Episode 2: busyness

3 1 0
                                    


Suara burung-burung berkicau di luar jendela kamar, menandai datangnya pagi hari yang tenang. Cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah-celah tirai, membangunkan Sora yang masih terlelap di atas tempat tidurnya.

Sora membuka matanya perlahan, merasa berat, dan sejenak bingung dengan posisinya. Setelah beberapa detik, kesadarannya kembali, mengingatkan bahwa dia tertidur dengan masih mengenakan seragam sekolahnya. Dia duduk di tepi tempat tidur, merasakan kelelahan yang masih menempel di tubuhnya dari malam sebelumnya. Pikirannya dipenuhi berbagai bayangan, mulai dari sosok misterius di lorong hingga tatapan dingin ibunya.

"Kenapa aku bisa lupa ganti baju?" gumamnya pelan, mengusap wajah dengan kedua tangannya, mencoba menyadarkan diri sepenuhnya.

Dia menatap jam di meja samping tempat tidur dan tersentak. “Sudah jam 7? Aku bisa telat!” Sora langsung bangkit, dengan cepat melepas seragam lamanya dan menggantinya dengan seragam yang baru. Dia menyisir rambutnya ala kadarnya dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai.

Sebelum bergegas keluar kamar, dia menoleh ke arah pintu kamar ibunya. Pintu itu terbuka, menunjukkan bahwa kamar tersebut kosong, seperti biasanya setiap pagi.

Setiap pagi, ibunya selalu menghilang, tanpa jejak, tanpa sepatah kata pun. Sora sudah berhenti bertanya sejak lama ke mana ibunya pergi setiap pagi. Rasanya, seakan mereka hidup di dua dunia yang berbeda, hanya bertemu dalam bayang-bayang malam.

Sora menarik napas panjang dan menutup pintu kamarnya. Dia tahu dia tak punya waktu untuk memikirkan hal ini sekarang. Ada satu hal yang lebih mendesak: mengejar bus agar tidak terlambat ke sekolah.

Dia berlari keluar rumah, menyusuri jalan sempit yang menuju halte bus terdekat. Langkahnya cepat, napasnya mulai memburu, berharap bahwa bus yang mengarah ke sekolahnya belum berangkat.

"Semoga aku tidak terlambat," bisiknya sambil memacu langkahnya.

Saat dia mendekati halte bus, dia melihat dari kejauhan, bus sekolah sedang terparkir. Masih ada waktu. Sora mempercepat larinya, berharap pintu bus masih terbuka.

"Berhenti... tolong tunggu!" serunya dalam hati.

Sora terus berlari, mendengar deru mesin bus yang mulai menyala.

Sora terus berlari, napasnya mulai tersengal-sengal. Dari kejauhan, bus sudah siap untuk berangkat. Hatinya berdebar lebih kencang, khawatir jika bus itu akan pergi tanpa dirinya.

Di dalam bus, Park Dojin duduk di dekat jendela, memperhatikan dunia di luar yang mulai sibuk dengan aktivitas pagi. Saat itu, matanya menangkap sosok Sora yang berlari dengan panik menuju halte. Dia tahu dia sekelas dengan Sora, dan meskipun mereka jarang bicara, Dojin langsung merasakan dorongan untuk membantunya.

Dengan cepat, Dojin bangkit dari tempat duduknya dan memanggil sopir bus, "Ahjussi, tunggu sebentar. Ada seseorang yang sedang berlari ke sini."

Sopir bus menoleh sebentar ke arah Dojin, lalu melihat ke cermin belakang, menyadari sosok Sora yang berlari. Dengan enggan, dia menghentikan bus.

Sora, yang melihat bus akhirnya berhenti, menghela napas lega dan mempercepat langkahnya. Dia sampai di depan pintu bus, terengah-engah dan mengucapkan terima kasih pada sopir saat menaiki bus.

"Terima kasih... ahjussi," katanya, masih terengah.

Dia berjalan ke arah kursi kosong, dan sekilas bertemu pandang dengan Dojin yang kembali duduk di tempatnya. Sora menyadari siapa yang telah menyuruh bus berhenti untuknya.

"Terima kasih, Dojin," ucapnya dengan suara pelan, tapi cukup jelas untuk didengar.

Dojin menatapnya sejenak, lalu hanya mengangguk kecil. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, dengan nada rendah yang mencerminkan sikapnya yang tenang.

Sora duduk di kursi terdekat, masih mengatur napasnya. Meski tidak akrab dengan Dojin, dia merasa bersyukur karena dia telah membantunya.

“Untung saja kamu melihatku,” gumam Sora pelan, meski dia tidak yakin apakah Dojin mendengarnya atau tidak.

Dojin menatap keluar jendela lagi, matanya terfokus pada jalan yang dilalui bus. “Aku kebetulan melihatmu berlari. Kau hampir ketinggalan.”

Sora tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya, hampir saja."

Keheningan pun menyelimuti mereka berdua setelah percakapan singkat itu. Sora menatap ke luar jendela, mencoba menenangkan dirinya, sementara Dojin kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Bus itu terus melaju, membawa mereka semakin dekat ke sekolah. Tapi bagi Sora, perasaan canggung setelah pertemuan singkat dengan Dojin masih terasa, seakan menambah beban pikirannya yang sudah penuh sejak malam tadi.

PulseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang