasarnya memang belum pernah mati, kembali bersemi?