09; Every Couple's Dream.

2.1K 164 7
                                    


Life After Married
; Bab, 09.












Alat dapur terdengar cukup nyaring—Dapur menjadi tempat yang begitu indah untuk setiap orang, ketika keinginan untuk memasak telah memuncak. Dua piring dan peralatan lain untuk makan telah tersusun rapi di atas meja berukuran persegi panjang. Harum bihun goreng tercium, makanan favorit Fahlada telah Earn hidangkan.

Juga ada makanan penutup—Potongan buah segar. Langkah kaki dengan sendal slip-on di gunakan Fahlada yang baru saja keluar kamar mandi, ia baru saja menyelesaikan mandinya, sekitar kurang lebih sepuluh menit.

Earn, dia masih fokus menata beberapa makanan untuk terlihat lebih cantik. Sebuah pelukan Earn dapatkan dari seseorang yang sangat ia cintai, Fahlada tersenyum hangat melihat betapa indahnya sang istri bahkan ketika tidak di lihat dari depan.

"Good morning, honey."

"Morning, aku memasak menu kesukaan mu." Mata Fahlada berbinar. Ia rindu menu favoritnya, bahkan ketika istrinya yang mengolah. "Sangat harum." Earn terkekeh.

Fahlada memutar tubuh Earn untuk menghadap dirinya, ia mencium sekilas bibir istrinya. "Aku mencintaimu." Earn tersenyum, ia mencolek hidung Fahlada.

Mereka berdua fokus menyantap hidangan masing-masing. Netra Earn melirik Fahlada yang sedang fokus menyantap makanannya. Ada yang berbeda dari Fahlada pagi ini, bibirnya tidak henti-hentinya tersenyum—Ntah lah, ada apa dengan Fahlada? Apakah ia baik-baik saja?

Earn mengerutkan dahinya, ia cukup bingung.

Earn butuh jawaban, jika ia hanya diam, sepetinya jawaban tidak akan datang begitu saja. "Dokter, ada apa denganmu?" Fahlada menghentikan suapan nya, ia tersenyum hingga matanya ikut tersenyum. Fahlada mendekati Earn, netra Earn masih fokus melihat betapa anehnya sikap Fahlada saat ini.

"Aku terus terbayang, bagaimana jika kita memiliki Anak." Earn melotot, bagaimana Fahlada bisa membayangkan sejauh itu. Earn paham, pernikahan mereka sudah hampir lima bulan berjalan. Belum pernah  terpikirkan di benak Earn, bahwa mereka berdua memiliki Anak.

Earn menatap Fahlada, ia menangkup kedua pipi Fahlada dengan kedua tangannya. "Dokter, kamu sudah sejauh itu?" Fahlada mengedipkan sekali matanya sebelum dia akan mengeluarkan suara.

"Aku terus membayangkan, bagaimana jika ada anak kecil di rumah ini. Dia akan terlihat begitu lucu, berlari-lari dan bermain dengan ceria."

"Apakah kamu begitu ingin?" Pertanyaan Earn tentu mendapatkan anggukan antusias dari Fahlada. Lucu sekali. Fahlada begitu serius menatap sang lawan bicara. Earn melanjutkan ucapannya. "Kamu begitu yakin? Berikan aku jawaban."

Bukankah pertanyaan itu seharusnya tertuju kepada Earn? Bagaimana pun, Earn, ia yang akan mengandung. Sedangkan Fahlada, dia hanya fokus membuatnya.

Mungkin—Earn ingin Fahlada benar-benar tidak bercanda dengan ucapannya, ia tidak ingin menjadi gadis single dengan perut terisi bayi. Bagaimana jika Fahlada tidak terus bersamanya? Musibah tidak ada yang tau. Baiklah, jika itu benar pemikiran Earn, buruk sekali.

Fahlada berjongkok, ia mengelus kedua tangan Earn yang berada di kedua pipinya.

Nung dan Prea terlihat berlarian di depan rumah, bermain dengan gembira, anak kecil tidak akan memikirkan apapun. Bahkan ketika mereka berada di antara orang dewasa, kebahagian dalam diri mereka ikut tersalurkan. Fahlada terus memandangi kedua keponakannya, ia tersenyum hangat.

Sedikit ingatan mengenai kedua keponakannya terlintas di pikiran Fahlada, beberapa hari yang lalu sebelum perginya mereka ke Italia, Earn dan Fahlada sempat berkunjung ke kediaman sepupu perempuan Fahlada. Sepupu perempuan yang begitu dekat dengannya sejak kecil.

"Aku tidak bercanda, sayang." Baiklah, lihat, Fahlada seperti dukun saja. Bagaimana ia tau isi hati Earn? Masuk akal, mereka memiliki ikatan perasaan yang baik. "Aku yakin, tentu saja." Fahlada berfikir sejenak, kemudian ia melanjutkan ucapannya. "Bukankah aku yang harus meminta pendapat mu?"

Benar, Earn yang akan mengandung di sini. "Bahkan juga persetujuan mu." Setelah melontarkan beberapa pertanyaan kepada istrinya, Fahlada melihat dengan jelas bagaimana gugupnya Earn ketika ia ingin berbicara.

"Dokter, aku.." Fahlada tersenyum, dia mencium Earn beberapa detik, hanya sebuah kecupan singkat. "It's okay, kamu bisa memberikan jawaban kapanpun. Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang." Perasaan sedikit lega, sangat. Fahlada benar-benar definisi yang sempurna, menurut Earn.

Perlakuan manis, sifat lembut—Jangan lupakan sesuatu, Fahlada tidak akan terlihat berwibawa, ketika bersama Earn dan sifat tegasnya hilang. Perbedaan sangat begitu jelas, ketika ia bersama Earn dan jika tidak.

Beberapa hari telah berlalu, Earn sudah memberikan jawaban yang pasti kepada Fahlada.

Di tengah perjalanan mereka terjadi sebuah kecelakaan, suara klakson mobil terdengar amat sangat berisik. Sangat riuh suara beberapa pengendara yang memutuskan untuk keluar dari mobil dan melakukan protes.

Kesibukan—Ada yang ingin pergi bekerja, kuliah, sekolah dan kegiatan penting lainnya di pagi hari.

Jalanan begitu macet hingga untuk mobil sangat mustahil bisa berbalik arah, begitu juga dengan kendaraan roda dua.

Beberapa menit telah berlalu, anggota kepolisian sudah selesai dalam tugas mereka. Jalanan kembali mulus, tidak ada kemacetan yang melanda.

Earn lebih banyak diam, bahkan ia menjawab beberapa kali ucapan Fahlada seadanya. "Aku ingin, kita kembali." Fahlada berhenti di pinggir jalan. "Maksud kamu?"

Sampai di rumah, Earn dan Fahlada tidak berbicara sedikitpun. Fahlada masih merasa bingung, kenapa Earn menyuruhnya untuk kembali? Bukankah mereka akan pergi ke Dokter kandungan, untuk bertanya metode terbaik untuk mereka seperti apa.

"Apa tidak sebaiknya, kita menjual rumah ini." Fahlada melotot tidak percaya dengan ucapan istrinya. Bukankah rumah yang sedang mereka tempati saat ini adalah rumah impian Earn? Lalu, apa masalahnya?

"Lebih baik kita tinggal di Thailand." Fahlada paham sekarang, sepetinya Earn memikirkan kejadian semalam yang telah ia dan dirinya saksikan.

Fahlada dan Earn, mereka berdua semalam berjalan-jalan di tempat yang cukup ramai, sedikit desak-desakan terjadi beberapa kali.

Terjadi sebuah insiden, sebenarnya insiden yang terjadi cukup kecil. Di mana melibatkan pasangan perempuan sesama jenis, mereka berjalan santai dan seorang pria tua tidak sengaja menabrak mereka karena pria tua itu berjalan tanpa arah.

Dalam kejadian itu, tidak adanya pembelaan dari penduduk yang menyaksikan untuk sepasang kekasih itu. Sangat miris. Sebuah cacian mereka dapatkan, serta perlakuan tidak baik yang mereka terima.

Hak lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) di Italia masih belum sepenuhnya di jamin. Pasangan sesama jenis di Italia masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang sama, dengan pasangan lawan jenis.

Berbeda dari Italia. Negara bagian Asia tenggara, Thailand, hampir mendekati seratus persen dukungan mengenai hubungan sesama jenis, dan bagaimana hukum di sana tidak membeda-bedakan.

"Aku terserah kamu, Earn. Rumah ini milikmu." Lihatlah, betapa lembutnya respon Fahlada. Bukankah tidak ada alasan mengapa Earn mengejar Fahlada kembali saat itu.

Earn memeluk Fahlada, ia menangis. Perasaan bimbang tentu ia rasakan, perasaan berat untuk melepaskan. Tidak rela, sangat.

Rumah impiannya sejak lama telah ia dapatkan. Bahkan, rumah ini juga adalah pemberian Fahlada. Lihat bagaimana respon Fahlada, tadi? Dia menyerahkan seluruh keputusan kepada Earn.

Apakah Earn akan rela untuk kehilangan.








To Be Continued

.
.
.

Maaf banget kalau ceritanya jadi terkesan aneh jalan ceritanya, soalnya saya sendiri tidak begitu mahir menulis, jujur saja. See you next chapter!

Life After Married || LingOrm (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang