Episode 6: Disturbed

0 0 0
                                    


Saat hari sudah mulai malam, Sora berbaring di kamarnya, menatap telepon genggam usang yang ia temukan tadi sore di depan pintu rumah. Matanya fokus pada layar, sementara pikirannya terombang-ambing. Siapa yang meletakkan telepon ini di sini? Dan yang lebih membingungkan, siapa yang terus mengirimkan pesan misterius padanya setiap waktu? Sora merasa frustasi, hampir melempar telepon itu ke lantai. Namun, sebelum dia benar-benar melakukannya, sebuah pesan baru muncul di layar.

Pesan:
"Soraa ^_^ apa besok kau ada waktu? Pergilah ke kafe dekat sekolah besok, setelah sekolah oke! Aku akan menunggumu hehe >.<"

Sora terkejut, dan rasa tidak nyaman menjalar di tubuhnya. Dia memandang pesan itu dengan penuh kecurigaan sebelum akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya. Menghela nafas panjang, dia bangkit dari kasur dan memutuskan untuk pergi ke toko peralatan melukis. Kuas lamanya sudah terlalu usang, dan dia butuh yang baru untuk menyelesaikan proyek seninya.

Saat dia berjalan keluar kamar, pandangannya tertuju pada kamar ibunya. Namun, kamar itu kosong. Ibunya tidak terlihat di mana-mana. Sora bertanya-tanya ke mana ibunya menghilang sejak pagi tadi, tapi dia segera menggoyangkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Hal semacam ini sudah menjadi rutinitas mereka tinggal di rumah yang sama, tapi seolah hidup di dunia yang berbeda.

Sora akhirnya keluar dari rumah. Udara dingin malam itu menemaninya berjalan di jalanan sempit yang kumuh. Suasana di sekitar terasa muram, dan bau sampah yang sudah lama tak diurus menusuk hidungnya. Dari kejauhan, dia melihat seorang wanita tua tengah dipalak oleh beberapa preman di ujung jalan.

Rasa waspada menghampirinya. Saat Sora mendekat, hatinya terkejut melihat siapa wanita itu. Itu ibunya, yang sedang membawa kantong belanjaan. Sora ingin segera berlari untuk menolongnya, namun dia tahu betul jika ibunya melihatnya, kemungkinan besar dia akan dimarahi. Hubungannya dengan ibunya sudah cukup tegang selama ini, dan situasi ini hanya akan memperburuk semuanya.

Sora mengambil keputusan cepat. Dia merogoh kantong celananya dan mengambil kantong plastik. Dengan cepat, dia menutupi wajahnya dengan kantong itu, berharap ibunya tidak mengenalinya. Lalu, dia berlari ke arah ibunya dengan berani.

Sora (berteriak dengan suara lantang):
"Hey, beraninya kalian cuma sama wanita tua! Apa kalian tidak punya sopan santun, hah?!"

Preman-preman itu terkejut melihat seorang gadis kecil yang tiba-tiba muncul dengan penuh keberanian. Sora segera menggenggam tangan ibunya dan menariknya dengan cepat.

Sora (berbisik):
"Bu, pegang tanganku yang kuat ya. Kita lari sekarang."

Tanpa menunggu jawaban, Sora menarik ibunya dan mulai berlari secepat mungkin. Napas mereka berkejaran dengan langkah kaki yang panik. Preman-preman itu mulai mengejar, namun Sora tidak berhenti. Ia terus menarik ibunya, mencari jalan menuju tempat aman. Lari mereka seolah tak ada akhir, sampai akhirnya mereka melihat kantor polisi di ujung jalan.

Dengan napas terengah, Sora dan ibunya tiba di depan kantor polisi. Sora segera masuk dan mendekati seorang petugas yang sedang berjaga.

Sora (dengan suara pelan, namun tegas):
"Bisakah kau antarkan ibu ini ke rumahnya? Tadi dia dipalak oleh preman, aku takut preman itu mencari-carinya lagi..."

Sang petugas polisi menatap Sora dan ibunya dengan penuh perhatian, mengangguk tanda setuju.

Polisi:
"Tentu saja, nona. Kami akan memastikan beliau sampai dengan aman."

Sora melepaskan tangan ibunya, masih berusaha menyembunyikan identitasnya. Ibunya tampak kebingungan, namun tidak berkomentar apa-apa, hanya menunduk dalam diam. Sementara itu, Sora memutuskan untuk pergi sebelum ada yang mengenalinya. Dia tak ingin ibunya tahu bahwa dialah yang telah menyelamatkannya tadi.

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang