43. family ties 2

1.7K 134 6
                                    

Saat mereka mulai berjalan menuju clubhouse, Asher merasa jantungnya berdebar semakin cepat. Langkah-langkahnya terasa berat di antara ketegangan yang tak terlihat namun jelas di udara. Sementara ibu Callum terus tersenyum cerah dan berusaha mencairkan suasana, Asher tidak bisa menghilangkan pandangan tajam Mr. Edwards dari pikirannya. Tatapan pria itu seolah menelanjangi setiap inci dirinya, menilai apakah ia layak atau tidak untuk berada di sisi putranya.

Di tengah perjalanan, ibu Callum menoleh dan berbicara dengan hangat, berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang menggantung. “Jadi, Asher, apa kamu sudah pernah datang ke sini sebelumnya? Klub golf ini salah satu tempat favorit kami.”

Asher menggeleng pelan, tersenyum canggung. “Belum pernah, Bu. Ini pertama kalinya saya berada di tempat seperti ini.”

“Oh, sayang, kamu pasti suka. Tempat ini indah sekali, apalagi di sore hari.” Suara ibu Callum terdengar antusias, seolah berusaha membuat Asher merasa lebih nyaman. Dia melirik Callum, senyum di wajahnya belum pudar. “Callum, kamu harus sering-sering bawa Asher ke sini. Kalian bisa menikmati waktu santai bersama.”

Callum hanya tersenyum, namun Asher bisa merasakan genggaman tangan Callum semakin erat di punggungnya, seolah memberikan dukungan dalam diam. Meski Asher berusaha tetap tenang, kenyataan bahwa Mr. Edwards terus berjalan di belakang mereka dengan keheningan yang mencolok semakin membuat suasana terasa berat.

Sesampainya di clubhouse, mereka disambut oleh staf yang sudah menyiapkan meja makan. Pemandangan dari jendela besar menghadap langsung ke lapangan golf yang hijau dan luas, memberikan nuansa tenang yang kontras dengan suasana hati Asher saat ini.

Ketika mereka duduk, Mr. Edwards akhirnya membuka suara setelah diam cukup lama. “Asher, apa yang membuatmu yakin bisa bersama Callum?” Nada suaranya datar, tapi ada intensitas tersembunyi di balik pertanyaannya.

Asher terkejut oleh pertanyaan itu, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkan kebingungan. Tatapan Mr. Edwards yang tajam tertuju padanya, menuntut jawaban yang tidak main-main. Asher merasa semua mata di meja menunggu jawabannya.

Dia menelan ludah, lalu dengan tenang berkata, “Karena saya mencintainya, Pak. Callum adalah seseorang yang sangat berarti bagi saya, dan saya akan melakukan apa pun untuk tetap bersamanya.”

Mr. Edwards tetap diam sejenak, lalu mengangguk pelan, tatapannya masih tajam. “Cinta ya.... ” gumamnya dengan nada rendah, sebelum kembali memfokuskan perhatiannya pada makanannya.

Ibu Callum segera mencoba mengangkat suasana kembali, tersenyum hangat pada Asher. “Jangan khawatir, sayang. Aku yakin kalian berdua akan baik-baik saja.” Dia memberi Callum tatapan penuh kasih dan melanjutkan, “Callum adalah anak yang baik, dan jika dia memilihmu, pasti ada alasan kuat di baliknya.”

Asher mengangguk sambil tersenyum tipis, berusaha menghilangkan kekhawatiran yang menggerogotinya. Dia tahu bahwa makan siang ini hanyalah permulaan.

Setelah momen canggung itu, makan siang berlanjut dalam keheningan yang sedikit tegang, meskipun ibu Callum terus berusaha menjaga suasana tetap ringan dengan percakapan hangat. Namun, Callum tampak berpikir keras. Dia tahu ada satu hal besar yang belum disampaikan—hal yang pasti akan mengubah dinamika di antara mereka.

Dia meletakkan garpu dan pisau dengan tenang, lalu menatap kedua orang tuanya. “Ma, Pa,” Callum memulai, suaranya serius namun penuh keyakinan, “ada sesuatu yang perlu kalian tahu.”

Ibu Callum yang tengah menyantap saladnya berhenti, menatap putranya dengan alis terangkat. “Apa itu, sayang? Kamu kelihatan serius sekali.”

Asher, yang duduk di samping Callum, tiba-tiba merasa semua perhatian tertuju padanya. Jantungnya berdegup kencang. Callum menoleh ke arahnya, memberikan isyarat dukungan dengan senyuman kecil sebelum kembali fokus ke orang tuanya.

Caught in boss's grip (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang