Hari yang cerah, mentari pagi kembali melakukan aktivitasnya setelah malam hari usai. Serpercik cahaya masuk ke sela-sela tirai jendela pink muda sesuai pantulan sinar. Suara ricuh riuh sejumlah keluarga kecil menyeruak di ruangan berlatar abu-abu. Tepatnya di ruang keluarga, ruang di mana menyimpan banyak memori tentang family lavendra.
"Maafin buna sama Dady sayang, bukannya kami engga mau mikirin perasaan kalian, tapi ini semua titipan dari tuhan, karunia tuhan untuk keluarga kita."
Perempuan paruh baya dengan mata teduhnya, gemulai senyum manis dan rambut sepanjang bahu mencela keributan para putrinya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Secangkir teh hangat di seduh oleh aya Thania- untuk di berikan kepada sang suami. Mereka duduk bersebelahan di sofa gold bergambar bunga.
"tapi buna engga mikir, udah di umur segini tuh harusnya fokus sama kami, bukannya malah buat anak lagi."
"Gracia jaga ucapan kamu sayang, itu takdir, takdir tuhan engga akan bisa di ubah"
Pucho samudra lavendra, sosok pemimpin hebat sekaligus seorang kepala rumah tangga yang harmonis di family lavendra. Family yang banyak di kenal oleh hampir seluruh ibukota. Di usia muda para putrinya berhasil meraih bakat mereka yang tumbuh diatas didikan orang tuanya. Belum lagi dengan perusahaan Vendra perusahaan bersejarah yang di bangun pada tahun ke 1934. Siapa yang tidak kenal dengan family ini? Karena keharmonisan mereka membuat warga antar kota itu terharu dengan keluarga kecil lavendra.
"Ih, buna tapi chika udah gadis malu dong sama temen-temen kalau ada adik keong lahir lagi."
"Shani juga kecewa Bun, seharusnya buna bisa fokus sama pertumbuhan kita ke depannya."
Seorang kakak sulung atau Putri pertamanya keturunan lavendra, Shani thania lavendra. Perempuan berwajah adem membawa suasana bahagia di atas relung senyum manisnya di hadiahkan oleh tuhan dua lesung pipi di bagian kanan dan kiri. Dia putri yang paling pendiam dan engga banyak permintaan intinya Shani adalah sosok wanita berkepribadian mandiri.
Bertolak belakang dengan sang adik, putri ke dua lavendra yang lahir tepat di malam tahun baru Gracia Thania lavendra, dia gadis bobrok bersifat bawel, bisa menggelar seisi rumah kalau dirinya mulai beraksi. Wajah yang begitu simetris takjub sekali jika di lihat dari sisi samping. Rambutnya terukur sepanjang bahu kalau digerai.
"Chika kira bakalan berhenti di Chika ternyata ada yang mau nyusul lagi dan mencuri posisi Chika."
Dan dia? Kenalin putri bungsu dari family lavendra, Chika Thania lavendra. Gadis yang di kenal dengan senyum gummy smilenya. Begitu manis meninggalkan bekas candu pada setiap orang yang melihatnya. Jangan di kira si paling kecil sifatnya hanya bisa bermanja, no dia adalah perempuan yang terkenal akan julukan cewek jamet sejagat raya.
🥀🥀🥀
Melewati banyak drama dan penuh lika-liku, akhirnya perdebatan selesai. Semuanya kembali beraktivitas sesuai tujuan mereka masing-masing. Di rumah megah yang penuh hiasan bunga itu di buat berisik bak pasar dadakan karena ulah ke tiga putri lavendra.
"BUNA..! di mana lip tint Chika, ihh tadi aku letak sini loh kenapa bisa hilang sih, kalau ngga pakai yang ada kayak mayat hidup ntar gue" teriak gadis jamet dengan sejuta kepanikannya. Pagi-pagi seperti ini bisa-bisanya dia kehilangan lip tint sedangkan yang lain sudah bersiap untuk sarapan.
Suara itu menggema seisi ruangan, tidak perduli dengan siapa yang berani mengusik dan merespons pendapatnya, cukup dia saja yang harus di mengerti, hal itu dapat dipastikan karena dia adalah putri bungsu, putri paling muda di antara kedua kakaknya.
