Aduhhh jangan pada minta lanjut terus dan gak ending ending donggg, aku kan juga mau nulis akhir dari bagian ini.... Nanti janji deh bikin Spin nya, tapi ini aku selesaikan ya gyss.
.
.
.-SELAMAT MEMBACA-
M
ereka masih terbilang mencerna semua kejadian yang terjadi, disini didepan ruang UGD mereka berlima hanya mampu terdiam tanpa pergerakan.
Kejadiannya begitu cepat, hanya sekejap teman mereka melayang ke udara, dan terbanting begitu kuat. Oh ya, Hesa sudah mengabari kedua orang tua Jelon dan Arlino agar segera kerumah sakit.
Bagaimanapun itu, orang tua harus dikabari lebih dahulu. Pasti mereka lebih perasa diantara yang lain, tak ada yang bisa melawan insting orang tua, apalagi insting seorang ibu
"Sa, sekarang harus gimana?" Tanya Riki, dia melihat satu satu kondisi teman-temannya yang masih terdiam membisu, bukan hanya itu lihatlah penampilan mereka. Baju mereka dilumuri darah dari Jelon, sementara dirinya tak banyak karena hanya memegang Arlino.
"Kita berdoa aja, kalian mau pada bersihin badan dulu?" Semua menggeleng kompak, boro-boro mikirin diri sendiri, mikirin Jelon sama Arlino aja udah gak keurus.
"Nak, gimana kondisi anak-anak saya?" Ujar Almira yang lari tergopoh bersama Jarga disebelahnya, Jarga langsung pulang dari tempatnya bertugas setelah mendengar kedua anaknya terlibat kecelakaan.
"Mereka masih ditangani Tante." Balas Riki, Almira hanya mampu terduduk lemas disebelah Rayhan. Bagaimana bisa, tadi mereka masih tertawa dan bermain bersama dan sorenya? Malah kecelakaan.
"Cerita kronologinya Rik." Ujar Jarga, oh ya Jarga memang sudah seakrab itu dengan teman-teman Jelon. Bahkan Jarga juga selalu ikut turun menonton arena balap bersama anak-anak ini.
"Jadi gini om, tadi kan...." Riki menceritakan semua kronologinya, dari awal mereka ingin mencari makan dan menjemput Arlino hingga tiba-tiba ada kendaraan yang tiba-tiba datang dari arah samping Jelon.
"Gak ada yang janggal, semua seperti murni kecelakaan. Tapi kenapa ya saya ngerasa ini kesengajaan?" Ungkap Jarga setelah mendengar tuturan dari Riki, karena perasaannya sedari tadi mengatakan bahwa ini kesengajaan!
.
.
.Terlihat pergerakan jari-jari Arlino dari kejauhan, membuat Almira segera berlari menghampiri anak bungsunya. Ya Tuhan cepat sembuhkan anak-anaknya....
"Mam-mah...." Matanya masih sempurna tertutup tapi bibirnya sudah mampu berujar lirih, membuat Almira tersenyum haru, setidaknya salah satu anak mereka sudah sadarkan? Jelon? Almira akan terus mendoakan yang terbaik untuk anak sulungnya.
"Sayang.... Ada yang sakit, hm?" Terlihat gelengan lemah dari sang empu, tubuhnya hanya terasa lemas. Lagian hanya sedikit bagian tubuhnya yang terluka, mungkin hanya 10%?
"Jelon? Jelon mana mah? Jelon gapapa?" Pertanyaan berturut turut keluar dari bibir yang bahkan gak mampu terbuka sempurna.
"Jelon...," Arlino menanti Almira melanjutkan kata selanjutnya, berharap ada kalimat yang Arlino ingin dengar. Bahwa Jelon baik-baik saja!
"Dia koma." Lanjut Almira membuat perasaan Arlino seketika campur aduk, tapi sedih lebih mendominasi dihatinya. Jelon begini karena menjemputnya kan? Seandainya tidak menjemputnya Jelon tak akan lewat perempatan itu!
"Mamah, mau liat Jelon."
"Nanti ya? Jelon juga belum boleh dijenguk, keadaannya belum stabil. Besok pagi ya nak?" Arlino menggeleng ribut, bahkan air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Nanti ya, pleas mamah mohon kali ini aja. Nurut ya? Sekarang Lino istirahat dulu, besok pagi janji mamah antar ke sana." Setelah dibujuk sekian tawaran akhirnya Arlino menyetujuinya, dia kembali tidur dengan tenang di kasur ruang rawatnya.
"Kamu ditemenin sama temen kakak ya? Mamah harus pulang dulu."
"Iya, mamah jangan lama-lama ya? Lino takut." Almira mengangguk mengiyakan, setelahnya dia menyuruh kelima teman Jelon masuk keruang rawat Arlino, lagian kasihan mereka kedinginan diluar, meski didalam tidur tanpa kasur setidaknya didalam ada karpet bulu yang menjadi pijakan mereka.
"Papah juga ada di RS, nanti abis liat Jelon, papah kesini liat Lino." Almira pergi meninggalkan rumah sakit, pulang kerumahnya untuk mengambil keperluan mereka semua yang ada disana. Sekalian mengambil makan malam, pasti mereka semua belum sempat makan.
"Ray, Jelon gak bakal kenapa-kenapa kan?" Tanya Arlino memulai percakapan antara mereka semua, Arlino butuh kalimat penenang untuk saat ini. Meski hanya sebatas kalimat penenang....
"Enggak, dia gak bakal kenapa-kenapa. Dia janji gak bakal mati, tenang aja. Jelon bukan pembohong kok, Ar." Jawabannya, benar kok Jelon bukan tipe pembohong dia pasti akan menepati segala janjinya!
Arlino mengangguk mengiyakan saja, itu sudah cukup jika hanya untuk menenangkan hatinya.
.
.
.Terhitung sudah hampir tiga Minggu berlalu, namun belum ada tanda tanda mata indah nan tajam itu akan terbuka. Semua masih menanti semua masih berharap, tolong jangan patahkan semangat kami.
Bahkan dari awal dirawat, jelon belum dipindah. Dia masih menetap di ICU, suara monitor selalu mengisi ruang sunyi itu.
"Jelon, bangun dong. Nanti kalo bangun gue panggil kakak deh, Lo kan mah banget gue panggil kakak. Trus Lo gak kangen gue apa lon?" Monolog Arlino disebelah Jelon terbaring beristirahat, lihatlah wajah tengil itu, sekarang berwarna pucat, dan dihiasi oleh alat bantu pernafasan. Oh ya tak lupa perban yang ikut menghiasi kepalanya.
Flashback on.
Jelon dan Arlino sedang berada di kantin sekolah, mereka tengah memberikan asupan makan untuk lara cacing diperut mereka.
"Jelon! Ambil sambel." Jelon berdecak kesal mendengar tuturan Arlino, entah kapan berubahnya anak ini.
"Ar, panggil gue kakak! Gue gini gini kakak Lo ya." Arlino menggeleng tegas, gak! Arlino gak mau, orang lahir paling beda beberapa menit doang juga!
"Kenapa sih? Susah banget gitu mulut Lo bilang kakak?"
"Yes! Tentu bro, kakak tuh cuma buat kak Reon. Not you!" Anjing sakit banget dada gue cok~ sabar ya?
"Oke deh, berarti di panggil kakak sama Arlino masuk wish list ke 20 gue."
Flashback off
"JELON BANGUN, ATAU GAK DINO LO GUE BUNUH SEMUA!?" Entah keajaiban dari mana, namun jari tangan Jelon ikut merespon setelah mendengar kata dino. Emang bucin abis sama si kuning itu!!!
"Jelon?! Akhirnya Lo bangun juga...." Hembusan nafas lega terdengar keras dari Arlino, kenapa gak dari kemaren kemaren dia ancem aja?! Supaya cepet sadar.
Jelon masih mencoba mencerna semuanya, wajah bingung tercetak jelas disana. Dia menatap Arlino dengan tatapan bingung?
"Apasih Lon? Jangan natap gitu elah takut!" Jujur horor amat tatapan si Jelon, mana tatapannya masih kosong.
"Maaf Lo siapa ya? Dan gue, gue siapa?"
Deg.
.
.
.Hahay pal pale pal pale, nanti di chap 29 aku kasih link Spin nya ya. Insyaallah tapi, vote vote vote vote.
Follow Ig @_nuttaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Untuk Kembali [End]
Novela JuvenilKenyataannya Arlino Mahendra hanyalah remaja berusia 17 tahun yang terperangkap akan kejamnya takdir, hidup yang semula terasa baik baik saja bahkan bisa dibilang cukup beruntung. Tiba tiba berubah menjadi hal yang tak pernah Arlino pikirkan akan te...