Tak terhitung sudah berapa kali air mata Nyonya besar keluarga Kim itu jatuh. Jisoo tau tak seharusnya ia menambah kesedihan di rumah ini, namun setiap melihat keadaan si bungsu, kesedihannya tak dapat ia tahan. Bahkan Jennie yang selalu tegas itu, kedua bola matanya juga berkaca-kaca.
Semenjak insiden kebakaran itu terjadi, autisme yang dialami Asa semakin parah. Lebih parah daripada saat nenek meninggal. Dia tenggelam semakin dalam di dunianya sendiri dan terus mengabaikan orang lain.
Ruka melirik kursi di sampingnya. Tempat itu kini selalu kosong. Padahal biasanya adiknya akan duduk disana ketika waktu menunjukkan pukul 7 malam tepat. Ada begitu banyak hidangan di depan mereka. Yang paling dominan adalah makanan yang disiapkan khusus untuk Asa.
Kemudian kedua mata sipitnya beralih kepada kedua orang tuanya yang terlihat begitu lesu. Ruka berdehem singkat, menyiapkan suaranya untuk menyampaikan rencananya kepada kedua orang tuanya.
"Ada yang ingin ku sampaikan kepada kalian." Suara Ruka mengalihkan perhatian kedua orang tuanya.
"Ada apa, sayang?" Jisoo bertanya penuh perhatian.
"Aku berencana untuk mempertemukan Asa dan Dain."
Jisoo begitu terkejut dengan pernyataan itu. Bahkan ia tak sengaja menjatuhkan sendok di tangannya dengan keras hingga menimbulkan dentingan yang menggema.
Jennie yang melihat segera menggenggam tangan Jisoo,
"Apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Jennie tenang.
"Untuk saat ini aku belum terlalu memikirkan rencana detailnya. Tetapi aku mendengar bahwa Dain akan segera kembali ke Korea."
Mata Jisoo bergetar, "Kamu---"
"Tenang saja, aku tidak akan mengacau!" Potong Ruka mengetahui kekhawatiran sang Ibu.
Jisoo melemaskan bahunya. Kembali merasa emosional. Jennie yang mengerti segera merangkul dan mengelus bahunya.
"Apakah..." Suara Jennie tercekat, "Setelah mereka bertemu, Asa akan pulih?" Tanya Jennie penuh harap.
Ruka ingin membalas 'ya' dengan lantang dan tegas. Namun tenggorokannya tiba-tiba tercekat, otaknya mendadak memunculkan skenario buruk hingga membuat suaranya tak kunjung keluar.
Dan saat itu pula, Bibi Han turun sembari membawa nampan. Itu adalah makanan tadi siang. "Asa tidak makan lagi?" Tanya Ruka.
Bibi Han menggeleng. "Makanannya belum tersentuh sedikitpun. Semoga saja Nona Asa mau makan malam." Jelas Bibi Han begitu tertekan.
Ruka yang mendengar itu segera beranjak dari tempat duduknya, "Aku selesai." Pamitnya lalu menaiki tangga menuju kamar sang Adik.
Asa tidak tau caranya mengekspresikan diri. Ia tak tau bagaimana dan kapan ia harus meminta pertolongan. Karena keluarganya selalu datang dan mengerti dirinya walau tak ia ungkapkan. Itulah sebabnya ketika api menyebar di sekitarnya, Asa hanya duduk diam menatap kobaran api yang perlahan menjilat sebagian tubuhnya.
Mata Ruka memerah mengingat itu. Jika saja petugas pemadam kebakaran tak datang saat itu, ia mungkin telah kehilangan adiknya yang begitu ia cintai.
Ruka menarik napasnya dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum memegang knop dan mendorong pintu.
Dapat ia lihat sang adik duduk di kursi yang berada di depan sebuah meja dalam ruangan itu sembari membaca sebuah buku dengan serius. Geraknya begitu cepat, hanya dengan beberapa detik, ia sudah membalik buku yang dipegangnya. Begitu serius hingga tak menyadari bahwa seseorang kini berada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Universe || Rorasa Oneshot
FanfictionVarious stories with Asa and Rora as Main Character. Hope you guys enjoy! Contents may contain ⚠️ GxG ⚠️ G!P ⚠️ Genben ⚠️ Friendship ⚠️ Sistership