Dunia yang Berevolusi

2 1 0
                                    

Sudah lebih dari seratus tahun sejak Leo ditinggalkan di dalam bunker, dan di luar, dunia telah berubah tanpa bisa dikenali. Perang besar yang meluluhlantakkan peradaban manusia tak hanya menghancurkan kota-kota, tetapi juga mengubah ekosistem secara drastis. Bumi kini adalah tempat yang liar dan berbahaya, penuh dengan misteri serta makhluk buas yang terbentuk dari seleksi alam yang tak terduga.

Sinar matahari yang dulu menyinari bumi dengan hangat kini sering terhalang oleh debu dan asap dari ledakan fusi yang menciptakan kawah-kawah besar di tanah. Beberapa wilayah bumi sekarang penuh dengan radiasi tinggi akibat nuklir, menciptakan zona-zona berbahaya yang bahkan teknologi sensorik Leo harus waspadai. Hutan-hutan yang dulunya dihuni oleh binatang-binatang biasa kini dipenuhi dengan makhluk buas yang telah berevolusi menjadi lebih besar, lebih kuat, dan lebih mematikan. Di tempat-tempat lain, pasir hitam menutupi dataran luas, gurun tandus terbentuk di bekas-bekas kota manusia. Tumbuhan liar tumbuh merajalela di antara reruntuhan gedung-gedung pencakar langit, merayap dan menelan struktur baja dan beton, seolah-olah alam berusaha mengambil kembali yang pernah menjadi miliknya.

Leo berdiri di sebuah bukit kecil, memandang kota yang dulu megah di kejauhan. Di balik visor matanya, berbagai sensor menganalisis pemandangan di depannya—gedung-gedung tinggi yang kini runtuh, sebagian tertutup oleh vegetasi yang merambat, dan kendaraan otonom yang ditinggalkan berserakan di jalan-jalan yang dahulu sibuk. Beberapa dari kendaraan itu kini tertutupi debu, tetapi sebagian lainnya masih berdiri tegak, menunjukkan masa-masa kejayaan manusia yang telah berlalu.

Langkah Pertama di Dunia yang Hancur

Dengan perlahan, Leo melangkah menuruni bukit, menjejakkan kakinya untuk pertama kali di atas tanah dunia yang dulu pernah ditinggalkan manusia. Udara di sekitar penuh dengan partikel debu yang beterbangan, dengan cepat sensor internalnya segera mendeteksi komposisi udara yang tercemar, ia tak bernapas seperti manusia, namun sensor aromanya dapat menganalisis bau busuk dari bahan kimia dan polusi yang masih tersisa di atmosfer. Beberapa tempat berbau logam terbakar, sementara di sisi lain terdapat aroma lembap dari tumbuhan liar yang merajalela.

Leo mulai berjalan menyusuri jalan yang kini menjadi lorong sunyi, hanya ditemani oleh angin yang kadang berdesir melewati reruntuhan. Di sekitar, dia melihat pohon-pohon liar yang tumbuh dengan subur di tengah-tengah aspal yang retak dan bangunan yang roboh. Tumbuhan telah merebut kembali kota ini, meskipun bentuk mereka pun telah berubah. Beberapa pohon tampak aneh, daunnya lebih tebal dan keras, mungkin sebagai adaptasi dari lingkungan yang kini lebih keras akibat perubahan iklim dan perang besar.

Setelah berjalan beberapa kilometer, Leo menemukan sisa-sisa bekas pertempuran. Tank-tank militer tanpa awak tergeletak di sana dengan lapisan besi yang telah berkarat, sebagian terlempar oleh ledakan besar, menciptakan kawah yang dalam di tengah jalan. Sisa-sisa tentara yang tersisa hanya berupa seragam yang compang-camping di tengah reruntuhan; tubuh mereka sudah lama menjadi debu atau tertutup oleh tanah yang bergerak.

Salah satu hal yang menarik perhatiannya adalah sistem persenjataan otonom yang masih menyala di kejauhan, menara dengan kamera yang berputar ke segala arah, memindai wilayah sekitarnya. Ia tampak rusak, tak lagi terhubung dengan jaringan pusat komando, namun perangkat itu masih bertahan. Ketika mendekat, menara itu segera mendeteksi Leo dan mengeluarkan suara peringatan—"Identifikasi: tidak dikenal. Protokol pertahanan diaktifkan."

Leo dengan cepat menghindari peluru laser yang ditembakkan ke arahnya. Tanpa ragu, ia mengangkat tangan kirinya, memfokuskan energi pada anti-mater canon di lengannya, lalu menembakkannya ke arah menara. Peluru udara yang dipadatkan oleh manipulasi gravitasi menghancurkan menara itu dalam satu tembakan, menyisakan hanya tumpukan logam yang meleleh.

Leo melanjutkan perjalanan menyusuri jalan-jalan kota yang kini tertutupi reruntuhan dan hutan, melewati beberapa kendaraan otonom yang ditinggalkan berserakan. Salah satunya, sebuah kendaraan pengantar barang, masih berjalan meski tak jelas ke mana arah tujuannya. Kendaraan itu bergerak tanpa tujuan, menabrak dinding berulang kali. AI di dalamnya telah rusak, mengulangi perintah yang tak pernah bisa diselesaikan. "Mengantarkan barang... alamat tidak ditemukan," suaranya monoton, rusak, tak sesuai lagi dengan perintah asli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Master : Infinite JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang