Suara bel sekolah baru aja bunyi, dan seperti biasa, suasana kelas langsung berubah jadi rame. Anak-anak keluar dari kelas buat ngumpul di kantin atau sekadar nongkrong di lapangan. Tapi di pojokan kelas 2-3, Han Sooyoung cuma duduk sambil sesekali curi pandang ke arah cowok yang duduk beberapa baris di depannya.
Kim Dokja.
Cowok itu lagi fokus sama bukunya, kayak biasa. Udah bukan hal baru buat Sooyoung ngeliat dia begitu. Selalu tenggelam dalam dunia novel-novel yang dia baca. Nggak pernah peduli sama dunia sekitar, apalagi sama dia.
"Lo mau duduk di sini aja terus, Young?" suara Yoo Sangah, temen sebangkunya, bikin Sooyoung sedikit kaget. Sangah melipat buku catatannya sambil tersenyum lembut. “Gue tau lo suka nongkrong di kantin."
Sooyoung mendengus pelan. "Males ah, rame di sana. Lagian, gue ngga laper."
Sangah melirik Sooyoung, terus senyumannya makin lebar. "Atau lo lagi nunggu sesuatu?"
"Nunggu apaan? Ngga ada," jawab Sooyoung cepat, meski di dalam hatinya dia tau banget apa yang dimaksud Sangah. Dia emang lagi nunggu sesuatu... atau lebih tepatnya, seseorang.
Sangah ketawa kecil, terus ngelirik ke arah Dokja yang masih fokus sama bukunya. "Dia nggak akan sadar, tau."
Sooyoung langsung cemberut. "Siapa juga yang peduli dia sadar apa engga."
Sangah cuma ngangkat bahu, tapi matanya berbinar jahil. "Gue cuma bilang doang."
Sooyoung benci banget kalo Sangah mulai kayak gini, seolah-olah dia ngerti banget soal perasaan Sooyoung. Padahal, ya, emang benar. Sooyoung udah lama suka sama Kim Dokja, tapi dia terlalu gengsi buat ngaku. Lagian, Kim Dokja kan anak yang nggak peka. Kalau dikasih kode pun, dia bakal tetep tenggelam di dunianya sendiri, baca novel apalah itu.
Tiba-tiba, pintu kelas kebuka, dan Yoo Joonghyuk masuk. Anak paling populer di sekolah itu jalan masuk dengan wajah datar khas dia. Semua orang pasti tau Joonghyuk itu cowok ganteng, tinggi, jago olahraga, tapi dingin banget sama semua orang—kecuali mungkin sama adiknya, Yoo Mia. Bahkan, Kim Dokja aja nggak terlalu sering ngobrol sama Joonghyuk, meski mereka sekelas.
"Eh, tuh Joonghyuk lewat lagi. Lo liat dong, Young, anak kayak gitu kok ngga lo demen sih?" tanya Sangah setengah bercanda.
Sooyoung ngelirik malas ke arah Joonghyuk, tapi matanya langsung kembali ke Dokja. "Ngga tertarik. Gue ngga suka cowok yang terlalu populer. Kayak barang umum."
Sangah tertawa. "Ya udah, gue duluan ke kantin, ya. Jangan bengong doang, lo!" Dia jalan pergi sambil melambai, meninggalkan Sooyoung yang sekarang sendirian.
Sooyoung mendesah, terus merosotkan badannya di kursi. Matanya kembali ke Dokja. “Dasar ngga peka,” gumamnya pelan, sambil menyilangkan tangan di dada. Rasanya, udah berapa kali dia ngasih sinyal ke Dokja, tapi hasilnya nihil. Cowok itu nggak pernah ngeliat lebih dari sekadar temen.
Akhirnya, Sooyoung berdiri dan jalan ke arah mejanya Dokja. Dia berdiri di depan mejanya, tapi Dokja nggak sadar juga. Masih sibuk sama halaman-halaman bukunya.
"Lo emang ngga punya kehidupan lain selain baca novel, ya?" Sooyoung membuka percakapan dengan nada sarkastis.
Dokja akhirnya ngangkat kepalanya, ngeliat Sooyoung dengan ekspresi datar. “Gue lagi baca bagian penting.”
Sooyoung mengangkat alisnya. “Bagian penting apaan? Lo baca novel terus, semua bagian kayaknya penting buat lo.”
Dokja cuma ngelirik bukunya lagi. “Kalau lo baca, lo bakal ngerti.”
Sooyoung duduk di kursi depan meja Dokja, nyenderin kepalanya di tangannya sambil ngeliat ke arah cowok itu. “Kenapa lo selalu tenggelam di buku lo itu? Di luar sana ada dunia nyata, tau.”
Dokja cuma nyengir tipis. “Dunia nyata nggak sebaik di novel.”
Sooyoung tertawa kecil, tapi nadanya sedikit pahit. “Lo terlalu tenggelam di dunia fiksi, sampe-sampe lo ngga nyadar apa yang ada di depan lo.”
Dokja ngangkat kepalanya sedikit, ngerutin dahi. “Maksud lo?”
Sooyoung hampir mau bilang sesuatu yang lebih dalam, tapi akhirnya cuma nggeleng. Dia tau, percuma aja. Dokja itu kayak tembok, tebal banget. “Nggak ada. Cuma ngomong doang.”
Setelah beberapa detik hening, Sooyoung bangkit dari kursinya. “Udah ah, gue mau ke kantin. Jangan kelamaan di dunia lo sendiri.”
Saat Sooyoung mulai jalan pergi, tiba-tiba Dokja ngomong, “Thanks.”
Sooyoung berhenti sejenak, bingung. “Thanks buat apaan?”
Dokja akhirnya menatapnya, kali ini matanya sedikit lebih fokus. “Buat selalu ngajak ngobrol gue. Gue tau gue nggak banyak ngomong, tapi… gue apresiasi itu.”
Senyum tipis muncul di bibir Sooyoung. Mungkin, meski lambat, ada harapan Dokja bakal sadar.
“Ya, kapan-kapan lo yang mulai ngobrol duluan,” jawab Sooyoung sambil melambai ringan, sebelum akhirnya beneran keluar kelas.
Di luar kelas, Sooyoung berdiri sebentar, senyum kecil masih tersisa di wajahnya. Mungkin Kim Dokja emang nggak peka, tapi dia yakin, cepat atau lambat, cowok itu akan mulai ngeliat apa yang ada di depan matanya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam Diam Suka
Teen FictionORV HIGHSCHOOL AU! Di SMA, Han Sooyoung diam-diam menyukai Kim Dokja, cowok pendiam yang selalu tenggelam dalam dunia novel. Meskipun Sooyoung dikenal sarkastis dan percaya diri, hatinya berdebar setiap kali melihat Dokja yang tak pernah menyadari k...