"Kalau mau teriak di goa cil, gemes gue dengar suara Lo pengen bunuh rasanya"
Keluhan itu lolos keluar dari mulut Gracia, di kamarnya dengan pintu yang sedikit terbuka, terlihat dirinya sedang berkacak pinggang di depan cermin, mengusap surai rambut itu dan di letakkan ke belakang. Senyuman penuh arti terus saja dia tebarkan agar terlihat cantik dan menawan.
"Tolong deh kalian berdua, kalau mau debat di kantor hukum aja sana, pusing kepala gue dengernya."
Shani berbicara cukup dingin, dia membenahi tali sepatunya di kursi depan teras, menghirup udara segar sembari merenung mendengar kicauan burung dan lantunan lagu santai dari earphone miliknya. Sesekali tersenyum akan indahnya alam yang diciptakan oleh tuhan.
Ruang makan- di sana telah tersedia beberapa menu makanan sehat yang siap di santap oleh keluarga lavendra. Meja yang di penuhi oleh lima penghuni rumah, ada tiga gadis dan sepasang suami-istri yang tengah duduk untuk memulai sarapan. Ketukan laga antara sendok dan garpu menjadi tautan suara di sana.
"Ga mood makan gue, dad Gracia Luan ya aku bawa mobil sendiri, permisi!" Gracia membanting keras kursinya. Meraih tas ransel diatas sofa dan melangkah pergi dalam keadaan emosi tinggi.
Aya, merasa tak enak hati dengan putrinya itu. Dia tahu Gracia seperti ini karena hanya takut di ledek oleh temen-temennya. Dia mencengkram lembut tangan Gracia dan membawanya balik ke atas sofa, dengan perlahan tangan wanita paruh baya itu mengusap surai rambut anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Gracia kok gitu sama buna? Udah ngga sayang ya, hm?" Aya menangis dalam diam, sakit sesak rasanya kalau ada salah satu dari putrinya menjadi emosi kepadanya seperti ini.
"Bukannya ngga sayang sama buna, tapi kita udah dewasa Bun, masa iya bakalan ada anak kecil lagi di rumah."
Chika menghempaskan sendok dan garpu yang sedari tadi di genggamnya kuat ke atas piring. Apalagi hal ini dia lah putri yang cukup merasa sedih, berharap akan menjadi anak bungsu selamanya ternyata tidak sebentar lagi posisinya akan kegeser.
"Tau ah, apa coba kata temen-temen kita kalau denger buna hamil lagi?!" Timpal Shani.
Perdebatan antara keluarga lavendra itu terus saja terjadi, tiga putri dari mereka seperti di landa ke kekesalan. Entah apa yang meracuni pikiran mereka sehingga tidak menginginkan kehadiran seorang adik lagi di keluarga mereka. Padahal Aya dan pucho sudah berusaha memberikan masukan yang terbaik tetap saja semuanya masih belum mau menerima hal ini.
"ck, makanya udah tua ingat umur bukannya malah bikin lagi!" Kali ini Gracia benar-benar pergi meninggalkan rumah. Semuanya hanya bisa menghela nafas pasrah.
"Buna sih! Ini salah buna mau aja buat anak lagi, Dady juga ga ada bosen-bosen nya!."
Chika bangkit dari posisi duduknya menyusul kakak keduanya, mereka pergi meninggalkan rumah dalam kondisi kurang baik. Pucho tak bisa mencegah itu semua wajar bagi putrinya terjadi emosi seperti ini, mungkin setelah pulang sekolah dia akan menasihati kembali.
"Udah Jangan buna pikirin, nanti kesehatan buna ke ganggu, biar Shani yang urus mereka, dady Shani titip buna ya, bye."
TBC
Vote 100 dan komen 50 baru tagih untuk update😋
Papayyy
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSESSIVE SISTER
Teen Fictionmenceritakan ke tiga saudara kandung yang dibikin kaget setelah mendengar informasi dari sang momy kalau kelak mereka akan memiliki sang adik lagi?? waduh gimana nih, akankah ribut mulu? bergaduh? ricuh? pertengkaran? yang akan terjadi ketika akan l...