Awal

780 55 6
                                    

Pagi di weekend ini, suasana di dalam toko bunga Kayyisa begitu tenang, belum banyak pengunjung yang berdatangan. Aroma segar dari mawar, lili, dan anggrek mengisi setiap sudut ruangan, menciptakan atmosfer yang menenangkan.

Kayyisa berdiri di meja kasir, sibuk menyusun rangkaian bunga yang dipesan pelanggan untuk perayaan ulang tahun. Sesekali, ia melihat ke luar jendela besar yang memperlihatkan jalanan kota yang mulai ramai.

Tiba-tiba, suara lonceng pintu berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Tanpa mengangkat kepalanya, Kayyisa menyapa dengan senyuman ramahnya. "Selamat datang, ada yang bisa dibantu?" tanyanya.

Namun, saat ia mendongak, senyumnya seketika memudar. Matanya bertemu dengan sosok yang begitu ia kenal—Gamma Radeva Kanagara. Gamma, laki-laki yang beberapa tahun lalu pernah singgah di hidupnya, yang sempat memberinya cinta, juga luka.

"Kenapa harus ketemu lagi sama Gamma," batin Kayyisa.

"Kayyisa, kamu masih sama," batin Gamma.

Jantung Kayyisa berdetak lebih cepat, dan dadanya kembali terasa sesak melihat Gamma berdiri di hadapannya, setelah sekian lama laki-laki itu menghilang, tanpa pamit, juga tanpa maaf.

Bukan hanya kehadiran Gamma yang semakin membuatnya sesak, tapi kehadiran perempuan di samping Gamma, yang tengah bergelayut manja di lengan laki-laki itu. Wajah perempuan itu berseri, jelas memancarkan kebahagiaan yang justru membuat perasaan sesak itu semakin meraja di hati Kayyisa.

Kayyisa berdehem singkat. "Maaf, ada yang bisa dibantu?" tanyanya, berusaha profesional.

Kayyisa memalingkan wajahnya ketika melihat Gamma menoleh pada perempuan itu, memberikan senyum, senyuman yang dulu sempat Gamma berikan kepadanya. Senyum yang sekarang terasa asing dan menyakitkan.

"Manda, kamu jadinya mau bunga apa?" tanya Gamma pada perempuan di sampingnya.

"Aku mau mawar aja, ya, sayang, boleh?" balas Amanda, perempuan yang bisa disebut pacar Gamma.

"Boleh," ucap Gamma seraya mengacak pelan pucuk kepala Amanda.

Kayyisa tersenyum kecut melihat interaksi itu, entah kenapa tiba-tiba rasa benci mendominasi hatinya. Selama ini, dia selalu hidup dengan dihantui bayang-bayang masa lalu. Tapi, Gamma terlihat menjalankan hidupnya tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Kayyis, mawar merahnya dua puluh lima tangkai, dijadiin buket aja, ya!" ucap Gamma.

Kayyisa hanya tersenyum singkat seraya mengangguk.

Sedangkan Amanda, ia mengernyitkan keningnya melihat Gamma yang seperti sudah mengenal Kayyisa. "Kalian saling kenal?" tanya Amanda.

"Dia adik tingkat aku pas kuliah dulu," jawab Gamma.

"Oh pantesan kaya udah saling kenal," balas Amanda.

"Pacar kamu penghancur masa depan aku, mbak!" Ingin sekali rasanya Kayyisa menjawab seperti itu. Tapi, ia tidak mau merusak keadaan. "Brengsek!!" Kayyisa kembali membatin seraya menyusun tangkai bunga yang sebenarnya ingin ia hancurkan.

Setelah beberapa menit, Kayyisa pun selesai menyusun tangkai bunga itu menjadi sebuah buket yang sangat indah.

"Sudah selesai, kak," ucap Kayyisa seraya menyerahkan buket itu.

"Cantik banget!" puji Amanda.

"Sayang, kayanya ini bakalan jadi toko bunga langganan, deh," ucap Amanda seraya menatap Gamma.

"Jangan!" celetuk Kayyisa tiba-tiba, membuat Amanda dan Gamma menoleh heran ke arahnya.

Eh....

"Maksud saya jangan kapok beli bunga di sini ya, kak," elak Kayyisa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang