Bukan Pioritas

14 2 0
                                    


Tahun 2018

Bugh!

"Gue udah pernah bilang, tangan gue gak akan sungkan nonjok sekalipun loe cewek karna buat adik gue nangis!" ancam pria itu.

Sabira, nama gadis yang pria itu tonjok tepat di pipi kananya. Tidak ada isakan tangis atau rintihan semacamnya, namun matanya tidak bisa bohong, menetes tanpa suara.

Tangan kurus gadis itu terulur memegangi pipi, cukup sakit dari biasanya.

Setelah melontarkan ancaman pada Sabira, Arion-pria itu pergi menuju lantai dua rumah ini. Awal mula, Sabira pulang dari kampus. Baru beberapa langkah memasuki rumah, tubuhnya langsung ambruk akibat hantaman keras yang dilayangkan Arion secara tiba-tiba. Sebenarnya bukan sekali dua kali Sabira mendapatkan hal seperti ini, entah sudah berapa banyak, Sabira cukup lelah menghitung.

Seperti ancaman Arion beberapa menit yang lalu, alasan dia melakukan itu karena Sabira telah membuat adiknya menangis. Kalau dijelaskan, hubungan mereka cukup rumit. Mereka merupakan saudara, tetapi tidak akur.

Sabira adalah kesalahan ayahnya di masa lalu. Bukan berselingkuh, Sabira hadir akibat ayahnya mabuk dan meniduri wanita asing yang pulang bekerja. Wanita itu hamil, menuntut tanggung jawab. Tapi ternyata pria itu beristri dan sedang mengandung juga. Sebagai sesama wanita, ibu Sabira cukup tahu bagaimana rasanya, akhirnya ia memutuskan membesarkan Sabira seorang diri. Namun nasib berkata lain, satu hari setelah melahirkan, ibunya meninggal dunia.

Untungnya tenaga medis berhasil menelusuri, sehingga dirinya bisa berada di tangan ayah kandungnya saat ini. Tentu, hal tersebut membawa keluarga ayahnya marah dan membenci Sabira, terutama Arion sang kakak.

Lamunan Sabira tersadar akibat suara dering berasal dari ponselnya. Dengan segera Sabira menuju kamar yang berada di belakang rumah.

"Ha-halo"

"By, ko lama ngangkatnya?" balas seseorang di sebrang sana

"Euu...tadi ke kamar mandi dulu."

"Oh...kirain belum sampai. Kamu pulang naik ojek?"

"Iya."

"Maaf yaa, aku ga bisa nganter kamu balik. Nanas tadi telpon kalau dia kena jambret dan sedang ada di polsek. Jadi aku segera kesana."

"Gapapa, aku kan bukan pioritas."

"By!" walaupun diucapkan dengan tenang, nyatanya respon tersebut membuat di sebrang sana tersulut emosi.

"Aku lagi ga mau berantem, kita udah janji mau nonton malem ini. Sekaligus nebus karna ga bisa anter kamu pulang tadi. Siap-siap ya, 30 menit lagi aku jemput."

Sabira meraba pipi kananya, denyutan nyeri mulai terasa. Ingin memastikan, gadis itu menatap dirinya dari cermin. Terdapat lebam merah keungungan di pipi kanan. Sepertinya janji kali ini batal karena dirinya. Jika sebelum-sebelumnya batal karena Shiyan yang ingkar, kali ini karena dirinya. Bisa saja Sabira menutup dengan bedak berlayer-layer, namun Shiyan pasti curiga. Sabira bukan tipikal menggunakan make up tebal.

"Sepertinya ga bisa, aku-" apa yang harus Sabira katakan, ini pertama kalinya ia berbohong. Alasan apa yang cepat Shiyan percaya tanpa bertanya lebih.

"By, aku bukan mau ingkar janji lagi. Tadi Nanas bener-bener butuh aku. Jangan di batalin ya, bukanya kamu pengen banget nonton Inside Out. Filmnya tayang lagi di bioskop, kamu udah nunggu itu dari lama."

"Aku ada tugas, deadlinenya besok tapi belum di kerjain sama sekali."

"Jam berapa, biasanya tengah malem. Nanti aku kerjain, nontonnya jangan di batalin, ya?"

Ya tuhan, Sabira bingung. Shiyan pria keras kepala, jika keinginanya tidak dituruti, dirinya bakal nekat menemui dirinya. Hal itu pasti membuatnya ketahuan. Shiyan tidak pernah tahu kondisi keluarganya seperti apa. Hal apa saja yang keluarganya lakukan, semuanya Sabira tutup rapat. Ada kemungkinan jika Shiyan tahu, pria itu pasti menjauh dan mengakhiri hubungan dengan gadis seperti dirinya. Terlebih wajahnya sedang tidak baik-baik saja.

"Aku jemput kamu sekarang." Putus Shiyan kala Sabira diam saja.

"Sayang, tunggu! Aku...bener-bener dikejar deadline, cape juga. Kita nontonya pekan depan aja."

"Pekan depan Inside Out udah ga tayang lagi, malem ini yang terakhir."

"Kan bisa yang lain, ga harus Inside Out."

Sabira mendengar Shiyan menghela nafas kasar, hubungan keduanya cukup tidak sehat akhir-akhir ini. Ribut adalah asupan sehari-hari mereka.

"Terserah kamu!" ucapnya mengakhiri panggilan.

Sabira tahu, Shiyan pasti marah. Namun tidak ada pilihan lain, Shiyan tidak boleh tahu apapun tentang Sabira, terutama soal keluarga dan asal usulnya.

"Maafin aku, aku belum siap kehilangan kamu."

Beberapa menit kemudian, terdapat notifikasi dari aplikasi instagram dengan akun natasyariz_ segera Sabira melihatnya. Ponselnya menampilkan kolase foto layar bioskop, sekotak popcorn, tiket nonton, dan foto selfie yang punya akun dengan pria. Tentu dirinya tahu siapa.

Sabira mengusap layar ponselnya tepat di wajah sang pria. Senyuman terbit di wajahnya.

"Kamu...serasi banget sama Nanas."

Talk

"Nanas cantik, baik juga, terpenting...terlahir dari pasangan sah. Tidak seperti aku, anak haram."

Rasanya denyutan di pipinya merembet ke ulu hati. Sesak dan menyakitkan. Sabira tidak bisa menyalahkan Shiyan yang tetap menonto di bioskop, dirinya yang menolak dan membatalkan. Maka harus siap dengan hal seperti ini.

Layar ponsel segera ia matikan. Tubuhnya ia baringkan di atas kasur. Lelehan air mata Sabira terus mengalir, namun anehnya, tidak ada sedikitpun isakan tangis yang keluar. Hanya matanya yang terus menangis tanpa suara.

Dilain tempat, setelah memutuskan telepon secara sepihak. Shiyan segera menuju rumah sahabatnya-Nanas. Walaupun acara menontonya gagal dengan Sabira, Shiyan akan tetap pergi menonton. Tiket yang telah ia beli sayang jika tidak digunakan, terlebih dirinya memang butuh hiburan. Sabira yang membatalkan acara menonton mereka membuat hati Shiyan kecewa dan marah. Setidaknya dengan mengajak Nanas, bukan hanya dirinya yang terhibur, tapi Nanas juga. Apalagi gadis itu telah melalui peristiwa yang buruk karena pejambretan tadi siang.

Shiyan berharap dengan tetap menonton film di bioskop, suasana hatinya akan cepat membaik. Nyatanya tidak demikian. Sepanjang penayangan, hatinya selalu gusar. Pikiranya terus pada Sabira. Sudah beberapa janji yang ia ingkari dan karena itu dirinya jarang bertemu Sabira. Sekalinya bertemu, cekcok adu mulut dan berujung los kontak. Masa sekali sabira membatalkan dirinya marah. Apalah Sabira yang memakan janji dusta dirinya.

"By, udah tidur?" tidak tahan. Shiyan langsung mengirim pesan pada kekasihnya itu.

Tidak ada balasan, Shiyan pun mengirim pesan kembali.

"Kalau udah, selamat tidur."

"Kamu bilang nonton hari di ganti pekan depan. Ada film yang baru rilis, kamu pasti suka. Ralph Breaks the Internet: Wreck-it Ralph, lanjutan Wreck-it Ralph season 1."

"Kita nonton malem minggunya, besoknya kita joging ke GBK, pulangnya mampir beli bubur di Cang Imin."

"Maaf ya tadi aku matiin telpon, aku lagi emosi. Tapi sekarang udah enggak."

"Mimpi indah ya cantik, aku bener-bener rindu kamu. Tadinya mau melepas rindu hari ini, ternyata harus aku tahan dulu hehe"

"Tapi gapapa, semoga besok ketemu. Love you, Baby."

Siluet RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang