Part 35 | Candle of Truth

12K 1.4K 816
                                    





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














MAN will prepare themselves for the right woman even if he is not ready.

Aku mengamati ini dari hari-hari yang kuhabiskan bersama Fathan. Dia menata karier, penghasilan, dan kebiasaannya setelah bertemu Gladys. Walau kesempatannya tipis karena hati Gladys tertambat pada lelaki lain, Fathan termotivasi mempersiapkan diri demi kemungkinan lain.

Dulu aku sempat iri--kenapa aku nggak pernah diperlakukan seistimewa itu oleh seseorang? Bisanya jadi figuran, padahal statusku pacar Fathan.

Lama-kelamaan aku sadar diri dan nggak berharap lagi. Kuarahkan semua fokus pada Classica. Aku sempat lupa rasanya menjadi second choice andai Kadewa nggak mengingatkanku.

Seperti Fathan, Kadewa juga mempersiapkan masa depan... demi perempuan lain.

"Haruskah gue lepasin?" Aku memandang punggung berjaket hitam di kejauhan.

Dia baru saja memarkirkan motor di stasiun. Sengaja aku naik ojek online untuk mengikutinya supaya nggak ketahuan. Ini hari Minggu. Kadewa berdinas seperti biasa.

Bibirku mengulas senyum kecil. "Lo beneran udah berubah ya, tuyul gorengan. Dulu lo lucu waktu dilihat dari belakang. Gue suka lihat bokong gembul lo gerak-gerak pas jalan." Tawaku lepas mengenang memori tersebut. "Sekarang bokong gembul lo udah jadi bahu lebar, badan atletis, dan pinggul ideal. Anehnya, gue tetep suka back view lo."

Kejujuran yang nggak pernah berani aku sampaikan: dulu aku memilih Kadewa sebagai target bukan semata ingin menghukumnya. Aku berpikir Kadewa lucu.

Lemak bergelambir di tubuhnya selalu bergoyang acapkali dia melambai ceria. Aku juga merasa nyaman kapan pun Kadewa menggandengku. Lengannya empuk.

Nggak ada rasa jijik sama sekali. Aku menyukai tubuh Kadewa, baik versi gembul maupun versi dewasa.

"Eh, lo malah jadiin kata-kata bohong gue sebagai motivasi perubahan. Sebenernya gue atau lo yang bego, Kadewa?" Aku terkekeh masam.

Laki-laki itu berjalan menuju sisi lain stasiun. Langkah cepatnya memburu ruangan berpintu kaca.

Aku memilih duduk di bangku yang agak jauh selagi menunggu Kadewa. Suasana stasiun nggak terlalu ramai.

Khusus hari ini, kuberi kesempatan pada diri sendiri untuk mencintai Kadewa dengan caraku. Memuaskan fantasi, lalu melepaskannya dari hidupku.

Ini terakhir kalinya.

"Dulu, gue nunggu Mama sebelum ngadepin kehilangan. Sekarang gue ganti nunggu Kadewa." Cengkeramanku pada tas selempang mengerat.

XOXO, Love You Later [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang