Once upon a time, I loved Kadewa. Hanya berani memendamnya tanpa sedikit pun mengungkapkannya. Tersenyum saat melihatnya tertawa. Khawatir saat melihatnya terjatuh.
Once upon a time, pusat gravitasiku adalah Kadewa. Selalu mencari-cari kesempatan un...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SELAMA sesaat aku mengerjap linglung. Sorakan terdengar dari meja para tamu. Apa maksudnya foto masa kecilku diperlihatkan di acara pertunangan Kadewa?
Gadis kecil dalam potret mengenakan rok biru. Rambutnya dihiasi banyak jepit kecil yang menahan poninya ke belakang. Dia tersenyum lepas--senyum yang bahkan aku lupa pernah memilikinya.
Bergerak ke foto kedua, Zaviya saat memenangkan kejuaraan O2SN. Tanganku masih terlalu mungil untuk memegang piala besar makanya Papa dan Mama membantuku. Kami bertiga tersenyum sama lebarnya.
Foto berikutnya, Zaviya mengenakan blazer OSIS SMP Mandala Satria. Dia mengedipkan mata dengan senyum khas remaja. Itu adalah hari terakhir aku bertugas sebagai wakil ketua OSIS. Detail lain, bocah gembul yang tengah dihukum hormat bendera terselip di sudut foto. Kadewa.
"Jadi ini alasan Ucak ngundang semua mantan pacar? Dia mau sertain foto kita di video metamorfosisnya?"
Bisikan perempuan di sebelahku membubarkan seluruh perasaan positif.
Aku membekap mulut melihat fokus foto kini beralih pada Kadewa. Dari bocah gembul menjadi kurus tak terkira. Dari bocah murah senyum menjadi lelaki tanpa ekspresi. Dari bocah hangat menjadi lelaki maskulin yang mengintimidasi.
Dadaku sakit. Aku nggak sanggup melihat foto Kadewa bersama tunangannya. Ini di luar batas yang mampu aku tanggung.
Mataku terpejam rapat. Keriuhan terjadi. Suara teriakan, kasak-kusuk, dan bising bercampur baur. Ramai.
"Gila! Lo ngundang orang cuma buat ini?"
Aku refleks membuka mata ketika seruan marah mantan pacar Kadewa merasuk ke telinga.
Hari ini, saya hanya ingin meminta maaf pada Laluna Zaviya. Maaf untuk keberengsekkan saya. Maaf untuk semuanya.
Kepada para tamu undangan, kalian boleh menyantap hidangan yang tersedia kemudian pulang ke tempat masing-masing.
Terima kasih sudah menjadi saksi.
Aku menganga. Tulisan di layar... itu apa? Loh, Luisa mana?
Kadewa turun dari panggung dengan langkah mantap. Ekspresinya tak terbaca. Lurus, ia membidikku tanpa memedulikan kekacauan di sekelilingnya.
Jantungku nyaris meloncat ketika aku ditarik pergi. Kadewa membawaku lari ke halaman belakang rumahnya. Jauh dari keramaian dan manusia.
"Gimana?" Napas laki-laki itu terengah. "Permintaan maaf gue diterima, Yaya?"