Chapter 1 : Prolog

11 0 0
                                    

Suatu hari di Incheon, seorang bayi laki-laki bernama Lee Azka ditemukan tergeletak didalam kardus di depan sebuah rumah kosong, ditelantarkan oleh orang tuanya. Mereka meninggalkan selembar kertas di atas selimut tebal yang menyelimuti tubuh kecil Lee, bertuliskan, “Siapapun tolong rawat dia seperti anakmu sendiri. Namanya Lee Azka. Kami tidak diizinkan untuk merawatnya. Salam hangat dan terima kasih.”

Di malam itu, seorang tunawisma wanita sedang berjalan pulang setelah seharian mengumpulkan botol plastik. Matanya tertumbuk pada kardus besar yang menghalangi jalannya. Dengan rasa penasaran, ia membuka kardus itu dan terkejut menemukan bayi yang masih merah di dalamnya. Tanpa berpikir panjang, wanita itu membawanya pulang, memutuskan untuk merawat bayi yang ditelantarkan itu seolah-olah ia adalah darah dagingnya sendiri.

Namun, hidup Lee kecil tidak pernah mudah. Lingkungan tunawisma di mana ia tinggal sering mencemooh ibu angkatnya. Desas-desus kejam beredar, menyebut wanita itu sebagai pelacur. Tatapan sinis dan bisik-bisik fitnah terus menghantui hari-hari mereka. Meskipun begitu, wanita tersebut tidak pernah mundur dari tekadnya untuk merawat Lee dengan penuh kasih sayang.

Saat usia Lee mencapai 6 tahun, ia mulai bersekolah. Namun, di sekolah pun, nasib malangnya terus berlanjut. Ia sering diolok-olok oleh teman-teman sekolahnya karena pakaiannya yang lusuh dan tubuhnya yang selalu berbau. Hari-hari berlalu, penuh dengan ejekan dan penindasan. Namun, suatu hari, Lee pulang dengan hati berbunga-bunga. Di tangannya tergenggam sebuah lembaran nilai ujian yang sempurna. Dengan semangat, ia ingin segera memberi tahu kabar gembira itu kepada ibu angkatnya.

Namun,
kebahagiaan itu hanya bertahan sejenak. Ketika ia mendekati rumah, Lee menyaksikan sebuah pemandangan yang menghancurkan dunianya. Tepat di depan matanya, ibu angkatnya tertabrak mobil oleh seorang pengemudi mabuk. Warga sekitar yang melihat kejadian itu segera membawa wanita malang tersebut ke rumah sakit. Tapi, setelah hari itu, ibu angkat Lee tak pernah kembali.

Kehidupan Lee berubah total. Ia hidup sendirian, terus-menerus dirundung oleh lingkungannya dan ditinggalkan tanpa cinta atau belas kasihan. Pada suatu ketika, ia ditahan oleh polisi tanpa alasan yang jelas, seperti banyak tunawisma lainnya.
Di dalam tahanan, Lee bertemu dengan seorang pria tua yang dulunya adalah seorang tentara. Pria itu menawarkan hiburan aneh: sebuah trik sulap yang ia sebut Self-Manipulation. Dengan gerakan aneh yang diiringi bunyi retakan tulang, pria itu memutar dan membetulkan sendi-sendinya yang terlepas sebab dari pemberontakan yang ia lakukan saat dimasukkan kedalam sel.

Lee yang kagum, segera meminta diajari. Pria itu memperingatkan bahwa teknik ini berbahaya dan hanya boleh digunakan dalam keadaan darurat. Lee memberi tahu bahwa sepertinya bahunya juga terlepas akibat perlakuan teman sekolahnya, karena Bapak itu merasa kasihan akhirnya sang mantan tentara memberi arahan untuk melakukannya kepada Lee Azka. Dengan hati-hati, ia memutar sendi bahunya yang lepas akibat perlakuan yang dilakukan oleh teman sekolahnya. Dengan perlahan tapi pasti, tangannya kembali bergerak normal. “Aku berhasil!” seru Lee dengan penuh kebahagiaan.

Esoknya setelah dibebaskan, Lee kembali menjalani kehidupan sehari-harinya. Namun, kali ini, ia memiliki tekad yang baru yaitu keinginannya untuk belajar bela diri. Setiap hari, ia berdiri di luar dojo Taekwondo yang berada dekat dengan tempat tinggalnya, menonton gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para peserta latihan. Dalam beberapa hari, para instruktur di dalam dojo menyadari kehadiran bocah lusuh itu. Merasa iba, mereka memutuskan untuk melatih Lee secara diam-diam saat dojo tutup.

Bertahun-tahun berlalu, dan Lee tumbuh menjadi seorang remaja yang berbeda. Ketika memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia tidak lagi menjadi anak kecil yang lemah dan tertindas. Kini, ia memiliki tubuh yang lebih kuat dan kemampuan bela diri yang membuat orang-orang di sekitarnya merasa gentar. Namun, meskipun banyak rumor beredar tentang dirinya, Lee memilih untuk tidak lagi peduli.

Namun, meski terlihat garang dan ditakuti, Lee merasa ada sesuatu yang terus mengawasinya dari kejauhan. Setiap jam istirahat, ia selalu merasa seperti diperhatikan, tapi tak pernah bisa menemukan siapa yang melakukannya dan memilih untuk tidak mengacuhkannya. Dengan tekad yang semakin kuat, Lee memutuskan bahwa ia ingin lebih dari sekadar ditakuti, ia ingin menjadi penguasa. Bosan menjadi korban, ia ingin menjadi predator.

Maka, dimulailah perjalanannya untuk mendominasi. Ia mulai menyerang siapapun (diatas 10 dan dibawah umur 50 tentunya) yang sedang nongkrong di pinggir jalan, mengalahkan mereka satu per satu, dan memaksa mereka untuk menjadi pengikutnya. Dalam dua malam saja, Lee Azka berhasil membentuk sebuah kelompok berisi penongkrong dan beberapa preman yang ia beri nama CREW BATIKAN. Kabar tentang anak kelas 1 SMP yang mampu menyatukan Incheon dalam waktu singkat menyebar dengan cepat dikalangan preman. Desas-desus itu bahkan sampai ke telinga pemimpin geng motor paling ditakuti di Korea yaitu Geng Motor Kagiroi, yang bermarkas di Seoul.

Ketuanya, Ryuhei Sinathria yang lahir di Jepang dan tinggal di Korea karena pekerjaan orang tuanya, merasa tertantang atas kehadiran Lee Azka dan bertekad untuk menemui anak yang telah mengguncang dunia para preman di esok hari.

Ableism (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang