Langit yang Sama

12 1 0
                                    

Bagaimana jika Tuhan menggagalkan rencana hamba-Nya? Namun bagaimana jika sebaliknya? Aku masih disini, di langit yang sama menengadah merapalkan doa yang sama setiap tahunnya. Lihat, aku bertahan.

"Gimana hasilnya?"
"Hmm..." Malaikha menggelengkan kepalanya sembari menahan air matanya yang nyaris membasahi pipi merah mudanya itu.
"Mai...Kamu gapapa kan? Mm..Maikha... Sini peluk." Alya berusaha menenangkan sahabatnya.

Hujan sore itu berhasil membuat dua sahabat ini merasakan sesak yang sama. Tetes air hujan beradu menjadi satu menemani tangis gadis berusia 21 tahun itu. Semuanya terasa hancur, usaha dan doa seakan sia-sia.

Terhitung sudah tiga bulan pasca Harith memutuskan untuk tidak melanjutkan maksud baiknya untuk menikahi Malaikha. Kini gadis dua puluh satu tahun itu memilih untuk fokus dengan dirinya dan menata ulang mimpi-mimpi yang sebelumnya tertunda.

Malaikha sudah lama ingin melanjutkan study-nya ke luar negeri. Selain karena ia memang 'suka belajar' ada beberapa alasan lain yang membuatnya untuk memutuskan mencari beasiswa di Negara Jordan. Ya, Jordan adalah negara yang selama ini ia idam-idamkan. Melanjutkan S2 disana merupakan mimpi yang selama ini ia ingin wujudkan. Jordan terasa begitu indah di mata gadis berkulit putih itu.

"Kenapa Jordan sih Mai?" Tanya Alya.
"Gatau ya Al, kaya aku ngerasa Jordan itu punya feel tersendiri di hatiku. Kamu pernah ngerasa suka banget ga sama sesuatu? Nah, aku ngerasa kaya gitu. Kalau kamu tahu ya Al, Jordan itu indaaah banget. Di sebelah utara berbatasan sama Suriah, di sebelah timur ada Irak, dan sebelah selatan ada Arab Saudi. Negara ini punya garis pantai yang panjangnya 16 mil atau 26 km di Teluk Aqaba dimana Al-Aqabah adalah satu-satunya pelabuhan di Jordan." Jelas Malaikha dengan mata yang berapi-berapi.

"Mai, aku suka deh lihat kamu udah balik ceria gini. Gini dong, semangat lagi Bu Dokter! Di depan sana masih banyak hal-hal yang nungguin kita. Barangkali apa yang sebenernya kita ga suka adalah rencana paling indah buat kita. Semoga apapun mimpi kita, Allah mudahkan selalu ya Mai."

"Aamiin...Semoga dokter Alya bahagia selalu yaa mimpin kliniknya, hehe."

"Ngeledek banget." Timpal Alya dengan tatapan kesal.

Malaikha dan Alya merupakan dua sahabat yang memiliki latar belakang berbeda. Ketika masa depan Alya sudah sangat tertata rapi, lain hal dengan Malaikha yang harus berjuang mati-matian untuk mewujudkan mimpinya. Malaikha menempuh pendidikan dasar hingga menengahnya dengan kelas percepatan (akselerasi), bukan pintar menjadi alasan utamanya, melainkan Malaikha tak mau berlama-lama menjadi tanggungan untuk ibunya yang saat itu menderita kanker. Tapi, persahabatan diantara keduanya terjalin sangat kuat dan penuh kasih. Semenjak kematian ibu Malaikha satu bulan yang lalu, orang tua Alya seringkali menjenguk dan mengajak Malaikha untuk keluar sekadar makan bersama. Malaikha sudah menjadi bagian dari keluarga Alya.

Bertemu orang-orang baik merupakan sebuah anugerah yang tidak semua orang bisa merasakannya. Dan Malaikha sangat bersyukur, karena ada Alya dan keluarganya yang selalu ada saat ia berada di titik terendahnya.

Terhitung sudah enam bulan pasca Malaikha mengirim berkas permohonan beasiswa S2-nya ke Jordan. Malam ini adalah malam pengumuman penerimaan beasiswa fully funded itu.

"Ting..."

Bunyi notif hp Malaikha membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia mengira itu adalah pesan yang sedari tadi ia tunggu, Yap pengumuman kelulusan beasiswa S2 di Jordan.

Samar-samar ia mengintip telepon genggamnya, dan mengetuk layar dua kali. Tiba-tiba ia menarik nafas panjang.

"Huft...Kirain pengumuman beasiswa. Ternyata si badut. Bikin deg-degan aja." Keluh Malaikha.

On WhatsApp

Alya Badut : Gimana Mai hasilnya?

Maikha : Beloom keluar badut. Bikin kaget aja😡

Alya Badut : Hahaha...Maaf yaa kepikiran sih soalnya gue. Met begadang!!!

Malaikha menutup ponselnya setelah tahu bahwa itu adalah notifikasi dari sahabatnya. Ia memutuskan untuk menyeduh kopi dan memasak mie instant malam itu. Rembulan menghiasi angkasa malam ini, tak banyak bintang namun cukup menambah kesan sunyi yang menenangkan. Udara menerpa kerudung warna merah jambu yang ia kenakan, suara binatang malam juga menambah kesan bahwa hari sudah semakin larut. Beberapa kali rasa kantuk menyapa perempuan bermata coklat itu.

"Ting..."

Notifikasi handphone berhasil membangunkan Malaikha dari sayup-sayup tidurnya. Gadis itu membuka matanya cepat-cepat memastikan itu adalah notifikasi yang sedari tadi ia tunggu. Dan benar saja, itu adalah notifikasi wa grup dimana dia dan scholarship hunter lainnya menunggu detik-detik paling mendebarkan dalam hidup mereka. Malaikha segera mengambil laptopnya yang sedari tadi ia letakkan diatas meja untuk membuka email dari perguruan tinggi impiannya itu.

Dear Malaikha,

Congratulations! It is my pleasure to inform you of your acceptance to the Master of....

Air mata perlahan membasahi pipi gadis cantik itu. Rasanya semua usaha dan doa terbayar begitu saja. Beberapa kebahagiaan yang Tuhan ambil digantikan dengan kebahagiaan lain dalam bentuk yang berbeda. Ia mendekap foto ibunya dengan dekapan paling erat.

"Mah..Maikha berhasil.." lirihnya.

Ini adalah langit yang sama dimana aku dan Mama sama-sama merapalkan doa setiap malamnya. Ini adalah langit yang sama dimana aku dan Kak Harith pernah mengukir mimpi bersama. Ini adalah langit yang sama dimana Allah menunjukkan kekuasaan terbesar-Nya.

Bolehkah aku mimpi indah malam ini?



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Al-KahfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang