Bab 6

850 94 43
                                    

Noah mengepalkan tangan, menahan amarah ketika menyaksikan pemandangan di depannya. Sandi, pemuda itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Raka, memeluknya dari samping. Sedangkan Raka sama sekali tidak terganggu dengan hal itu, dirinya malah terus menyuapi Sandi dengan permen kapasnya yang kini tinggal sedikit.

Noah meremas kuat jarinya yang terasa dingin, merasakan hatinya berdesir nyeri saat Sandi menyelipkan helaian rambut Raka dengan lembut.

"Ra," panggil Noah, mencoba menarik perhatian Raka agar meliriknya.

"Raka." Masih belum ada jawaban.

"Raka Aden Wijaya!"

Tamat sudah riwayat mereka jika pemuda itu sudah memanggil Raka dengan nama lengkapnya.

Raka sontak menoleh ke arah Noah yang terlihat kesal. "Kenapa?"

Sandi dan Ezra saling tatap. Melihat isyarat yang diberikan Ezra membuat Sandi segera melepaskan pelukannya dari pinggang Raka, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

'Mampus gue,' batinnya.

"Tadi lu mau ngomong apa?" tanya Raka yang sekarang sudah memusatkan seluruh perhatiannya hanya kepada Noah.

Noah menatap Raka dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tanpa bicara, pemuda itu melangkah pergi meninggalkan ketiganya. Rasa cemburu seakan membakar hatinya. Walaupun Sandi adalah temannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya tetap merasa cemburu jika Raka tidak memperhatikannya dan lebih memilih bersama dengan orang lain.

Raka terdiam sembari memperhatikan punggung Noah yang lama kelamaan mulai menghilang di balik kerumunan orang.

"Bahaya, ketua ngambek," celetuk Sandi, "Zra, susul gih. Kalau nggak, bisa-bisa kita pulang jalan," lanjutnya.

Ezra menurut. Ia berlari kecil untuk menyusul Noah. Benar kata Sandi, jika Noah tidak disusul bisa-bisa mereka bertiga pulang jalan kaki, karena hanya Noah yang membawa mobil.

Diam-diam Raka tersenyum miring. Ia mengerti sekarang, Noah merajuk karena dirinya lebih dekat dengan Sandi. Menggoda pemuda itu hingga membuatnya cemburu adalah hal favorit Raka sejauh ini.

"Jajan lagi kuy," ajak Sandi, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Gas lah," balas Raka.

"Emang lo bawa duit?" Sandi bertanya saat baru menyadari jika sedari tadi mereka membeli makan yang membayar adalah bapak negara (Noah).

Raka mengeluarkan sebuah dompet dari sakunya. Mengangkat benda itu ke udara sambil tersenyum. "Tenang, masalah duit mah gampang."

Sandi menautkan alisnya. "Lo abis nyopet ya? Dompet lo gak gitu soalnya."

"Bangsat, bisa-bisanya cowok sealim gue dituduh nyopet." Raka menatap Sandi nyalang.

"Ya terus dompet siapa dong?"

"Noah hehe." Raka tersenyum hingga memperlihatkan deretan gigi rapinya.

"Gak heran si gue. Btw abisin duitnya biar dia bangkrut," usul Sandi yang langsung mendapat persetujuan dari Raka.

Sedangkan di sisi lain, Ezra mempercepat langkahnya ketika sudah menemukan Noah di antara banyaknya orang. Ia hendak memanggil lelaki itu, tetapi perhatiannya lebih dulu teralihkan saat melihat pemuda lain yang sedang mengantre untuk membeli tiket wahana bianglala.

Ezra memincingkan mata ketika menyadari pemuda itu adalah Rafa. Rafa seperti sedang berbicara dengan orang lain. Namun, karena banyaknya orang yang berlalu-lalang, Ezra jadi tidak dapat melihat siapa lawan bicara pemuda itu.

Tapi dari senyum yang terpatri di wajah Rafa, dapat Ezra simpulkan bahwa dirinya sedang dalam perasaan bahagia, yang mana hal itu membuat Ezra tanpa sadar mengulas senyum tipis.

Senyum yang terpancar dari Rafa seakan menularkan kebahagiaan untuk Ezra. Pemuda itu merasa senang karena pujaan hatinya masih bisa menerbitkan senyum indah di saat kondisinya tidak baik-baik saja.

Walaupun terdapat rasa sakit yang ikut menyertai karena senyuman indah itu bukan diarahkan dan disebabkan olehnya.

Terlalu terpaku pada lelaki manis itu membuat Ezra melupakan tujuannya sesaat. Ia terperanjat ketika orang yang sedang berlalu-lalang tanpa sengaja bersenggolan dengannya. Dan di situ pula ia jadi teringat bahwa niat awalnya adalah untuk membujuk Noah yang sedang marah. Seperti anak kecil memang, tapi jika tidak begitu bisa kacau circle pertemanan mereka.

Ezra beranjak dari tempatnya. Sebelum benar-benar jauh, Ezra menyempatkan diri untuk menoleh lagi ke arah Rafa.

'Cantik ... tetaplah tersenyum seperti itu.'

Senyum tipis kembali terbit di wajah rupawan milik Ezra. Sebelum dirinya kembali melanjutkan langkah untuk mengejar Noah yang sudah semakin jauh dan nyaris tidak terlihat oleh jangkauannya.

__

Rafa terpaku di tempat ketika melihat wajah rupawan milik laki-laki yang kini duduk di hadapannya. Kulit laki-laki itu yang seputih susu, bibir bawahnya yang tebal dengan surai yang mulai memanjang, tak lupa juga dengan iris abu milik laki-laki itu yang selalu berhasil memacu detak jantung Rafa setiap kali melihatnya.

Rafa mengalihkan pandangan ketika El balik melihatnya. Tangan El terulur untuk mengacak gemas surai Rafa. Hal tersebut berhasil membuat pipi pemuda itu merona karena malu.

Kini keduanya sudah berada di dalam wahana bianglala seperti yang tadi Rafa inginkan. Mereka menikmati semilir angin malam dan pemandangan langit dengan ribuan bintang yang bertebaran, seolah memenuhi kekosongan di ruang yang gelap. Rembulan juga bersinar lebih terang malam ini, cahayanya menerangi bumi yang kita pijaki, membuat siapa pun yang melihatnya menerbitkan senyum kegembiraan.

Berada di atas ketinggian seperti ini, membuat Rafa jadi teringat jika ia takut dengan ketinggian. Namun, entah mengapa jika bersama dengan El membuatnya tidak merasakan hal itu sama sekali.

Tangan El kembali terulur untuk menggenggam tangan Rafa dengan lembut. Ia mengusap punggung tangan pemuda itu dengan ibu jarinya.

"Kita atasi ketakutanmu sama-sama, ya? Selama kamu ada di dekatku gak ada yang perlu ditakuti, Rafa."

Mendengar perkataan El barusan membuat hati Rafa menghangat. Ia tak pernah mendapat perlakuan selembut dan setulus ini sebelumnya.

El memang mengetahui jika Rafa takut ketinggian, dan bukan hanya hal itu saja yang ia ketahui. Dirinya tahu banyak tentang Rafa-nya. Atau mungkin melebihi pemuda itu sendiri?

TBC

_
_
_

Mata Kembar Buta [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang