Malam semakin larut, kuganti pakaian dengan piyama berkarakter yang telah kubawa. Setelah ini aku berniat ke kamar Om Rey meminta selimut padanya. Ku patut diri pada pantulan cermin dan memoleskan lipbalm perisa ceri pelembab bibir. Manis dan cantik. Rambutku biarkan terurai agar lebih santai. Aku siap ke kamar Om Rey.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perlahan ku ketuk pintu kamar Om Rey, kembali aku pastikan diri sendiri dan menyakinkan hati bahwa penampilan ku kini masih terbilang aman, walaupun bermaksud menarik perhatian Om Rey.
Yang ku harapkan akhirnya menampakkan batang hidungnya. Om Rey membuka pintu setengah terbuka, aku melihat jelas raut wajahnya tersentak namun dengan cepat ia menetralisir. Om Rey sangat panas malam ini, ia hanya mengenakan celana training panjang dan Shirtless, terlebih rambutnya sedikit tak beraturan.
Damn!
He's so f*cking hot tonight
Untung saja penampilanku lebih mendukung dari sebelumnya.
"Ada apa Shilla?" Tanyanya,
"Aku butuh selimut Om, di kamar itu tidak ada selimutnya," ucapku.
"Ah iyaa, mungkin Om lupa. Tunggu sebentar ya."
Aku terkikik dalam hati, bingung dan tegang menghiasi wajahnya. Mengemaskan.
Pintu yang setengah terbuka, kini terbuka lebar begitu saja. Instingku mengambil alih, ku langkahkan kaki memasuki kamar tidur Om Rey.
Kamar Om Rey cukup rapi, menggambarkan bahwa kamar ini adalah Om Rey yang ku kenal. Mataku tersita pada king size bed miliknya, inginku menghamburkan diri diatas kasur yang besar dan berselimut hangatnya dekapan Om Rey.
Aku tersadar kala Om Rey menyodorkan selimut berbulu tebal pada ku.
"Pasti sangat dingin jika tidur sendiri bukan?"
Om Rey menatap ku sayu, aku mulai hafal tatapan ini. Penuh harap dan mendamba.
"Iya Om, maka dari itu aku membutuhkan selimut." Ku ambil selimutnya ke pangkuanku.
"Ada yang kamu butuhkan lagi, mungkin Om bisa membantu."
You!
I need you right now!
"Hanya ini saja," ucap ku, walaupun hatiku berkata lain.
"Are you sure that's all?"
Salah satu alis mata Om Rey naik dan senyuman tipis tersungging di bibirnya. Dia seperti bisa membaca jalan pikirku.
Pesona dirinya begitu menguasai, rasa percaya diri yang ku bangun perlahan sirna tergantikan rasa gugup melanda. Aku kaku membisu, nyalang matanya membius tubuhku sehingga tidak dapat berpindah. Aku suka caranya menatap, membuatku merasa, akulah yang ia inginkan.
"He em," gumamku, hanya mampu menganggukkan kepala.
Om Rey mulai mengikis jarak, ia mengangkat salah satu tali atasan piyama yang merosot entah sejak kapan kembali ke atas bahu polosku. Arah pandangku jatuh pada tangan Om Rey mengelus lembut kulit bahuku lalu meluncur kebawah lengan. Sentuhan yang memabukkan.